Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mudik

2 Agustus 2013   15:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen Agus Pribadi

"Assalamu'alaikum. Aku pulang, Bu." Ibuku diam saja. Perempuan yang telah melahirkanku 25 tahun yang lalu itu tetap sibuk dengan mengiris ketupat janur dan mengguyurnya dengan kuah opor ayam yang menguarkan bau sedap.

"Ibu marah denganku? Apa karena hampir setahun di kota aku tak berkirim kabar?" Ibu tetap diam. Memunggungiku, tak mau mendengar ucapanku.

"Aku sibuk, Bu. Aku harus mencapai target penjualan yang ditentukan perusahaan. Hidup di kota besar tidak mudah, Bu. Harus menaklukkan jalanan yang macet dan penuh debu. Harus memenangkan persaingan hidup." Aku membela diri di hadapan ibu.

Air mataku membanjir seiring bunyi takbir, tahlil, dan tahmid yang mulai terdengar dari masjid ujung kampung. Ibu tak menganggapku lagi. Anak lelaki bungsunya yang dulu selalu dimanjanya.

Aku terduduk di ambang pintu belakang. Ibu hanya melewatiku menuju ke sumur mengambil air wudhu. Ibu kembali melewatiku menuju ke ruang pesolatan. Aku merasa seperti daun kering yang dijatuhkan oleh dahan kokoh yang tak lagi membutuhkanku. Suasana itu membawa lamunanku pada perjalanan mudikku tahun ini.

"Gus, kamu pulangnya naik bis saja. Jangan naik sepeda motor. Naik bis lebih aman, Gus."

"Ibu minta dibelikan apa?"

"Apa saja boleh, Gus. Yang penting kamu selamat sampai di rumah dan bisa berkumpul dengan keluarga di hari lebaran nanti."

Sebenarnya aku ingin mudik dengan sepeda motor baruku. Sepeda motor yang kubeli dengan jerih payahku sendiri. Aku ingin menunjukkan pada seorang gadis di kampungku yang telah memutuskan hubungan cintanya denganku, bahwa aku kini telah sukses dan mandiri. Aku bukan lagi lelaki cemen yang dikatakannya dulu. Meski aku yakin dia tetap akan berpaling dariku. Karena aku pernah mendengar kabar dia akan menikah dengan lelaki lain yang kaya raya di akhir bulan syawal.

Akhirnya aku menuruti ucapan ibu lewat telfon itu. Aku pulang naik bis. Mudik lebaran yang sudah sangat kunanti. Aku sudah kangen dengan suasana kampung. Suasana santai tanpa dibebani target penjualan dan penjualan. Tanpa ada tekanan dari atasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun