Mohon tunggu...
Andi Ronaldo Marbun
Andi Ronaldo Marbun Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bayangan Kelam di Balik Tangan Penyembuh: Isu Depresi di Kalangan Mahasiswa Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Indonesia

18 April 2024   22:13 Diperbarui: 19 April 2024   15:00 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) di Kampus UI Salemba (Situs Web UI)

Masa depan para pahlawan kesehatan Indonesia dibayangi oleh kenyataan yang memprihatinkan - sebagian besar mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sedang berjuang melawan depresi.

Skrining kesehatan mental terbaru yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) mengungkapkan statistik yang mengejutkan: 22,4% dari mahasiswa PPDS yang diskrining (dari 12.121) menunjukkan gejala depresi. 

Artikel ini mengulas lebih dalam tentang krisis ini, dengan membahas penyebab, potensi konsekuensi, dan solusi multifaset yang diperlukan untuk mengatasinya. Perincian tingkat keparahan depresi di antara mahasiswa yang diskrining menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. 

Sementara 16,3% mengalami gejala depresi ringan, jumlah yang signifikan bergulat dengan bentuk yang lebih parah: 0,6% dengan depresi berat, 1,5% dengan depresi berat-sedang, dan 4% dengan depresi sedang. 

Angka-angka ini menyoroti prevalensi depresi di seluruh spektrum, bahkan gejala ringan pun dapat memengaruhi kesejahteraan dan kinerja akademis mahasiswa. 


Menurut  Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), saat ini terdapat 279.316 dokter yang teregistrasi pada 38 provinsi sesuai alamat korespondensi, termasuk 59.358 dokter spesialis yang terbagi ke dalam 46 spesialisasi.

Beban Berat: Mengungkap Akar Permasalahan Depresi dalam PPDS

Menurut Japora (2018), Undang-undang (UU) No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran mengatur bahwa status peserta PPDS termasuk mahasiswa dengan hak-hak yang meliputi memperoleh perlindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar, mendapatkan insentif di rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran, serta memperoleh waktu istirahat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 

Akan tetapi, status mahasiswa dari peserta PPDS membuat mereka tidak mendapatkan hak-hak yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti hak atas upah yang layak, jam kerja, dan lainnya.

Argumen ini akan menjadi relevan mengingat peserta PPDS secara de jure juga berperan sebagai residen di rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran yang juga bertugas memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. 

Sifat pendidikan dokter spesialis yang menuntut dan beban yang muncul dari status yang diatur dalam UU tersebut akhirnya berkontribusi pada depresi. 

Mahasiswa PPDS menghadapi jalinan tekanan kompleks yang dapat membuat mereka kewalahan. Jadwal yang padat seringkali melebihi 80 jam per minggu, membuat mahasiswa kurang tidur dan mendambakan udara segar, serta dengan sedikit atau tanpa waktu istirahat atau pemulihan yang cukup dari aktivitas harian lainnya. 

Tantangan akademis yang berat dengan tugas kuliah yang intensif, ujian yang menuntut dengan skala penilaian yang ketat, dan tekanan terus-menerus untuk berprestasi, menciptakan lingkungan kompetisi dan keraguan diri yang tiada henti.

Secara spesifik, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengatakan bahwa peserta PPDS menghadapi pasien dengan tingkat sosial, ekonomi yang bermacam-macam sehingga mereka (PPDS) terpapar risiko terjadi depresi. 

Jika diteliti lebih lanjut, beban finansial dari biaya pendidikan yang berat ditambah dengan meningkatnya biaya hidup juga dapat menambah tekanan yang signifikan selain potensi tertular dari pasien yang dilayani oleh peserta PPDS tersebut. 

Biaya pendidikan dokter spesialis di Indonesia biasanya terdiri dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).

Sebagai contoh, UKT untuk program dokter spesialis di UI dimulai dari Rp12,1 juta per semester, sementara IPI paling murah dimulai dari Rp22 juta yang harus dibayarkan satu kali saat awal pendaftaran. 

Sementara itu, perbincangan tentang calon dokter spesialis atau residen untuk memperoleh bayaran selama pendidikan berlangsung baru muncul pada tahun 2023. 

Menurut Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI, Arianti Anaya, pembayaran terhadap dokter residen selama pendidikan dokter spesialis dirancang sebagai lompatan perubahan dikarenakan selama ini dokter residen tidak mendapat bayaran. 

Rencana kerja sama dengan BPJS Kesehatan dikonfirmasi sedang dibicarakan, sehingga pendapat residen tidak akan dibebankan ke rumah sakit. Dalam hal dokter residen harus membayar uang pendidikan, nantinya pembayaran tersebut akan dibiayai oleh pemerintah.

Lingkaran Setan: Efek Berkelanjutan dari Depresi yang Tidak Diobati dalam Sistem Kesehatan

Depresi di antara mahasiswa PPDS bukan hanya perjuangan pribadi, tetapi juga masalah sistemik dengan dampak yang lebih luas pada sistem perawatan kesehatan. 

Kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang pada akhirnya dapat memengaruhi perawatan pasien dan memperburuk tantangan yang ada.

Kualitas perawatan pasien yang terganggu merupakan konsekuensi potensial dari depresi pada mahasiswa PPDS. 

Depresi dapat menyebabkan berkurangnya empati, gangguan konsentrasi, dan pengambilan keputusan yang buruk.

Seorang profesional medis yang mengalami depresi hampir pasti akan kesulitan untuk terhubung dengan pasien secara emosional untuk memahami kebutuhan pasien secara efektif atau membuat penilaian klinis yang tepat di bawah tekanan. 

Hal ini pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas perawatan yang diterima pasien. Peningkatan kesalahan medis akan menjadi ancaman lain yang semakin menjulang. 

Kelelahan dan tekanan emosional merupakan gejala umum depresi yang dapat menyebabkan risiko kesalahan medis yang lebih tinggi.

Seorang profesional medis yang kurang tidur dan lelah secara emosional lebih rentan terhadap kesalahan yang dapat berakibat serius bagi pasien. 

Kekurangan tenaga spesialis medis yang ada di Indonesia dapat diperparah oleh mahasiswa yang meninggalkan program tersebut karena depresi. 

Tekanan dan beban emosional dapat mendorong beberapa mahasiswa untuk meninggalkan studi mereka, yang akhirnya menciptakan pukulan ganda bagi sistem perawatan kesehatan - tidak hanya kehilangan potensi spesialis masa depan ini tetapi juga investasi yang dilakukan dalam pendidikan mereka.

Memutus Lingkaran Setan: Pendekatan Multifaset untuk Mendorong Kesejahteraan

Mengatasi masalah multifaset ini memerlukan strategi komprehensif yang mengatasi isu dari akarnya dan mendorong budaya kesejahteraan dalam PPDS. 

Deteksi dini dan intervensi sangat penting dalam memutus siklus depresi. Skrining kesehatan mental yang teratur dan komprehensif di seluruh PPDS dapat mengidentifikasi mahasiswa yang berisiko pada tahap awal. 

Dengan mengenali tanda-tanda depresi sejak dini secara terapi dan terarah, program pendukung yang relevan dapat diimplementasikan untuk melakukan intervensi secara efektif sebelum kondisi tersebut memburuk.

Diskusi terbuka tentang masalah kesehatan mental dan pembinaan lingkungan yang mendukung sangat penting untuk menghilangkan stigma dalam mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental. 

Program dan lokakarya pendidikan dapat memainkan peran penting dalam mencapai hal ini. Dengan mendiskusikan secara terbuka tentang kesehatan mental dan dampaknya, peserta PPDS didorong untuk mencari bantuan tanpa takut dihakimi atau mengalami stigmatisasi. 

Menanamkan budaya yang menghargai kesejahteraan menjadi hal yang terpenting. Mendorong jadwal kerja yang sehat dengan istirahat, termasuk waktu khusus untuk istirahat dan relaksasi, akan sangat berguna. Pengaturan kerja yang fleksibel, jika memungkinkan, juga dapat dipertimbangkan.

Menciptakan layanan kesehatan mental yang tersedia dan rahasia di dalam universitas dan rumah sakit juga memiliki peran positif. Layanan ini harus dikelola oleh profesional yang berkualifikasi dan terlatih untuk menangani kebutuhan khusus mahasiswa kedokteran. 

Membekali mahasiswa dengan teknik pengelolaan stres seperti pelatihan kesadaran, latihan relaksasi, dan keterampilan manajemen waktu dapat memberdayakan mereka untuk menavigasi jadwal yang padat dan tantangan emosional secara efektif. 

Selain itu, legislasi untuk mengatur pembayaran peserta PPDS yang juga berperan sebagai residen juga harus dilanjutkan sampai tuntas hingga diwujudkan dalam produk hukum positif. 

Dengan bekerja bersama dan memberikan prioritas pada kesejahteraan mental mahasiswa PPDS dalam konteks legislasi,

Indonesia dapat menciptakan sistem perawatan kesehatan yang tidak hanya memberikan perawatan pasien yang luar biasa tetapi juga membina lingkungan yang mendukung dengan spesialis masa depan yang dapat berkembang pesat. 

Pada akhirnya, dengan memprioritaskan kesejahteraan mental mahasiswa PPDS, Indonesia dapat berinvestasi pada masa depan tenaga medisnya dan memastikan perawatan terbaik bagi para warga negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun