Mohon tunggu...
Dahliani Twoen
Dahliani Twoen Mohon Tunggu... Guru - Guru TK

Rindu jari menari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Kartini Biasa

30 April 2017   17:31 Diperbarui: 30 April 2017   17:37 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di penghujung bulan April ini saat sisa sisa perayakan tentang hari Kartini masih melekat, dengan berita tak hanya dari anak anak , remaja dan orang dewasa dengan macam kebayanya, Hampir setiap pagi aku kedatangan dua orang ibu yang menjajakan makanan buat sarapan pagi,si ibu  entah ingat atau tidak kalau hari itu tanggal 21 april adalah hari lahirnya RA. Kartini  pahlawan emansipasi wanita.

 Ibu penjual nasi kuning dan ibu penjual awug itu dengan jalan tertatih mengenakan sendal jepit dan berbaju daster, Ibu penjual awug selalu mampir ke rumahku untuk menawarkan  makanan awug untuk sarapan , makanan khas daerah sunda yang terbuat dari tepung beras dan gula merah ini rasanya manis, dengan kemasan sederhana hanya di bungkus kertas nasi dengan harga 5 ribu rupiah tiap bungkusnya , dari segi kemasan sepertinya tidaklah menarik tetapi setelah di icip icip rasanya boleh juga, si ibu ini akan ceria jika aku membelinya kembali hingga 1-2 bungkus.

Sedangkan si ibu penjual nasi kuning selalu menjajakan dagangannya ke sekolahku, meski di sekolahku melarang untuk membeli jajanan karena setiap siswa di wajibkan membawa bekal dari rumah tetapi ada saja orang tua yang lupa memberikan bekal makanan untuk anak anaknya. begitu juga dengan pedagang ada saja orang dengan bebas menjajakan dagangannya ke sekolah, seperti si ibu penjual nasi kuning ini hampir setiap pagi sebelum anak anak masuk kelas selalu mengirim nasi bungkus dengan harga 6 ribu rupiahsetiap bungkus.  Sebuah dilema antara aturan dan kebutuhan terkadang ada beberapa orang guru yang merasa kasihan untuk membelinya dan berharap si ibu penjual nasi kuning ini dagangannya cepat habis dan berlalu dari lingkungan sekitar sekolah, Meskipun harganya tidak sama dengan yang lain tapi menurutnya tak apalah untungnya tidak  seberapa.

Dua orang ibu yang seharusnya beristirahat, diam di rumah sambil mengurus anak cucu, tetapi mereka memilih mencari uang dengan cara yang halal dan jujur, tak ada yang salah dengan pekerjaan ini, bantuanku dan guru guru tidak seberapa  namun akan sangat berharga bagi kedua ibu ini  yang selalu berjuang setiap harinya, yang di lakukan dua orang ibu sederhana saja ia ingin menghidupi dirinya dengan cara yang benar. walau harus melawan aturan.

Perempuan-perempuan pejuang keluarga ini, bukan hanya berjuang di medan perang, tapi berjuang dalam segala keadaan. Untuk menyambung hidupnya di hari esok, RA. Kartini berjuang dengan surat yang dilayangkan, lalu dibalas dan dikumpulkan menjadi sebuah literasi yang mengagumkan. RA. Kartini dari kalangan ningrat tapi, si ibu pedagang ini bukan dari kalangan ningrat yang dianggap paling bermartabat. Bukan juga dari warga yang berkelas. Tapi mereka adalah bukan perempuan biasa ia adalah perempuan pemberani di negeri ini  mengumpulkan recehan dari hasil keringatnya.

Ini Bukan tentang Kartini yang harus beremansipasi tetapi tentang kartini kartini yang berani maju memikul beratnya persoalan hidup, Mereka adalah perempuan perempuan kuat yang berani bertarung melawan kerasnya kehidupan,  Mereka yang dengan sekuat tenaga mempertahankan kehidupan, Mereka yang bersimpuh memohon kebaikan. Bukan dengan memelas meminta belas kasihan, Mereka yang berpeluh mengembalikan stabilnya keuangan. Mereka yang berkiprah di dunia yang semakin meriah. Kututup bulan April ini dengan doa untuk mereka semua.

Cimahi 29042017       

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun