Mohon tunggu...
Anep Paoji
Anep Paoji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Masih Terus Belajar dan Mncoba terus Berkarya

Anep Paoji, saya tinggal di kota kecil indah dan bersahabat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Inilah Kicauan @TrioMacan2000 Soal Dahlan Iskan

10 Agustus 2012   00:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:00 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13445592851586482925

“Dahlan jg tdk izinkan karyawan Jawapos dirikan Serikat Pekerja. Ini jelas langgar UUD & UU. Sbgn besar gaji karyawan baru jg dibawah UMR”

“80% karyawan/wartawan dahlan iskan di jawapos grup itu tdk masuk jamsostek. Seharusnya dahlan bisa dipidanakan krn langgar UU”

“Dahlan adalah 1 dari sedikit konglomerat yg anti serikat pekerja dan paling banyak langgar UU ketenagakerjaan termasuk jamsostek”

Tiga kutipan di atas merupakan  kicauan @TrioMacan2000 yang itu ditulis secara berurutan sekitar jam 06:45 WIB, Jumat (10/9). Selama ini kicauan-kicauan @TrioMacan2000 memang selalu menyentil pejabat, birokrasi bahkan soal korupsi. Giliran kicauan ini izinkan saya berkomentar.

Setidaknya, saya pernah bekerja sebagai jurnalis di koran Grup Jawa Pos. Empat tahun lebih satu bulan saya kuli tinta di perusahaan yang dibesarkan oleh Dahlan Iskan yang kini menjabat Menteri BUMN itu.

Memang ada kelakar, kerja di Grup Jawa Pos harus siap rodi dan gaji minim. Pekerjaan sebagai jurnalis, membutuhkan stamina dan daya tahan yang luar biasa. Juranlis tidak semata-mata bekerja. Sejatinya, jurnalis bekerja untuk kepentingan publik. Seandainya hanya kerja cari berita dan tidak punya visi terhadap berita yang mereka bikin, apa bedanya dengan pekerja biasa.  Sama halnya dengan buruh tenun atau tukang batu. Istilah Jakob Oetomo (Bos Kompas Gramedia), jurnalis itu saat di lapangan harus seperti buruh pelabuhan (kerja fisik) dan di depan komputer harus seperti sastrawan. Wartawan harus kerja dengkul di lain pihak dan kerja otak di pihak lain.  Ia tidak kerja untuk sekedar cari uang. Mending gaji cukup, sudah pergi pagi pulang malam, kebutuhan hidup masih tekor. Istilahnya, Pergi Pagi Pagi, Pulang Petang, Pinggang Pegal-Pegal..

Sayapun mengalami hal yang sama. Sejak bulan pertama bekerja tahun 2004 lalau, hampir setiap malam pulang kerja jam 9-10 malam. Sementara esok hari harus sudah rapat proyeksi pukul 7:00 WIB. Setelah itu ke lapangan dan kembali ke kantor bajeting berita pukul 3-4 WIB sore. Mending kalau beirta beres dan boleh pulang. Berita harus menunggu diedit oleh redaktur khawatir data kurang atau kurang cermat dalam menulis. Maklum jurnalis baru...he2.

Kalau ada peristiwa di malam hari, mau tidak mau harus ke lapangan. Mungkin untuk yang terakhir, semua jurnalis seperti itu. Seorang jurnalis harus kapan saja siap menjalankan tugas kejurnalistikan.  Dalam perjalanannya, seringkali satu halaman koran digarap oleh seorang diri. Satu orang redaktur  juga bisa menggarap 2-3 halaman. Soal efisiensi, nampaknya koran Grup Jawa Pos jagoannya.   Maka tak aneh, rata-rata koran Grup Jawa Pos di daerah gedungnya mentereng dan pimpinannya menggunakan mobil bagus.  Kini koran Grup Jawa Pos merambah ke pendirian TV lokal.

Kata orang, manajemen Jawa Pos yang diterapkan Dahlan, merupakan  “manajemen pelit”. Pengeluaran seirit-iritnya dan produktifitas karyawan digenjot sehebat-hebatnya. Ia pandai betul memanfaatkan SDM yang berlimpah yang butuh kerjaan. Tambal sulam wartawan dalam beberapa bulan merupakan hal yang biasa. Di samping itu, yang namanya wartawan, gaji kecil saja bisa hidup. Ia bisa dapat dari kiri kanan, baik yang halal atau yang subhat bahkan haram.  Namun di lain pihak, justeru kondisi inilah yangg membuat Grup Jawa Pos manju. Maka tak heran pula soal keluar masuk karyawan, mulai yang beberapa bulan masuk, redaktur bahkan level manajer.

Di daerah saya Tasikmalaya, hampir semua wartawan koran dan TV nasional alumni Grup Jawa Pos. Saat kami berkumpul, sering dicandai oleh wartawan lain “sedang reunian” dari almamater yang sama.

Namun demikian, saya tetap berterimakasih untuk koran Grup Jawa Pos tempat asal saya bekerja. Sedikit banyak saya bisa menulis dan mengetik berita, karena bekerja di koran tersebut. Tak salah seorang teman yang juga mantan wartawan koran Grup Jawa Pos, bahwa Grup Jawa Pos ibarat kampus para jurnalis yang mensuplai kebutuhan juranlis-jurnalis di seluruh Indonesia. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun