Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan Bersama antara Kenangan dan Konsep Mindful Eating

24 Agustus 2016   05:22 Diperbarui: 26 Agustus 2016   09:33 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana KFC Kemang yang ramai -dokpri

Prosesi makan bersama  di rumah, sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Sejak masih berseragam merah hati putih, keluarga sederhana kami punya waktu khusus. Sebagai penduduk desa, ayah dan ibu sudah ada di rumah menjelang senja. Pun mobilitas masyarakat desa pada umumnya, mulai reda saat jelang maghrib tiba.

Petani menghalau kerbau pulang ke rumah, meninggalkan tanah garapan. Angkutan umum tak lagi berlalu lalang, sang supir kembali menemui anak istri di rumah. Langit perlahan meredup, lampu teplok mulai dibakar sumbu karena sambungan listrik belum ada.

Medio 80-an

Rutinitas yang selalu sama usai menjalankan sholat maghrib, meja makan berbahan kayu jati warna legam berubah menjadi tempat favorit. Agar papan  meja awet dan terhindar kotor, ibu melapisi dengan taplak plastik bermotif bunga warna-warni cerah. Meski saking tipisnya taplak plastik, sobekan terlihat di sana- sini tak juga segera diganti.

Meja makan ukuran 2 m x 1.5 m, dengan enam kursi kayu melingkari sisi- sisinya. Ayah dan ibu duduk berseberangan, pada sisi meja yang panjang dua kursi berhadapan dengan 2 kursi lainnya. kami empat anaknya, satu persatu menempati kursi tanpa pegangan tangan itu.

"Dulu waktu ibuk baru menikah, Mbahmu wedhok yang ngajari ini" ucap ibu sambil sibuk menyiapkan makan bersama.

Mbah Wedhok yang diceritakan ibu, adalah mertuanya yang belum pernah saya lihat. Konon perempuan yang sering dikisahkan ibu,  sudah meninggal waktu ibu hamil kakak saya. Tak ada satupun foto tentang mbah wedhok, sehingga tak bisa saya membayangkan wajahnya.

Mata mungil saya mengamati kegiatan rutin ini, tanpa sadar hapal di luar kepala posisi menu dan peralatan makan versi tangan ibu.

Bakul berisi nasi panas dengan uap masih mengepul,  berada pada posisi paling central persis ditengah-tengah meja. Mangkok beling berisi sayur di dalamnya, selalu berada di sebelah kiri nasi. Lauk pauk sederhana, biasanya tahu tempe kadang pindang berhimpit dengan sayur. Menyusul sambal terasi campur tomat tak begitu pedas, mengisi ruang paling kiri. Komposisi ideal tata makanan ini, hanya bisa dilihat dari tempat ayah duduk.

- Untuk sambal biasanya optional, menyesuaikan menu masakan ibu-

Piring ditumpuk dengan sendok diatasnya tanpa garpu (karena memang tidak punya), berada di kanan nasi putih. Jangan dibayangkan piring saji, warna putih dengan bentuk bundar ya. Biasanya piring dipakai adalah hadiah, saat ibu kulakan sabun atau dagangan lain untuk kios warungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun