Mohon tunggu...
Aliva Rosdiana
Aliva Rosdiana Mohon Tunggu... Penulis - edupreneur

Sebagai seorang edupreneur, saya harus mengasah diri dengan meningkatkan kualitas diri agar menjadi seorang yang memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perlunya Komitmen Pranikah

22 Juli 2017   21:33 Diperbarui: 23 Juli 2017   17:55 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Komitmen pranikah? Perlukah? Setiap orang memiliki sudut pandang berbeda mengenai penting tidaknya perjanjian pranikah. Dalam situasi tertentu dan kondisi tertentu pula, komitmen pranikah tidak terlalu dibutuhkan. Kondisi hamil di luar nikah, menjadikan (terutama) seorang wanita frustasi karena ketidaksiapan secara psikologis. Begitu pun juga berlaku bagi seorang pria pelaku hamil di luar nikah, entah karena khilaf terpaksa menikahi seorang wanita yang bukan pilihannya. Bagaimana mau berkomitmen jika kondisinya menuntut seseorang untuk segera melangsungkan pernikahan? Jika hal ini terjadi, maka pasutri harus mau menerima konsekuensi jika terjadi masalah dalam rumah tangga di masa depan.

Sebelum masuk pada bahasan pentingnya perjanjian pranikah, perlu seseorang itu menjawab dirinya terlebih dahulu mengapa seseorang menikah. Di dalam ayat Al Quran, Allah SWT sudah menjanjikan kepada umatnya untuk hidup berpasang-pasangan dalam surat Ar-Ruum ayat 21: "Dan diantara tanda-tanda kekuasanNya dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tentram kepadaya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." Janji yang tertera dalam Al-Quran mutlak adanya. 

Tidak ada alasan bagi jombloers yang mengaku belum ketemu jodohnya sampai akhirnya jadi bujang lapuk. Naudzubillah min dzalik. Semoga tidak. Allah SWT pun menjanjikan jodoh yag baik akan bertemu dengan yang baik pula begitu pun sebaliknya dalam firman Allah Surah An Nur ayat 26, "Wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita uang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik pula.." Maka bertakwalah kepada Allah SWT niscaya engkau akan diberikan jodoh yang baik dunia akhirat.

Perjanjian pranikah tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun sering kita temui calon pasangan sebelum menginjak ke jenjang pernikahan melakukan komunikasi berkomitmen mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika suatu hari keduanya melakukan sesuatu yang disukai maupun tidak disukai pasangannya. Sampai-sampai mereka melakukannya hitam di atas putih bermaterai pula.

Perjanjian pranikah atau istilah kerennya dalam bahasa Inggris "Prenuptial Agreement" marak ketika Rafi Ahmad dan Nagita Slavina menandatangani kontrak janji pranikah salah satunya mengenai harta gono gini jika akhirnya terjadi perceraian. Dalam UU No.1 tahun 1974 mengatur perjanjian perkawinan, yang mana saat ijab kabul ikrar suami di depan penghulu disaksikan para hadirin dan Allah SWT. Sedangkan perjanjian pranikah dilakukan sebelum pernikahan berlangsung. Khusus perjanjian pranikah ini telah diatur dalam Undang-Undang pasal 29. Dalam hal ini perjanjian pranikah dibolehkan dan disahkan oleh hukum asalkan tidak melanggar agama, asusila, maupun hukum.

Dua orang yang sedang dirundung kasih dan ingin hubungannya diakui dalam ikrar suci pernikahan diperbolehkan berkomitmen satu sama lain dalam janji pranikah. Tujuannya adalah untuk menemukan kecocokan antar keduanya agar tidak menyesal dikemudian hari. Sebuah perkawinan tidak hanya menyatukan dua manusia saja, tetapi juga kedua keluarga. Seringkali saat berpacaran mereka merasa cocok dan nyambung berkomunikasi. Perbedaan muncul ketika pengaruh nilai-nilai dalam keluarga berbeda. Tidak dipungkiri umumnya orang merasa nilai-nilai yang telah ditanamkan keluarganya terhadap dirinya benar. Namun tidaklah sama dengan nilai-nilai keluarga lain. Sehingga kejujuran dan keterbukaan sangat diperlukan dalam perjanjian pranikah.

Gaya hidup dalam keluarga mempengaruhi kebiasaan pasangan ketika tinggal dalam satu rumah. Biasanya yang menjadi seseorang peka adalah perlakuan orangtua terhadap sang anak. Ada orangtua yang beranggapan bahwa laki-laki bukan tempatnya dia berada di dapur dan melakukan kegiatan rumah tangga. Dan ada pula calon mertua yang menghendaki calon istri bagi anaknya seorang wanita karir. Jika hal ini bertentangan dengan keluarga si calon pasangan, apa yang harus dilakukan? 

Keputusan tentu saja ada dalam genggaman pasangan tersebut. Namun perlu diketahui komitmen yang sudah dibangun di awal tidak serta merta akan mulus jalannya sesuai komitmen yang telah dibuat. Penyesuaian untuk lebih mengenal satu sama lain sangat dibutuhkan dan saling pengertian. Terkadang orang ketiga seperti adik ipar atau kerabat menjadi penggoyah ikatan dan komitmen yang telah mereka buat. Bagaimana jika hal ini terjadi? Jalan satu-satunya adalah komunikasi suami istri. 

Pohon kelapa tidak pernah runtuh ketika angin kencang meniupnya. Begitupun dalam rumah tangga. Segala gangguan dari luar pasti ada sebagai bentuk ujian pasangan suami istri. Tetap ingatlah Allah SWT selalu melindungi kita. Tetap jaga kepercayaan karena menjaga kepercayaan itu paling sulit, paling mudah jika kita memutuskan kepercayaan itu. Allahu A’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun