Mohon tunggu...
Allan Maullana
Allan Maullana Mohon Tunggu... Teknisi -

Bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Hanya remah-remah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

KRL-an ke Museum Multatuli di Rangkasbitung

11 Maret 2018   21:22 Diperbarui: 12 Maret 2018   08:39 2844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Suasana Stasiun Tanah Abang di pagi hari, Dokumentasi Pribadi)

Beberapa hari lalu istriku, Meita Eryanti merajuk untuk minta ditemani ke Museum Multatuli, sebuah bangunan berarsitektur khas kolonial yang terletak di sudut Alun-alun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.

Aku tidak langsung mengiyakan begitu saja dan aku bertanya "Mau naik apa ke sana?" Sambil tersenyum dan menyuguhkan segelas teh manis hangat ia menjawab, "Naik KRL".

Menurutku ini jawaban yang tepat. Karena ini adalah moda transportasi yang nyaman, aman, murah, dan terjangkau dari rumah kami. Coba bayangin kalau ke sana naik sepeda motor, apa yang terjadi dengan pantat ini. Bagaimana dengan bus?

Setelah mencari tahu dari Mbah Google, terminal bus di Rangkasbitung (Mandala) terletak 3,7 KM dari Museum Multatuli. Menurutku itu kan jauh. Itu artinya kami harus menyambung perjalanan kembali dengan menggunakan moda transportasi lain.

Kami keluar dari rumah dan tiba di Stasiun Bekasi tepat di pukul 04.20 WIB. Menunggu KRL (Kereta Rel Listrik). Setelah menunggu hampir 10 menit, suara petugas announcer memberi informasi bahwa KRL dengan nomor rangkaian KA 1307 datang dari Dipo akan segera masuk di jalur 3 dengan tujuan Jakarta kota lewat Jatinegara, Manggarai,Juanda.

Petugas announcer menginformasikan juga kalau KA 1307 mengalami keterlambatan dalam keberangkatannya. Menurut info dari KRL access yang ada di gawai kami, KA 1307 dijadwalkan akan berangkat pukul 04.30 WIB, akan tetapi KA 1307 yang kami tumpangi baru bisa berangkat pukul 04.43 WIB.

Keterlambatan perjalanan ini tidaklah masalah bagi kami, karena kami sudah menyiapkan waktu panjang untuk perjalanan jauh ini. Sebetulnya kami mengagendakan berangkat dari Stasiun Bekasi menggunakan KRL dengan nomor rangkaian KA 1309 keberangkatan pukul 04.55 WIB.

Sehubungan ada informasi dari petugas announcer mengenai keterlambatan KA 1307 sehingga membuat kami memutuskan untuk berangkat menumpangi KRL tersebut. Ada rasa sedikit khawatir kalau seandainya kami berangkat sesuai agenda pun akan mengalami keterlambatan.

KA 1307 tiba di Manggarai Pukul 05.15 WIB. KRL segera berhenti di Jalur 3. Pintu sebelah kiri terbuka dari datangnya arah kereta. Kami segera turun untuk transit menuju stasiun Tanah Abang. Petugas announcer di Stasiun Manggarai menginformasikan bahwa di jalur 5 sudah tersedia KA 1601 jurusan Bogor-Angke. Terlihat penumpang lain berlarian menyebrang rel di jalur 4 untuk menuju jalur 5.

Tak mau kalah dan takut ketinggalan KRL, kami berdua melangkahkan kaki lebih cepat. Berlari kecil dengan tergesa-gesa. Pasalnya untuk menyeberang ke jalur 5 harus berjalan ke ujung rangkaian KRL terlebih dahulu karena jalan penyeberangan penumpang di jalur 4 tertutup oleh rangkaian KRL. Tidak membutuhkan waktu lama kami sudah masuk ke dalam KRL. KA 1601 pun berangkat dari Manggarai pukul 05.17 WIB.

Jam tangan berwarna ungu menunjukkan pukul 05.30 WIB, KA 1601 tujuan Bogor - Angke tiba di Stasiun Tanah Abang. Kami harus turun untuk transit kemudian berganti KRL kembali. Terdengar kembali suara petugas anouncer di Stasiun Tanah Abang yang memberi informasi kalau KRL tujuan Rangkasbitung sudah tersedia di jalur 6 dengan nomor rangkaian KA 1914 pemberangkatan pukul 05.50 WIB.

Untuk naik KRL tujuan Rangkasbitung yang ada di jalur 6 kami harus menyebrang jalur 3, 4 dan 5 dengan menaikkan anak tangga di stasiun Tanah Abang. Mengingat masih ada waktu 20 menit kami menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah salat subuh di Stasiun Tanah Abang.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Rangkas Bitung. KA 1914 berangkat pukul 05.51, kelewat satu menit yah. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi kami berdua.

Dalam perjalanan, ketika lewat dari Stasiun Serpong kami melihat pemandangan yang berbeda, rumah-rumah perkampungan warga, area persawahan dan perkebunan, perumahan-perumahan yang sedang dalam tahap pembangunan sampai tambang batu kapur tersuguhi dalam perjalanan ini.

Beruntungnya jalur KRL Tanah Abang-Rangkasbitung yang dalam peta rute perjalanan berwarna hijau itu berjalanan dengan lancar. Tidak ada kereta api jarak jauh yang mengharuskan KRL menepi di beberapa stasiun layaknya pada jalur KRL Jakarta Kota Bekasi/Cikarang.

Kami tiba di Stasiun Rangkas Bitung pukul 07.48 WIB. Beruntungnya KRL yang kami tumpangi pun tiba lebih awal dari jadwal kedatangannya. Kalau lihat di jadwal yang ada di KRL access, KA 1914 baru akan tiba di Rangkas Bitung pukul 07.51 WIB.

(Suasana Stasiun Rangkas Bitung: Dok. Pri)
(Suasana Stasiun Rangkas Bitung: Dok. Pri)
***

Perjalanan kami berlanjut. Dari Stasiun Rangkasbitung untuk menuju Museum Multatuli yang ada di dekat Alun-alun Rangkasbitung. Sebenarnya sih ada beberapa moda transportasi pilihan, mulai dari angkot, ojek hingga becak. Menurut Mbah Google Jaraknya hanya 1 KM.

Kami melanjutkan perjalanan dari Rangkasbitung dengan berjalan kaki, waktu yang kami tempuh kurang lebih 20 ment saja. Sebenarnya juga tidak terasa jauh karena pagi hari suasana di Rangkasbitung masih teduh, matahari masih agak condong di bagian timur.

Yang membuat tambah menarik lagi, di hari Minggu pagi Alun-alun Rangkasbitung ada car free day loh... Jadi buat yang mau cari jajanan atau mau sarapan disana nggak perlu khawatir. Ada banyak pilihan makanan, mulai dari bubur, lontong sayur, soto tangkar, roti bakar, martabak telor mini, siomay, batagor, takoyaki dan lain-lainnya tersedia di sana.

Museum Multatuli gerbangnya dibuka pukul 06.00 pagi, tetapi gedungnya baru dibuka pukul 09.00 WIB. Museum ini baru diresmikan pada 11 Februari 2018. Bangunan ini merupakan bekas kantor dan kediaman Wedana Lebak yang dibangun pada tahun1920-an.

Museum ini berisikan diorama kehidupan rakyat Lebak sebelum kemerdekaan. Menceritakan bagaimana penjajahan masuk ke Nusantara dan bagaimana terjadinya perlawanan-perlawanan rakyat Lebak terhadap kolonial. Yang menjadi pusat pamerannya adalah buku Max Havelar berbahasa Prancis yang ditulis oleh Multatuli.

Siapa sih Multatuli itu?

Multatuli adalah nama pena dari Eduard Douwes Deker. Dia adalah asisten residen di Lebak yang bermukim di Rangkas Bitung. Multatuli ingin membuka mata dunia tentang busuknya kolonialisme di Hindia Belanda lewat bukunya.

Museum Multatuli jadi satu halaman dengan perpustakaan Saidjah Adinda. Sayangnya perpustakaan itu tutup di hari minggu. Sehingga kami tidak bisa melihat ke dalamnya. Namun kami beruntung bisa melihat aktifitas mobil perpustakaan keliling di depan gedung perpustakaan.

(Patung Multatuli berada di samping halaman Museum: Dok. Pri)
(Patung Multatuli berada di samping halaman Museum: Dok. Pri)
Di halaman samping Museum ada patung Multatuli yang sedang membaca buku, patung ini menjadi favorit pengunjung sebagai spot berfoto, sekadar selfie atau mendokumentasikan diri bahwa sudah pernah mengunjungi Museum tersebut.

Sesampainya di Museum Multatuli kami menghitung kembali waktu tempuh perjalanan, jika dari stasiun Bekasi pukul 04.43 WIB dan sampai di Stasiun Rangkas Bitung pukul 07.48 WIB, itu artinya perjalanan menempuh waktu selama 3 jam 5 menit. Supaya kami masih bisa melihat matahari ketika sampai di Bekasi, kami harus segera pulang sebelum sore tiba.

Bekasi, Minggu 11 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun