Mohon tunggu...
Angdrico
Angdrico Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia.

A lifetime learner. Staying at Bandung, studying at ITB. 082118040289

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Kampus Merdeka", Hmmm Begini, Mas Nadiem...

29 Januari 2020   00:44 Diperbarui: 29 Januari 2020   15:35 6665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ketika menjelaskan Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Jumat (24/1/2020). (Foto: Humas Kemendikbud via KOMPAS.id)

Anda yang "merasa" salah jurusan, ingin meng-explore diri dengan berbagai kegiatan seperti mengajar di daerah terpencil, kegiatan kewirausahaan, selamat! Nadiem is at your back. 

Namun yang sedikit kurang saya setuju dari pernyataan Mas Nadiem adalah (opini lho yaa, hehe) latar belakang dan tujuan sang Mendikbud memberlakukan kebijakan ini, yaitu demi memberikan pengalaman dunia kerja kepada mahasiswa.

Kenapa saya kurang setuju? Well, begini. Sebuah program studi S-1 telah merancang kurikulumnya sedemikian rupa sehingga output yang diharapkan adalah seorang profesional yang diarahkan pada penguasaan serta pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Inilah yang membedakan program sarjana dengan diploma. Lulusan diploma itu diharapkan mampu mengembangkan keterampilan dan penalarannya dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bisa dibilang secara garis besar, sarjana unggul dalam hal teori, namun secara praktik, belum tentu sih diploma lebih unggul, namun sarjana sudah pasti lebih mantap dalam hal ilmu pengetahuan dan teorinya.

Kembali lagi ke pembahasan tentang program studi S-1, kampus sudah menyusun kurikulum dari sebuah disiplin ilmu ke dalam 144 SKS (umumnya) yang akan diselesaikan dalam 8 semester. Sehingga apabila mahasiswa tersebut belum menyelesaikan ke-144 SKS dalam prodinya, di atas kertas mahasiswa tersebut belum dianggap capable enough.

Dalam perkuliahan pun mahasiswa diberi tahapan-tahapan dalam pembelajarannya. Semester 1 dan 2 masih dalam tahap pembekalan agar kemampuan dasar mahasiswa itu cukup untuk menghadapi materi-materi di prodinya masing masing. Semester 3 dan 4 materi mulai menjorok ke arah prodi.

Semester 5 dan 6 kita sudah diberikan materi advance di disiplin ilmu tersebut hingga akhirnya, semester 7 dan 8 yang mempersiapkan kita masuk ke dunia kerja, mempersiapkan kita untuk menjadi seorang sarjana.

(Shutterstock via KOMPAS.com)
(Shutterstock via KOMPAS.com)
Masalahnya adalah, apakah mahasiswa semester 5 itu pantas diberi hak seperti itu? I mean, kalian hanya cukup berkuliah selama 5 semester di prodi tersebut, sisanya kalian bebas menentukan mau ngapain, bahkan kalian bisa mengambil jalur yang tidak ada hubungannya dengan prodi kalian.

Lalu kalian akan diwisuda dengan gelar sarjana prodi tersebut, padahal kalian baru berkuliah 5 semester! D-3 saja lebih lama berkuliah daripada Anda (maaf, tidak bermaksud mendiskreditkan diploma, kok).

Pengalaman apa yang Mas Nadiem inginkan dari mahasiswa semester 5? Apalagi di ITB, Pak. Semester 1 dan 2 kami habiskan bersama Matematika Dasar, Fisika, Kimia, bahkan Olahraga, belum menjadi mahasiswa prodi manapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun