Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memulai Toleransi dari Tradisi Buka Bersama

16 Juni 2017   04:36 Diperbarui: 16 Juni 2017   04:47 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buka Bersama - gaulfresh.com

Jika kita ingin melihat Indonesia yang hidup dengan kualitas toleransi beragama yang istimewa, maka tak lain kita harus melihat kepada masa depan. Itu berarti, kita harus melihat kepada generasi mendatang, barangkali terhadap anak-anak dan mereka yang kelak dilahirkan. Dan mumpung sekarang bulan Ramadhan, mari kita bicarakan bagaimana Ramadhan bisa digunakan untuk menanamkan toleransi beragama kepada anak-anak.

Bagi anak-anak di Indonesia, Ramadhan adalah kegembiraan. Mereka merasakan suasana yang berbeda dari bulan-bulan biasanya di mana ada ritual berbuka, sahur, dan puncaknya diakhiri dengan Idul Fitri. Di negara Barat di mana muslim adalah minoritas, toleransi dalam Ramadhan mereka – yang tidak memiliki euforia seperti di Indonesia – dilakukan dengan mengajak muslim mengadakan festival. Kegiatan yang dilakukan adalah sejumlah kegiatan kesenian seperti musik dan story telling.Masyarakat non-muslim yang menjadi mayoritas membukakan tangannya untuk mendengarkan bagaimana Ramadhan secara spirit dari mayoritas muslim. Masalahnya, bagaimana mengadakan festival di negara dengan muslim sebagai mayoritas?

Iftar, atau berbuka puasa, adalah berkah yang secara otomatis mengubah mood orang yang menjalankan ibadah puasa menjadi positif. Mengapa suasana hati yang gembira itu tidak digunakan untuk memupuk toleransi? Bukber, adalah istilah prokem untuk menyebut “buka bersama”, atau menyantap hidangan berbuka dengan bersama-sama. Mengapa orang dewasa tidak memulai mengadakan festival iftar dengan mengundang anak-anak dari seluruh agama?

Ada banyak yang bisa dilakukan dalam hal ini. Dari sisi muslim, mereka bisa membagi-bagikan kebudayaan Islam yang mereka hidupi sebagai warga negara Indonesia dengan masyarakat non-muslim.

Anak-anak bisa mengisahkan bagaimana mereka berjaga di tengah malam dan berkeliling kampung menabuh bedug untuk membangunkan orang sahur. Juga bagaimana suasana saat shalat tarawih.

Namun, yang tidak kalah penting adalah bahwa acara berbuka itu dilakukan dengan pikiran yang terbuka. Bahwa, terhadap anak-anak, orang dewasa tidak bisa melenyapkan kejujuran di mana mereka tidak pernah memandang kawan sebayanya dari sudut pandang perbedaan agama. Anak-anak tetaplah anak-anak. Perkelahian bisa diselesaikan hanya dalam hitungan jam. Menjaga kualitas kejujuran anak-anak adalah hal mendasar yang bisa dilakukan orang tua untuk membangun masyarakat yang toleran.  Bagi masyarakat muslim, mulailah dari iftar.

Dengan menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, diharapkan akan banyak melahirkan generasi yang toleran. Hal ini penting karena saat ini tindakan intoleran begitu masif terjadi di Indonesia, yang sebenarnya sangat toleran. Kenapa intoleransi akhir-akhir ini sering bermunculan? Karena kelompok ini menghendaki suasana yang damai di Indonesia menjadi tidak kondusif. Karena itulah, penting kiranya anak-anak kita mengenal toleransi sejak dini. Karena Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman yang sangat tinggi, makanya belajar toleransi merupakan keniscayaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun