Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa di dalam Sastra dan Kesadaran

5 April 2020   21:24 Diperbarui: 5 April 2020   22:59 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Semua makna mempunyai kedalaman yang tak dapat disampaikan dengan analogi. Jelas, mempermudah adalah hal terdasar dari analogi. Maksud murni A tidak akan dapat dijelaskan dalam B. Hal ini terjadi, karena diferensial tanda dalam bahasa, yang majemuk, goyah, dan tidak stabil.

Dalam kehidupan manusia, tanda tak terbatas, setiap kebudayaan manusia dalam suatu wilayah mempunyai tanda yang berbeda dengan tanda di wilayah lain. Dengan demikian, penafsiran terhadap sesuatu akan majemuk, bahkan mencapai titik yang tak terbatas. Tidak ada medan pemaknaan tunggal dalam sebuah teks. Begitu pula dalam mengkhayati kehidupan manusia ada-dalam-dunia.

Setiap subjek mempunyai pengalaman makna yang berbeda-beda atas kegelisahan eksistensialnya. Bermula dari pertanyaan mengapa kita ada, manusia bergerak menuju sebuah ruang-ruang pencarian tanpa henti, akal budi bertanya dan berakhir dengan pertanyaan.

Ketika pertanyaan tidak ada lagi, kesadaran pun tidak memungkinkan untuk hadir, semuanya telah tiada dan berakhir. Meski berbau antroposentris yang sangat kuat, di sini tak dapat disangkal ada sebuah objek-objek yang diserap dan dicerna oleh manusia. Di sini, manusia berpijak pada dua tebing epistemologis secara bersamaan, yakni rasionalisme dan empirisme.

Lantas, dengan berbagai kemungkinannya, kita mengetahui bahwa pra-kesadaran terdapat objek-objek material sebelum ternamai oleh akal, Post-kesadaran akan tetap ada objek-objek material yang telah ternamai dan tidak ada yang membahasakannya kembali, singkatnya, berhentinya proses pencarian dan kebahasaan. Manusia, seperangkat penamaan terhadap yang belum ternamai.

Manusia ditakdirkan sunyi saat ini, atau ia dapat membahasakan maknanya kepada yang lain dengan simbol-simbol matematis di masa depan sana, ketika ia telah berjumpa dengan makhluk yang nyaris sama dengannya (alien). Singkatnya, yang lain mempunyai sebuah kesadaran akan eksistensinya, adanya proses bahasa, simbol, dan tanda.

Pertanyaan akan hadir dengan membabi buta, misterius, dan sering kali merasuk pada kegelisahan yang amat mendalam. Pernahkah Anda sebagai manusia bertanya, untuk apa kita Ada dengan kesadaran yang sangat melelahkan ini? Mengapa evolusi kita sebagaimana a la Darwin memilih manusia untuk berkesadaran? Mengapa atom-atom berevolusi menghasilkan sebuah kesadaran? Mengapa? Dan untuk apa kesadaran kita? Hanya melakukan aktivitas makan, minum, seksualitas, tidur, dsb, singkatnya proses fisiologis. Untuk itukah kesadaran?

Dengan demikian, tidak ada bedanya struktur manusia dengan hewan. Yang hanya mengandalkan insting untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Ya, kesadaran akan mengejewantah dalam bahasa, dan akan bergerak pada proses pemaknaan. Sehingga, keberadaan manusia tidak hanya seonggok materi-materi yang terombang-ambing.

Objektifitas murni tidak ada dalam sejarah ilmu pengetahuan manusia. Subjektif murni pun tidak ada. Yang ada adalah sebuah pijakan pada dua tebing yang saling melengkapi, yakni subjek yang mengenali objek dan objek yang dikenali oleh subjek. Aku terhadap sesuatu di depanku, yang aku cerna oleh kesadaranku. Antara subjek dan objek ada sebuah jarak, sebuah ruang kediantaraan subjek dan objek.

Di sanalah terjadi sebuah proses kebahasaan, proses pemaknaan, interpretasi atas sebuah objek. Sebuah interpretasi yang tak kunjung henti, dirombak, dibangun, dan dirombak kembali. Selamat datang dalam rimba tanda tanya, sebuah kemungkinan dalam pencarian yang tak terbatas jumlahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun