"Mbak ngurus apa?" tanyaku sok ingin tahu pada seorang perempuan bertubuh kurus yang kebetulan duduk berdekatan denganku di salah satu kantor KUA siang itu.
"Ini, ngurus surat nikah. Kemarin pas bongkar-bongkar rumah, entahlah, surat-surat penting kok banyak yang hilang," jawabnya penuh rasa penyesalan.
"Terus?" tanyaku tidak sabar.
"Ya, termasuk surat nikahku hilang."
"Keduanya?" tanyaku kali ini setengah tidak percaya.
"Ya, kedua-duanya."
 Akhirnya aku pun diam. Aku tidak dapat membayangkan seandainya dokumen penting seperti surat nikah, ijazah, atau surat penting lainnya tiba-tiba tidak ditemukan.
Perempuan yang ternyata adik temanku semasa sekolah itu sudah datang beberapa kali ke kantor KUA untuk mengurus kehilangan surat nikah.
Untung hanya suratnya yang hilang, jika suaminya bagaimana, batinku mencoba menenangkan diri.
Seorang perempuan yang duduk di sebelahku ternyata masih saudaranya, dengan sedikit berbisik bercerita.
"Dulu, suaminya memang pernah menghilang beberapa saat. Jadi yang hilang bukan hanya surat nikahnya."
"Hah, menghilang bagaimana, maksudnya? Kayak kartun itu, dapat menghilang tiba-tiba, atau punya kesaktian khusus, jurus menghilang, Mbak?" tanyaku antusias ingin segera mendapat jawaban.
"Maksudku, suaminya itu main gila dengan perempuan lain. Untung saja suaminya masih kembali lagi."
"Oh, begitu."
Ada sedikit rasa kecewa di hatiku, ketika mendengar jawabannya.
Aku ingin melanjutkan pertanyaanku, tapi seakan mulut ini terkunci. Anganku pun membayangkan percekcokan dan ketidakharmonisan di dalam rumah tangganya, sehingga berbuntut suaminya lari ke perempuan lain. Aku menghela napas panjang, ikut prihatin terhadap kondisinya.
"Kasihan, ya, Mbak. Perempuan sering menjadi korban."
"Untunglah, dia kuat agamanya. Jadi meskipun suaminya main gila dengan perempuan lain, dia tabah, sabar, dan sekarang sudah kembali normal rumah tangganya."
Terlihat perempuan itu sudah dipanggil petugas untuk mengambil berkas-berkas yang sudah jadi. Bergegas dia keluar ruangan karena suaminya terlihat kurang sabar menunggu antrean yang cukup padat. Dengan langkah dipercepat segera dia menemui suaminya yang ada di seberang jalan.
Kasihan, kamu Mbak, semoga tetap sabar, dan menjadi seorang istri yang baik, batinku penuh harap.