Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Merambah Rimba Sastra, dari Puisi, Cerpen, hingga Novel

30 Oktober 2018   11:53 Diperbarui: 30 Oktober 2018   11:59 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEMASIH bocah, saya tidak pernah bercita-cita menjadi penyair, cerpenis, novelis, atau penulis. Sejak kelas 1 hingga 5 Sekolah Dasar (SD), saya tidak tertarik dengan sastra; melainkan matematika dan khususnya bahasa Inggris yang waktu itu belum diajarkan oleh seorang guru.

Sewaktu duduk di bangku SD, saya pun benci dengan sejarah. Amat bencinya, saya mengekspresikan perasaan saya itu dengan puisi yang saya tulis pada halaman kosong di balik sampul buku sejarah. Bila puisi itu dibaca ulang, pasti penilaian saya seperti para kritikus sastra, "Itu bukan puisi, Nak! Kalau kau anggap puisi, itu karya terburuk di dunia."

Terlepas penilaian apakah yang saya tulis berupa puisi atau bukan, tetapi itu karya pertama saya. Sejak itu, saya tidak lagi menulis puisi sampai terdaftar sebagai siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun ketika mengikuti ekstra kurikuler teater dari Heru Siswanto, saya dikenalkan dengan puisi. Pengenalan puisi itu tidak ditujukan untuk belajar mencipta, melainkan belajar membaca (memanggungkan) puisi.

Sewaktu studi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) II Yogyakarta (1983-1986), saya mengikuti pelatihan teater asuhan Poel Syaibani dan Tertib Suratmo. Sesudah memelajari cara memanggungkan puisi berbekal ilmu teater, sekolah selalu memercayakan saya sebagai wakil ketika ada lomba baca puisi yang diselenggarakan oleh sekolah lain atau kampus.

Sejak suka memanggungkan puisi, saya mulai menciptanya (1984). Karena ingin memahami bagaimana puisi yang berstandar kualitatif, saya sering mengunjungi perpustakaan. Antologi puisi karya Linus Suryadi AG, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, Leon Agusta, dll; saya baca, amati, dan pelajari. Saya juga membeli buku kiat mencipta puisi di Shopping Center, Yogyakarta. Dari situ, saya mulai serius belajar mencipta puisi.

Satu demi satu puisi saya cipta. Hasilnya saya kirim ke beberapa koran di Yogyakarta. Sayangnya setiap puisi saya kirim tidak pernah dimuatnya. Namun, saya tetap berusaha untuk memublikasikan puisi. Bukan melalui media cetak, melainkan melalui media radio di Yogyakarta, semisal: Angkatan Muda, Retjo Buntung, Arma Sebelas, dan Rasia Lima. Usaha saya itu menuai hasil.

Tidak puas ketika puisi dibaca penyiarnya, saya datang ke Retjo Buntung dan Rasia Lima untuk membacakannya sendiri. Hasilnya selain puisi tersiarkan lewat radio, saya bisa mengoreksi kemampuan saya dalam baca puisi. Berkat loyalitas, saya dipercaya oleh Rasia Lima untuk mengasuh acara Cakrawala Puisi dan Apresiasi bersama Bambang Sareh Atmaja sejak 1987-1988.

Pada tahun 1987 itulah, saya kembali mengirim puisi yang saya cipta dengan mesin tik di Balai Desa Balecatur ketika malam hari itu ke beberapa koran di Yogyakarta. Hampir saya putus asa sesudah setahun mengirim puisi, namun tidak satu pun berhasil ditayangkan.

Baru pada medio 1988, tiga puisi saya dimuat di Masa Kini asuhan Indra Tranggono. Tidak lama kemudian, Berita Nasional (Bernas), Jogja Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Surabaya Pos, Solo Pos, dll memuat puisi saya. Sejak itu, saya mulai beralih memublikasikan puisi dari media radio ke media koran baik terbitan daerah maupun pusat.

Dari Cerpen hingga Panduan Menulis Kreatif

Merasa ditantang oleh Suryanto Sastroatmodjo dan Kuswahyo SS Rahardjo (penyair tiga bahasa), saya tidak hanya mencipta puisi namun pula geguritan dan poem sejak 1995. Berbeda saat mengirim puisi, geguritan yang saya kirim ke beberapa majalah seperti Jaka Lodang, Jaya Baya, dan Penyebar Semangat, Sempulur, dan Pagagan berhasil tayang tanpa perjuangan yang berat. Sementara, poem yang saya ciptakan terpublikasikan di Australia-Indonesian Arts Alliance (AIAA), Aksara International Journal of Indonesian Literatur, dan blog pribadi: https://indonesianromanticpoetry.blogspot.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun