Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Persekusi, Perempuan Lebih Berperan Jaga Toleransi

12 Maret 2018   05:32 Diperbarui: 12 Maret 2018   06:05 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Persekusi, BUkan Budaya Indonesia (www.kompas.com)

Persekusi dan Ujaran Kebencian Muncul Karena Beda Agama

Salah satu fenomena yang sangat serius menjadi perhatian kita adalah tindakan persekusi oleh sekelompok orang atau ormas kepada pihak atau orang lain dengan alasan telah melecehkan agama mereka. Setiap agama tentunya memiliki kebaikan dan wajar bila mengikuti kebaikan setiap agama. Sebab agama diturunkan untuk memberikan kebaikan dan Indonesia adalah bukti keberagaman suku, agama dan perbedaan budaya atau warna kulit.

Hal ini sudah harus kita syukuri dan patut kita jaga keberagaman itu menjadi alat untuk menyatukan kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Selalu berulang dikatakan mari kita jaga keberagaman menjadi harta terbaik Indonesia dimata dunia internasional. 

Benturan-benturan antara ormas radikal dengan agama lain tidak dapat terbendung lagi, walau aparat penegak hukum sigap dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, kita harus tetap was-was dan menyuarakan agar kembali pada hukumnya, hukum Toleransi Beragama!

Survey nasional menunjukkan muslim Indonesia tidak suka terhadap ormas radikal. Jumlah responden bahkan lebih dari setengah menyatakan Antiormas Radikal. Survei "Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia" yang digalang oleh Direktur The Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman (Yenny Wahid) menggolongkan organisasi radikal sebagai organisasi yang menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuannya, antara lain ISIS, Jamaah Islamiyah Al Qaedah, HTI, FPI, DI/NII, JAD, dan Laskar Jihad.

Dalam survery tersebut, dikatakan bahwa kaum perempuan lebih menolak radikalisme di Indonesia ketimbang kaum pria. Yenny Wahid memaparkan ada laporan soal potensi radikalisme.

Radikalisme yang dimaksud disini menurut peneliti mencakup enam indikator: (1) ikut merencanakan atau ikut melakukan razia tempat-tempat yang bertentangan dengan islam (diskotek, pelacuran, perjudian). (2) berdemonstrasi terhadap kelompok penoda agama. (3) meyakinkan orang lain sebagai teman atau saudara agar ikut berjuang menegakkan syariat islam. (4) menyumbang dalam bentuk materi (uang, barang) untuk organisasi penegak syariat (5) melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain (6) membantu proses penista agama.

Hilangkan Persekusi dan Radikalisme Menuju Indonesia Aman dan Damai

Survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), didukung oleh UN Women dan Wahid Foundation, merupakan bagian dari program UN Women kerjasama dengan Pemerinth Jepang bertajuk "Perempuan Berdaya, Komunitas Damai Indonesia 2017-2018", yang intinya ternyata kaum perempuan Indonesia yang mayoritas beragama muslim sangat lebih unggul dalam beberapa aspek soal toleransi sosial keagamaan.

"Perempuan merupakan aktor strategis dalam upaya penguatan toleransi dan perdamaian", ujar Yenny Wahid menyikapi hasil survei LSI tersebut.

Oleh karena itu untuk mendukung kebebasan beragama, kebebasan menjalankan ajaran agama, hingga kebebasan berpendapat, maka sudah seharusnya tindakan persekusi dan ormas-ormas radikalisme harus diberantas menuju Indonesia yang toleran dan damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun