Mohon tunggu...
Agus Hendri
Agus Hendri Mohon Tunggu... Lainnya - Skill in the muisc, planting, class and beyond

Menyatukan kekuatan budaya daratan/pedalaman & lautan/pesisir, mjdi sebuah kekuatan yg mendasar utk semua kalangan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangkitkan Imajinasi dan Kreativitas

23 Februari 2018   23:15 Diperbarui: 25 Februari 2018   21:15 4943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
journal.thriveglobal.com

Seorang bijak pernah memberi nasehat jika saya ingin bepergian. Katanya, bayangkan lebih dahulu tujuan dan tempat yang hendak saya tuju dengan baik dengan pikiran jernih. Imajinasikan liku dan zig-zag jalan, tikungan, tanjakan, dan jalan berlobang yang akan dilalui. Seolah-olah kita sudah berada di sana. Jika tidak merasa ada aral melintang, dengan rileks tanpa beban, berangkatlah dengan penuh kepastian sampai di tujuan. 

Tetapi bila ada gangguan berasa tak bisa mengingat atau membayangkan jalan yang hendak didahului atau tempat yang hendak dituju, urungkanlah niat. Begitu nasehat orang bijak tersebut. Mungkin itu pengalaman spiritualnya. Sayapun mencoba apa yang disarankannya, Alhamdulillah, daya imajinasi saya masih bisa mengambarkan apa yang pernah saya lalui dengan baik. Lalu bagaimana membayangkan sebuah tempat yang belum pernah kita lalui dan kunjungi? Dengan merenung semampunya.

Mengulas imajinasi, salah satu tokoh yang memiliki perasaan dan perhatian lebih tentang imajinasi adalah Ursula K. Le Guin (novelis Amerika). Ia pernah mengatakan Imajinasi adalah alat tunggal hebat yang dimiliki manusia yang patut diberdayakan.

Di Amerika imajinasi umumnya dipandang sebagai sesuatu yang berguna saat kita tak bisa lagi melihat atau menonton sesuatu di layar kaca hape maupun TV. Maka jalan satu-satunya adalah melihat dengan imajinasi. 

Menurut KBBI, imajinasi adalah kemampuan untuk membayangkan yang pernah ada ataupun yang akan ada sehingga mendorong manusia berkreativitas, menghasilkan pemikiran yang jernih dan mengilhami rasa kemanusiaan yang saling berterima satu sama lain.

Bagi kita pendidik, bagaimana memanfaatkan imajinasi ini berguna meningkatkan kreatifitas anak dalam menimba ilmu. Bermain imajinatif secara alami sudah terjadi pada anak-anak, mulai ketika anak mulai berpikir konkrit sampai ia dewasa, namun kebiasaan berpikir imajinatif belum maksimal, perlu diajarkan dan diperkuat sepanjang hidupnya.

Anak-anak membutuhkan latihan dalam berimajinasi karena mereka juga membutuhkan latihan dalam setiap menerapkan keterampilan dasar dalam kehidupan mereka. Keterampilan itu untuk menguatkan fisik dan mental, untuk pertumbuhan, untuk kesehatan, untuk kompetensi, dan untuk kesenangan. Le Guin menegaskan lagi, "Kebutuhan imajinasi ini terus berlanjut sepanjang pikiran (akal) masih hidup."

Dalam konteks imajinasi menghasilkan pikiran yang jernih, sebuah studi tahun 2007 terhadap para calon guru, 68 persen mengatakan mereka percaya bahwa para murid perlu fokus untuk menghafal jawaban yang benar daripada memikirkannya secara imajinatif. Kalau kita saat ini sudah jadi guru 'sungguhan', tentu perlu memahami yang perlu diperkuat itu bukan hafalan. 

Tetapi bagaimana imajinasi dan kreatifitas memperkuat memperkuat cara menghafal sehingga apa yang dihafal tidak mudah lupa. Lihatlah bagaimana Tan Malaka berkreatifitas menemukan 'jembatan keledai' untuk mempermudah menghafal.

Dalam sebuah ceramahnya tentang daya kreatifitas, Sir Ken Robinson mengatakan bahwa, 'manusia terlahir dengan kreativitas dan kita mendapatkan banyak pelajaran dari kreatifitas'. Terbukti kreatifitas hadir dan lahir tak lepas dari daya berimajinasi sesorang yang terasah dengan kumpulan atau akumulasi beragam pengetahuan.

Saat ini dunia pendidikan kita pada umumnya berfokus pada asas tunggal, yaitu pada tolak ukur nilai akademik (IQ) semata. Nilai akademik anak dijadikan patokan menentukan anak naik kelas atau lulus sekolah, tanpa mempertimbangkan aspek EQ, SQ dan LQ yang lebih terukur. Dengan demikian, satuan pendidikan dan aturan yang ada di dalamnya belum benar-benar peduli untuk mengembangkan Quotiens (Qs) yang lain, padahal antar Qs saling memiliki keterkaitan bahkan memperkuat daya imajinasi dan kreatifitas.

Peneliti Wendy ostroff (penulis penerapan kurikulum) berpendapat sama seperti Robinson. Ostroff begitu percaya bahwa banyak sekolah ditetapkan sedemikian rupa sehingga anak-anak tidak mampu berimajinasi dengan baik dan bebas ketika menjadi anak sekolah. Mereka terikat dengan kekakuan pendidiknya serta aturan sekolah yang mengekang atau tidak memfasilitasi imajinasinya. 

Sebagai anak sekolahan tentu murid menurut saja pada aturan guru dan sekolah. Anak penurut tentu akan minim kreatifitas, minim berpikir kritis. Hal ini terlihat ketika anak masuk dan belajar sekolah dasar, ketika mereka mulai diajar secara klasikal, di saat itu daya imajinasi dan kreatifitas mulai terkungkung.

Jauh berbeda ketika mereka bersekolah di TK, belajar dan bermain, belajar sambil bermain betul-betul membuat anak TK terasah kreatifitasnya tanpa beban.

Kata Osroft lagi, "Kebanyakan sekolah hanya berorientasi konsep," yaitu tersekatnya antara pengetahuan yang harus dihafal dan kreatifitas yang butuh fleksibilitas (bukan kamu harus begini dan begitu). Akhirnya, guru dalam situasi ini hanya sebagai penghambat semangat belajar murid. 

Menghambat bebas berimajinasi sesuai minatnya. Makin dipersempit ruang gerak kreatifitas anak oleh guru dengan membuat ketat RPP hanya sesuai selera guru, tanpa mengakomodasi apa sebenarnya yang dibutuhkan muridnya saat duduk di sekolah dasar dan level pendidikan di atasnya.

Apa yang terjadi? Murid merespon dengan mencoba untuk menyenangkan guru bahwa ia setuju dengan caranya. Sebaliknya, murid menjadi kehilangan minat intrinsik yang mereka inginkan ketika proses belajar.

Akhirnya, murid kehilangan keterampilan bagaimana bersosialisasi, mengelola emosional, mengelola kemampuan 'ekolokasi' ketika mereka belajar di sekolah formal. Oleh karena itu, guru sekolah dasar, menengah, dan atas harus menekankan daya gebrak imajinasi ini ketika membuat RPP.

Longgarkan peraturan ketat kelas di RPP, yang memungkinkan murid lebih leluasa menguasai pekerjaan mereka tanpa campur tangan orang dewasa sehingga anak-anak merasa tidak terbebani. Dengan demikian, rasa ingin tahu mereka bisa lebih lepas dan mendalam, apapun hasilnya. Keluwesan interaksi belajar akan menghasilkan ide-ide cemerlang dari anak didik.

Selain RPP yang memfasilitasi daya imajinasi anak, dalam rencana belajar perlu juga menerapkan "Flip sistem", membalik keadaan belajar yang semula kaku dan berpusat pada guru (harus sesuai dengan kerja dan keinginan guru, harus sama persis dan sebagainya) menjadi berpusat kepada murid. Sehingga pembelajaran makin berkesan oleh murid. Semua pekerjaan, mulai dari ide mesti dilakukan oleh mereka dan untuk mereka sendiri. Bukan dari guru untuk guru. Itulah maksud students center.

Bagaimana praktek melatih imajinasi dan kreatifitas?

Dengan mengarang. Saat murid kita suruh mengarang, mereka boleh menetapkan panjang tulisan hingga berapapun. Suruhlah mereka menulis tanpa tekanan dengan harus menggunakan tata bahasa atau kata baku yang ketat. Terlebih dahulu guru memberi kebebasan untuk memutuskan apa yang terbaik buat karangan mereka. Tentang apa saja. Berikan mereka tanggung jawab penuh mengambil keputusan topik dan ide yang menarik menurut seleranya. 

Biarkan mereka merenungi keputusan mana yang terbaik buat karangannya. Yang salah dari ejaan dan tata bahasa akan membaik seiring waktu. Inilah yang disebut, belajar sambil membiarkan diri hanyut dalam renungan. Renungan mereka sendiri, renungan terserah dimulai dari mana dan bebas mereka akhiri kapan saja.

Bercerita kolaboratif. Membaca dan menceritakan kembali, baik sendiri atau berkelompok termasuk cara yang efektif untuk memancing kemampuan imajinasi.

Mengajak murid melacak di Google searches.Internet yang memiliki browser, dan google sebagai mesin pencari tak dipungkiri dapat memberikan semua jawaban dari apa yang kita tanya. Kali ini mengajak murid berpikir ekspansif di sana.

Suruhlah siswa untuk googling sesuatu yang mereka rasa sangat menarik. Kemudian, muncullah sederetan hyperlink. Suruh mereka klik hyperlink yang paling menarik, dan satu pilihan lainnya. Mereka harus melacak apa yang membuat mereka tertarik dari setiap link, sehingga mereka mengembangkan kesadaran proses mereka sendiri. Diharapkan siswa menemukan urutan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Contoh bagaimana hubungan petani dan pedagang beras, pedagang beras dan pembeli di kota.

Hakikatnya adalah untuk memahami sesuatu dalam belajar tidak hanya menemukan jawaban, melainkan bagaimana jawaban saat ini akan membantu  atau bercerita untuk mencari tahu jawaban pertanyaan selanjutnya.

Mencoba improvisasi diri.Domain bentuk improvisasi diri dapat kita temukan dari para musisi atau komedian mengaktualisasikan diri mereka sehingga menemukan atau menghasilkan instrumen yang enak didengar dan lelucon segar yang menghibur yang diciptakan komedian. Proses mencipta adalah hasil dari imanjinasi.

Improvisasi adalah aktualisasi kreativitas dan spontanitas, terbebas dari aturan tertentu, terbuka dan bebas dari rasa takut salah. Karena improvisasi cenderung ke arah permainan belaka sehingga memungkinkan anak merasa rileks untuk meraih yang terbaik sekaligus dapat memuaskan hal terdalam dalam jiwa mereka.

Memperkenalkan kehidupan nyata. Belajar adalah memgumpulkan banyak pengalaman dalam kehidupan nyata. Pengalaman yang memungkinkan terbentuknya sesuatu yang baru. Apa yang mungkin tidak tampak, bisa menjadi nampak. Yang tidak ada bisa menjadi ada, yang belum relevan dibuat menjadi relevan. Itulah hasil kekuatan dari imajinasi.

Misalnya, seorang guru bisa membawa kelasnya untuk pembuat faire, seperti dari perlengkapan bayi. Ada babypowder, sampo, minyak kayu putih, baby oil lalu diaduk, apa yang terjadi dan seperti apa hasilnya akan ditemukan sendiri oleh murid karena mereka melakukan secara nyata.

Selain membuat faire boleh juga dicoba bagaimana menjadikan objek sederhana, sesuatu yang sudah terbuang dan tidak terpakai lagi menjadi karya baru yang bisa bermanfaat. Misalnya dari koran dan stick bekas menjadi sebuah karya, misalnya dibuat sebagai kotak tisu atau tempat ballpoin.

Mendorong doodling (menggambar sambil melamunkan sebuah objek).Di mana kita setiap hari selalu melihat doodle yang menarik? Ya, benar! Kita selalu melihatnya di search engine google. Doodle di google selalu menarik karena mengulas balik tokoh-tokoh yang berjasa sebelum kita hanya dalam bentuk coretan yang mengasilkan gambar aneh dan unik, namun maksud isinya begitu dalam. Untuk membuatnya diperlukan imajinasi sekaligus pengetahuan dari hasil membaca yang mendalam sehingga doodle bisa bercerita tanpa menggunakan teks yang panjang.

Melihat hasil kreatifitas anak didik kita, membuat kita geleng kepala, boleh diibaratkan kita hampir saja bisa memanfaatkan pengetahuan mereka kalau saja mereka bukan anak-anak. Begitulah hebatnya anak-anak jika diberikan kepercayaan penuh untuk hasilkan sesuatu. Dari banyak aktivitas murid, kita bisa belajar banyak dari mereka.

Mengacu dari apa yang kita temukan dari hasil imajinasi dan kreatifitas. Seyogyanya kita mendorong para ahli pendidikan dan perumus kurikulum perlu memikirkan hal ini. Memberikan lebih pada suara dan keinginan anak didik, bagaimana mereka saat belajar bebas berimajinasi, berimprovisasi, dan berkreatifitas tanpa banyak hafalan dan hanya sebatas menilai dari apa yang diingat semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun