Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Dilema Bandara Kecil, Antara "Surat Wajib" dan Izin Terbang di Masa PSBB

17 Mei 2020   01:16 Diperbarui: 17 Mei 2020   10:14 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin, Sumbawa| Dokumentasi pribadi

Just Sharing

Kemarin siang, sekitar jam 2, saya mampir ke Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin. Itu nama bandara kelas II di Kabupaten Sumbawa, NTB. Terletak strategis di tengah kota. 

Dari segi jarak, ini keuntungan bagi warga yang berdomisili atau bekerja di seputaran kota. Mau berangkat naik pesawat atau tiba di bandara dengan pesawat, tentu tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah atau ke tempat bekerja. 

Karena lokasinya yang demikian, hampir setiap hari lalu lalang kendaraan di jalan depan bandara. Padahal layanan penerbangan jauh sebelum pandemi Covid-19, hanya buka di pagi hari dan sore hari. 

Berdasarkan pengamatan, jam operasional bandara rata-rata dibuka mulai pukul 05.30 Wita hingga 11.00 Wita. Itu karena rutin ada pesawat sejenis Wings Air yang terbang pukul 6 atau pukul 7 pagi. Setelah itu penerbangan kedua di pagi hari ada lagi pukul 09.00 Wita. 

Di tengah hari, off dulu alias ditutup. Nanti sore sekitar pukul 15.00 Wita layanan bandara kembali dibuka. Soalnya ada penerbangan dari Bandara Lombok ke Sumbawa di pukul 16.00 hingga 18.00 Wita. 

Hanya satu penerbangan dari Lombok Praya. Pesawat yang terbang sore itu akan menginap di apron untuk berangkat lagi besoknya sebagai penerbangan pertama di pagi hari. Demikian jadwal rutinnya sebelum badai corona.

Nah kemarin itu, tak ada niatan tuk singgah. Hanya setelah dari salah satu bank BUMN yang lokasinya berderetan searah dengan bandara, mendadak kepikiran tuk masuk. Bergelayut di kepala. Kan minggu depan sudah memasuki libur Idul Fitri. 

Sebelum tanggal 24 dan 25 Mei, di kalender ada lagi itu tanggal merah di tanggal 21 Mei alias Hari Kenaikan Isa Almasih. Banyak libur ditambah THR bagi PNS dan sebagian karyawan swasta formal juga kemungkinan sudah cair sebelum minggu ketiga di bulan ini.

Bisa jadi teman-teman pekerja, pegawai, dan warga lainnya akan "coba-coba" kepikiran naik pesawat tuk mudik atau pulang kampung. Di NTB sementara memang tak ada PSBB dalam arti yang sebenarnya.

Pembatasan-pembatasan skala versi lokal hingga ke tingkat desa memang ada dan sudah berjalan dari bulan April lalu. Surat himbauan dari pemprov dan juga pemkab soal pembatasan mobilitas penumpang via darat, laut dan udara juga sudah disosialisasikan ke warga. 

Di tengah komitmen warga di Sumbawa (dan juga mungkin warga lain di tanah air) menjalankan kebijakan daerah soal larangan mobilitas itu, tiba-tiba ada Surat Edaran (SE) baru versi pemerintah. 

SE Gugus Tugas Nomor 4 tahun 2020 yang memberikan izin bagi warga dengan kriteria khusus boleh dapat bepergian naik pesawat lintas wilayah PSBB.

Adanya lampu hijau bagi penumpang kriteria khusus ini memicu keinginan saya tuk mengulik lebih dalam. Biasanya hanya membaca di media, namun tak ada salahnya kali ini langsung ke TKP. 

TKP di sini bukan Tempat Kejadian Perkara tapi Tempat Konfirmasi Peraturan. Maksudnya, kebijakan dari pemerintah pusat untuk transportasi udara ini sebaiknya dikonfirmasi ke penyelenggara di daerah sebagai ujung tombak pelaksana. Dan bandara-bandara di daerah, apapun status dan kelasnya, adalah mata rantai dari implikasi kebijakan transportasi nasional. 

Kriteria Khusus Bisa Terbang, Asal Surat dan Dokumen Ini Lengkap
Dari luar Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin nampak sepi. Masuk ke dalam lebih sepi lagi. Lahan parkiran lengang tak terisi kendaraan. Melewati pos jaga security dalam bandara, sepertinya tak ada orang. 

Di sudut kanan depan bandara, terlihat pos jaga teman-teman dari Polres Sumbawa berkenaan pengamanan Ramadan dan Idul Fitri tahun ini. Lokasinya terpisah dari kantor bandara. 

"Selamat siang Pak, apa boleh bertanya?" tanya saya pada salah seorang petugas yang tiba-tiba keluar dari dalam kantor. Rupanya beliau baru saja menunaikan Sholat Jumat di tempat kerja dalam bandara. 

"Apa yang bisa dibantu Mas?" sapa pria berusia kisaran 40-an itu

"Dengar-dengar bandara sudah dibuka kembali untuk melayani penumpang. Apa benar begitu Pak?" tanya saya kembali

Beliau mengambil kaos kakinya dan memakaikan ke kakinya. Duduk di kursi panjang depan kaca kantor bandara yang menghadap ke parkiran dan jalan raya. 

"Ada aturan baru cuma di Bandara Sumbawa belum bisa jalan (terlaksana) karena penumpangnya sedikit. Tak lebih dari lima orang," ujar beliau. 

Maksud dari penuturan petugas di bandara ini adalah sedikitnya penumpang dari Sumbawa yang hendak terbang ke Lombok. atau penumpang dari Bandara BIL di Lombok Praya menuju Sumbawa menyebabkan maskapai Wings Air enggan membuka layanan penerbangan. Dengan kondisi penumpang segitu, sudah pasti banyak kursi di kabin tak terisi. 

Bandara Sumbawa nampak sepi | Dokumentasi pribadi
Bandara Sumbawa nampak sepi | Dokumentasi pribadi
Sebelum pandemi, maskapai milik grup Lion Air itu memang satu-satunya yang masih beroperasi di Sumbawa. Jauh sebelumnya berduet dengan pesawat baling-baling milik maskapai Garuda. 

Namun sudah hampir setahun lebih, burung besi milik maskapai pemerintah itu tak lagi mengudara di langit Sumbawa. Apa lantaran Garuda mulai merugi lalu berhitung profit vs operasionalnya. Wallahualam, bisa jadi itu alasannya. 

Ditinggal Garuda, hanya Wings Air satu-satunya. Animo warga naik transportasi udara masih tinggi. Dari pengalaman dan pengamatan, biasanya rata-rata tiga perempat dari seluruh kursi terisi. Itu sudah lumayan meski harga tiket sekali terbang lumayan mahal. Antara 350 ribu hingga 450 ribu. 

Tak apalah. Warga juga terbantu karena jarak tempuh hanya 30 menit sudah mendarat di Lombok. Dibanding naik angkutan travel total butuh 6 jam termasuk penyeberangan laut via feri dari Pelabuhan Pototano ke Pelabuhan Kayangan. 

Selisih 100 ribu hingga 150 ribu antara moda udara dan moda darat. Namun selisih duit segitu bila dikonversi ke nilai waktu dan kenyamanan, masih untung naik pesawat. Apalagi bila dapat diskon..hehe:)

Kembali ke pertemuan dengan petugas bandara itu, beliau tak sempat menjelaskan banyak. Hanya mengarahkan agar saya melihat sendiri langsung di pintu keberangkatan. 

Di sana terpampang surat dan dokumen apa saja sebagai persyaratan bagi calon penumpang yang hendak terbang lintas wilayah selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). 

"Itu aturan dari Kemenhub cuma kayaknya susah dijalankan di sini. Alasannya ya itu tadi, kuota penumpang," kata beliau lagi. 

Layanan penerbangan di Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin, Sumbawa sudah tak beroperasi sejak 24 April 2020. Itu berkenaan dengan aturan pemerintah sebelumnya soal larangan mudik yang nantinya berakhir pada 01 Juni 2020. 

Tampak poster pemberitahuannya ditempel di dinding bandara. Namun persyaratan kriteria khusus penumpang yang berniat terbang selama pandemi Covid-19 itu, isinya tak jauh berbeda dengan SE Gugus Tugas Nomor 4/2020 yang menimbulkan polemik di masyarakat. Anggapan bahwa pemerintah tak konsisten soal kebijakan transportasi. 

Ini 4 kriteria khusus penumpang yang boleh terbang dan dokumen persyaratannya : 

Syarat dokumen di Bandara Sumbawa| Dokumentasi pribadi
Syarat dokumen di Bandara Sumbawa| Dokumentasi pribadi
1. Penumpang yang hendak melakukan perjalanan dinas dari lembaga pemerintah/lembaga swasta.
Surat-surat yang harus dilengkapi adalah kartu identitas diri berupa KTP/SIM/tanda pengenal lain yang sah. Calon penumpang juga wajib melaporkan rencana perjalanan mulai dari keberangkatan hingga kepulangan. 

Selain itu WAJIB melampirkan hasil negatif Covid-19 berdasarkan tes PCR/Rapid Test atau surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas atau Klinik. 

Tambahan dari ketiga surat di atas adalah surat tugas yang ditandatangani pejabat setingkat Eselon II bagi ASN/TNI/POLRI atau direksi bagi pegawai perusahaan. 

2. Penumpang adalah pasien yang butuh pelayanan kesehatan atau dalam kondisi darurat.
Untuk kriteria penumpang seperti ini selain KTP/SIM sebagai identitas diri, juga WAJIB melampirkan surat rujukan dari rumah sakit. Surat hasil negatif Covid-19 tetap harus ada sebagai syarat boleh terbang. 

3. Penumpang yang boleh terbang adalah penumpang yang anggota atau keluarga intinya meninggal dunia.
Misalkan tujuan melayat atau pulang ke daerah asal karena orang tuanya berpulang. 

Untuk kriteria penumpang seperti ini yang wajib dilampirkan adalah KTP/SIM ditambah surat rujukan kematian atau keterangan kematian dari tempat (daerah) almarhum atau almarhumah. Biasanya dikeluarkan oleh rumah sakit. Selain itu, wajib tetap hasil test Covid-19 adalah negatif. 

4. Penumpang adalah repatriasi pekerja migran, WNI, dan pelajar (mahasiswa) yang berada di luar negeri, atau penumpang yang sengaja dipulangkan dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai di daerah tempat asal penumpang. 

Sederhananya repatriasi dari kata Re yang artinya pulang dan Patria yang bermakna tanah asal. Jadi repatriasi dikhususkan bagi WNI yang terbang dengan pesawat dari luar negeri kembali ke dalam negeri. 

Dokumen wajib dilengkapi adalah identitas diri KTP, surat keterangan dari badan pekerja migran indonesia atau dari perwakilan RI di luar negeri, surat keterangan dari universitas /sekolah asal bagi para pelajar (mahasiswa), surat hasil negatif Covid-19 dan proses pemulangan harus dilaksanakan secara terorganisir oleh lembaga pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan universitas. 

Menyimak kriteria-kriteria di atas, rasanya agak sulit diterobos oleh mereka yang berniat terbang di luar kriteria tersebut. Pertama, biaya tes PCR sudah pasti mahal meski mahal itu relatif (tergantung orang per orang). 

Untuk tujuan seperti kriteria di atas, bisa jadi dimudahkan oleh penyelenggara perjalanan, misalnya Kemenhub atau pihak bandara. 

Seperti dilansir dari Kompas.com tanggal 12 Mei 2020 lalu, pada berita KKP Bandara Soekarno-Hatta: Tes Cepat Virus Corona Gratis Hanya untuk WNI yang Repatriasi. Itu salah satu kemudahan yang disediakan. 

Namun tak dapat diragukan juga, SE nomor 4/2020 ini bisa membuka celah untuk direkayasa oleh calon penumpang di luar kriteria yang dimaksud. Misalnya rekayasa hasil tes Covid-19, beralasan melayat keluarga yang meninggal, padahal untuk tujuan yang lain. Apa saja bisa termanipulasi dari sebuah kebijakan yang tujuan awalnya adalah baik. 

Di lain sisi, kebijakan dari pusat, tak semuanya dapat terimplementasi di daerah. Seperti Bandara di Sumbawa, dan bandara-bandara kecil lainnya di tanah air. 

Sosial ekonomi penduduk yang berbeda antara di kota kecil dan kota besar, di kabupaten dan di ibu kota provinsi, menyebabkan sebaik apapun kebijakan transportasi udara, tak dapat berdiri sendiri. Patut disokong oleh moda transportasi darat, laut, rel dan sungai sebagai satu kesatuan. 

Mungkin itulah kebijakan Kemenhub membuka juga mobilitas moda lainnya. Sehingga penumpang yang bandara di kota asalnya tak dapat menjalankan SE Nomor 4/2020 ini, bisa menggunakan angkutan bus atau kapal laut (kapal feri) setelah tiba di bandara di ibu kota provinsinya. 

Misalkan seorang TKW pekerja migran asal Sumbawa, dapat menggunakan bus dari setelah tiba di Bandara Lombok karena tak ada penerbangan ke Sumbawa. Bisa jadi kendala dan kondisi yang hampir sama dijumpai di daerah lain juga di tanah air. 

Salam transportasi, 

Sumbawa, NTB, 17 Mei 2020 

01.50 Wita

Referensi : travel.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun