Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Ancaman PHK Buruh Pabrik Rokok di Depan Mata, Siapa yang Patut Disalahkan?

26 Oktober 2019   11:23 Diperbarui: 27 Oktober 2019   11:57 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh rokok di PT. Sari Tembakau Cepiring Kendal. (KOMPAS.com/Slamet Priyatin)

Sebagaimana belakangan ramai diberitakan, tarif cukai rokok akan dinaikkan mulai Januari 2020 mendatang. Kenaikan tarif cukai yang kemungkinan besar akan berdampak pada kenaikan harga rokok hingga 35% ini sangat berpotensi "mengganggu" penjualan rokok kepada konsumen. 

Sebagaimana umumnya, sebuah bisnis yang mengalami gangguan pada lini penjualannya, maka hal itu akan berdampak langsung terhadap jalannya operasional bisnis secara keseluruhan. 

Termasuk di antara efek yang ditimbulkan akibat hal ini adalah kemungkinan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para pekerja pabrik rokok. 

Apalagi saat ini masih cukup banyak produk-produk rokok yang mengandalkan tenaga manual manusia, sehingga dengan kemungkinan penurunan penjualan rokok yang berakibat pada penurunan jumlah produksi rokok.

Hal tersebut perlahan tapi pasti akan "memaksa" perusahaan rokok untuk memangkas jumlah tenaga kerjanya. Belum lagi dengan nasib para pemasok seperti petani tembakau, penyedia bungkus rokok, dan lain sebagainya.

Selama ini keberadaan industri rokok memang masih mengundang banyak kontroversi. 


Sebagian kalangan menilai keberadaan industri rokok penting bagi penyediaan lapangan kerja. Namun di sisi lain, rokok juga "dibenci" karena dikhawatirkan akan merusak aspek kesehatan seseorang. 

Para pekerja pabrik rokok | Sumber gambar : www.merdeka.com
Para pekerja pabrik rokok | Sumber gambar : www.merdeka.com
Pro kontra itu sebenarnya bukan kali ini saja terjadi, akan tetapi sudah sejak sekian lama. Sepertinya yang terjadi selama ini hanyalah lanjutan dari "episode" terdahulu. 

Rokok tidak dilarang secara tegas, namun digembar-gemborkan sebagai barang yang "haram" untuk "dikonsumsi" publik. 

Pemerintah sendiri sebenarnya "cukup senang" dengan keberadaan industri rokok ini, mengingat nilai cukainya yang lumayan besar. 

Rokok berada di persimpangan antara diharap dan dihujat. Kasihan sekali nasibnya.

Solusi Jangka Panjang
Seandainya nanti PHK besar-besaran memang benar-benar terjadi, lantas siapa yang paling layak dimintai pertanggungjawaban? Aktivis kesehatan yang anti rokok? Pemerintah? Atau siapa? 

Menurut Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo. Sebagaimana dilansir pada laman Detik.com, penurunan 5% saja kapasitas produksi saja bisa berdampak pada pemangkasan sekitar 7.400 karyawan. 

Padahal ada berapa perusahaan rokok di tanah air? Sampai saat ini pun kontroversi ini sebenarnya masih belum menemukan win-sin solution-nya. 

Para buruh pabrik rokok nasibnya masih menggantung. Meskipun seandainya mereka adalah karyawan tetap perusahaan rokok, hal itu bukanlah jaminan bagi mereka untuk tetap bertahan di pekerjaannya.

Seiring "ancaman" pemecatan yang bisa terjadi kapan saja terhadap segenap pekerja dan orang-orang yang terafiliasi dengan industri rokok ini, terdapat beberapa hal yang penting untuk kita perhatikan.

1. Ketegasan Sikap Pemerintah
Pemerintah mesti mempertegas orientasinya terkait keberadaan industri rokok di tanah air. 

Mereka harus "mempertegas" posisinya apakah rokok diberikan izin untuk beredar "seperti biasa", beredar dengan batasan-batasan ketat seperti cukai yang tinggi, atau dilarang sama sekali. 

Setiap kebijakan yang diambil nantinya tentu memiliki efek dan konsekuensi tersendiri. Pemerintah diharuskan mencari trade off dari segala kemungkinan yang ada. Harapannya tentu semua pihak tidak ada yang dirugikan. 

Dalam rangka melakukan hal ini, tentunya butuh kajian dan pertimbangan yang mendalam dari segenap pihak terkait. Inilah tugas berat yang mesti ditanggung pemerintah sebagai pengatur regulasi.

2. Riset Pengolahan Tembakau untuk Produk Non-Rokok
Bahan baku utama rokok adalah tembakau. Tembakau sangat menentukan jalannya industri rokok, begitu juga sebaliknya. Sehingga ketika penjualan rokok terganggu dan produksi berkurang, maka pasokan kebutuhan tembakau pun akan ikut berkurang. 

Semakin terdesaknya industri rokok, sama artinya juga dengan semakin terdesaknya para petani tembakau. 

Dalam rangka menjaga agar eksistensi petani tembakau tetap terjaga, tentu tidak bisa kiranya jikalau kita meminta mereka beralih pada produk pertanian yang lain. 

Opsi paling realistis adalah bagaimana menciptakan atau menggalakkan produk-produk berbahan tembakau selain rokok (non-rokok) yang tidak memiliki sisi kontroversi seperti halnya rokok. 

Misalnya untuk obat, parfum, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya membutuhkan riset dan penelitian lebih lanjut oleh pihak-pihak terkait. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, membuat olahan lain tembakau bukanlah sesuatu yang mustahil.

3. Membekali Pekerja Industri Rokok dengan Keterampilan Digital
Kehadiran digitalisasi telah memungkinkan setiap orang untuk memulai dan memiliki usahanya masing-masing. Ada begitu banyak keterampilan pendukung di era digital ini yang masih belum terpenuhi pasokannya. 

Hal tersebut tentu menjadi peluang bagi banyak orang untuk mengisi pos-pos tersebut, termasuk di antara mereka yang saat ini masih aktif sebagai pekerja di industri rokok. 

Mungkin kita semua harus mulai terbiasa dengan setiap kemungkinan "buruk" yang rentan menggerus eksistensi hidup kita, salah satu diantaranya adalah kemungkinan PHK ini. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri dengan keterampilan lain yang mampu menopang diri kita pada bidang yang lain.

Para pemangku kepentingan yang memiliki perhatian terhadap para pekerja rokok ini hendaknya turut aktif bergerak membantu dan memfasilitasi pembekalan keterampilan bagi para pekerja rokok khususnya, dan pekerja-pekerja bidang lain pada umumnya. 

Hal ini perlu dilakukan agar sewaktu-waktu kondisi tidak diinginkan terjadi, seperti PHK, maka para pekerja tersebut bisa tetap melanjutkan hidup berbekal keterampilan barunya tersebut.

4. Self Disruption Perusahaan Rokok
Kita sedang berada di sebuah era yang disebut era disrupsi, yaitu ketika hal-hal lama mengalami goncangan dan terancam hilang dari peradaban. 

Kodak hilang terdisrupsi pasca kehadiran kamera digital. Jaringan Fujifilm di Indonesia juga hilang dan berganti menjadi gerai-gerai seven eleven. 

Kondisi serupa bukan tidak mungkin juga akan terjadi pada industri rokok. Mungkin sudah waktunya para pelaku industri ini untuk memulai proses disrupsi terhadap dirinya sendiri.

Jikalau outlet bekas Fujifilm di Indonesia bisa berubah menjadi gerai seven eleven, maka perusahaan rokok pun punya kemungkinan untuk mentransformasi dirinya menjadi "sesuatu yang lain". 

Disrupsi adalah tentang perubahan. Di mana ketika kita ingin terus bertahan menjadi bagian dari peradaban, maka kita juga harus "peka" terhadap tuntutan perubahan itu. 

Tantangan industri rokok untuk saat ini bisa dibilang adalah kampanye kesehatan anti rokok, berikut cukai yang semakin melangit. 

Apabila tantangan ini tidak disikapi secara tepat, maka bukan mustahil industri-industri rokok tersebut akan "mengikuti" jejak Kodak atau Nokia yang tersisih seiring perkembangan zaman.

Kontroversi terkait rokok barangkali masih akan menemukan episode-episode selanjutnya. Selama rokok masih ada di masyarakat, selama petani tembakau masih mengandalkan tembakaunya untuk bertahan hidup, selama pemilik usaha rokok bergantung pada jalannya lini bisnis rokok, dan selama zaman terus berkembang maka selama itu pula nasib para buruh pabrik rokok dipertaruhkan. 

Pada akhirnya kita semua tentu berharap ada solusi yang benar-benar mampu memuaskan semua pihak.

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun