Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Bisnis Melalui Facebook Menjadi Pondasi Keluarga

22 Juli 2017   10:09 Diperbarui: 23 Juli 2017   09:01 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: topsy.one

"Tidurlah sayang, sudah 5 hari ini pean kurang tidur"

Kalimat di atas masih tersimpan rapi dalam memori saat menasihati istriku. Waktu itu seringkali terpaksa sampai kurebut handphone dari tangannya. Tidak seperti kebanyakan pasangan yang menggugat cekcok karena asyik bermain gadget. Saat itu gadget hampir tidak pernah lepas dari tangan istri bukan untuk bermain, tapi untuk memulai sebuah usaha. Sejak memulai usahanya, jarang sekali dia tidur lebih dari tiga jam saat malam hari. Tidak terasa, sudah 3 tahun yang lalu tepatnya kejadian tersebut. Adalah Facebook yang memberitahukanku pagi ini tentang foto-foto produk usaha istri nangkring di wall, terima kasih untuk Facebook.

Awalnya tulisan ini hanya ingin saya konsumsi sendiri dan saya dedikasikan untuk istri, yang kebetulan ulang tahun hari ini tanggal 22 Juli. Namun mempertimbangkan beberapa hal, sepertinya tulisan ini bisa saja dibaca pasangan suami-istri baru, terlebih bagi pasangan yang memutuskan merantau dan memulai kesemuanya dari nol.

Kami menikah pada tahun 2011 dan memutuskan untuk "ngontrak" di area tempat saya mengabdi. Tidak dekat dengan keluarga istri maupun keluarga saya. Seperti keluarga muda lainnya, kami menghabiskan banyak waktu untuk merancang visi kehidupan. Terkadang kami juga menghabiskan waktu-waktu malam untuk melamun hal-hal yang ingin kami capai, meskipun dalam lamunan pun kami sering beda pendapat. Misalnya, saat istri saya mengidamkan rumah, mobil dan blabla, tiba-tiba dia cemberut ketika saya hanya mengidamkan bisa berangkat kerja sambil naik sepeda (onthel) yang lumayan bagus. 

Hal lain yang lebih membuat dia cemberut adalah saat saya mengidamkan memiliki 5 anak laki-laki semua. Itulah keluarga muda yang memulai semuanya dari mimpi. Tentu hal-hal sepele tadi belum seberapa. Anda yang sudah menikah pasti tau banyak cerita tentang hal-hal sederhana terkait mimpi dan cita-cita. Bagi yang belum, saya doakan segera menikah saja.

Tiga tahun pasca menikah, saat itulah istri meminta izin untuk memulai "bisnis" jilbab (bahasa kerennya hijab). Padahal sebulan sebelumnya saya baru saja mengalami getirnya gulung tikar. Dalam hati saya berkata, "Haa bisnis??" Usaha kecil-kecilan saja lah tepatnya. Namun dia tetap ngotot dengan istilah "bisnis". Bisnis memiliki orientasi pengembangan, sedangkan berdagang sepertinya hanya berorientasi pada laku dan habisnya barang dagangan. Paradigma tersebut mungkin yang ada dalaam pikirannya saat itu. Kengototannya membuat hati saya luluh, dan mulai yakin bahwa suatu saat nanti dia akan berhasil dalam bisnisnya.

Ini jelas bukan tulisan motivasi. Tapi saya tetap yakin bahwa keyakinan adalah modal pertama memulai sesuatu. Tentu saya tidak akan menjelaskan mengapa orang yang yakin akan berhasil, karena anda sepertinya sudah fasih dengan hal itu dari Pak Maria, Pak Tung sampai dari AA. Hanya saja kita perlu membedakan keyakinan sebagai proses dan mana yang menganggap keyakinan sebagai hal final. 

Kenapa saya meyakini istri saya akan sukses dengan bisnisnya? Jawabannya adalah karena dia menyadari betul bahwa keyakinannya tentang sukses adalah sebuah jalan panjang. Bukan hasil akhir. Namanya juga jalan panjang, dia paham harus segera memulai langkahnya dengan belajar dan mempersiapkan segala sesuatu semaksimal mungkin. Usahanya dimulai hanya dengan memposting foto-foto amatiran tentang produknya di Facebook dengan brand nama depannya. 

Saya masih ingat betul saat saya dipaksa menjadi fotografer dadakan menggunakan kamera smartphone kelas bawah. Modal awalnya juga tidak bisa dikatakan banyak, hanya uang sisa modal usaha sebelumnya yang sudah gulung tikar. Tidak lebih dari 300 ribu. Tiga tahun yang lalu, dan sekarang puji syukur dia telah bekerja sama dengan 5 karyawan dan banyak mitra penjahit.

Saya punya cerita terkait betapa kekeuhnya istri saya menggeluti usahanya. Suatu ketika saya pernah ditegur dengan menggunakan guyonan oleh salah satu teman saya. "Istrimu hebat ya. Sudah hamil, ngantar barang dari rumah ke rumah sambil bawa Si Kecil pula. Udah gitu hujan dan tidak pakai mantel". Dalam hati saya kaget plus nelongso. Kalau dia izin mau nganterin barang, iya saya tahu. Tapi kalau sampe dia kehujanan, itu yang saya tidak tahu.

Sepulang kerja saya bertanya kenapa nekat saja nganter barang sambil hujan-hujanan. "Soalnya sudah kadung janji hari ini, Yah." Saya menganggap ini bentuk komitmen! Komitmen adalah pondasi dari integritas. Banyak cerita lainnya terkait kengototan istri saya kalau sudah menyangkut janji, bukan hanya dengan customer,tapi juga dengan siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun