Mohon tunggu...
Zulis Erwanto
Zulis Erwanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banyuwangi

Kompetensi bidang Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air, Lingkup Isu Bidang Multidisiplin Ilmu, Global Climate, Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati, Mitigasi Bencana, dan Konservasi Air dan Tanah

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banyuwangi Darurat TPA "Green Eco-Landfill"

10 Desember 2022   06:00 Diperbarui: 10 Desember 2022   06:05 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Holik, A., Erwanto, Z., & Yusuf, M. A. (2019). Evaluation of Bulusan Landfill Capacity in Banyuwangi. Logic, 19(3), 107-114 

Sampah sebagai hasil dari berbagai aktifitas dalam kehidupan manusia maupun hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan serius di wilayah-wilayah pemukiman penduduk. Dengan bertambahnya populasi penduduk maka sudah tentu akan menghasilkan produk-produk sampah yang memang harus dihadapi oleh daerah tersebut dan berkurangnya lahan untuk pengolahan sampah. Walaupun sudah banyak penggerak atau pemerhati lingkungan terkait pengolahan sampah skala unit terkecil baik dari hal pemilahan dan pengolahan sampah skala Rumah Tangga, Program Bank Sampah dan program terkait peduli lingkungan lainnya. Tentunya tidaklah mudah dalam mengendalikan laju sampah. Pasti masih ada residu sampah dan pasti sangat sulit untuk mencapai zero waste. Banyak faktor tentunya yang dalam optimalisasi zero waste khususnya terkait faktor dari kesadaran masyarakat terkait meminimalisir sampah dari unit terkecil. Oleh karenanya, masih diperlukan tempat pengolahan sampah akhir dari residu-residu sampah yang tidak bisa terolah dari skala unit terkecil ataupun skala regional.

Berdasarkan hasil penelitian kami Holik, A., Erwanto, Z., & Yusuf, M. A. (2019) yang berjudul “Evaluation of Bulusan Landfill Capacity in Banyuwangi” (https://ojs.pnb.ac.id/index.php/LOGIC/article/view/1212), telah memprediksikan bahwasanya TPA Bulusan sebagai tempat pengolahan sampah akhir di Kabupaten Banyuwangi yang dulunya menampung sampah dari 13 Kecamatan di Banyuwangi mengalami overload capacity dari tahun 2018 sesuai hasil proyeksi yang sebelumnya telah kami analisa.

Seperti halnya yang disampaikan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa setelah mendapatkan protes dan blokade dari warga sekitar TPA Bulusan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi akhirnya menutup tempat pembuangan akhir yang sudah beroperasi sejak tahun 1988 tersebut. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyewa lahan baru seluas satu hektar selama tiga tahun di Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, sambil menunggu penyelesaian pembangunan TPA baru. “Untuk TPA, sementara ini dialokasikan di Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, di sana mampu menampung 58 ton per hari,” jelas Khusnul Khotimah, kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuwangi (Tutup TPA Bulusan, Pemerintah Banyuwangi Sewa Lahan Untuk Pembuangan Sampah Sementara (ekuatorial.com), 2019). 

Tempat peralihan pembuangan sampah saat ini di daerah AIL (Alam Indah Lestari), Dsn Karanganyar - Desa Karangbendo, Kecamatan Rogojampi dimana kawasan wilayah ini sangatlah tidak layak karena bisa berdampak pencemaran air dan udara di kawasan tersebut. Selain itu, wilayah tersebut berdekatan dengan Bandar Udara Internasional Banyuwangi yang merupakan Bandara berimage bersih dan berkonsep green building, bisa jadi memiliki citra negatif kedepannya di mata mancanegara. 

Tidak hanya itu, kawasan tersebut padat penduduk, dekat dengan kawasan pendidikan kampus Politeknik Negeri Banyuwangi dan daerah komersil lainnya. Memang tugas berat dalam menentukan lokasi TPA yang sarat makna negatif akibat dampak pencemarannya. Ditambah masih minimnya kesadaran masyarakat akan kepedulian pengelolaan sampah. Butuh gerakan masif penta helix yaitu dari kalangan masyarakat, industri, akademisi, media massa, dan instansi/pemerintah daerah.

TPA Bulusan dengan metode controlled Landfill dirasa masih belum efektif saat itu karena hanya mengandalkan timbunan dan pemadatan tanah dengan alat berat excavator dan bulldozer. Rasio efisiensi pengurangan volume sampah dari TPA Bulusan sebelumnya yang hanya dari mengoperasionalkan alat berat tersebut sebesar 1,25. Berikut hasil proyeksi sebelumnya di TPA Bulusan dengan efisiensi sampah melalui operasional alat berat.

Proyeksi Daya Tampung TPA Bulusan Dengan Efisiensi Sampah Melalui Operasional Alat Berat

Dari hasil proyeksi kapasitas daya tampung TPA Bulusan untuk tahun 2018 sudah dinyatakan over load dengan tinggi timbunan setinggi 16,03 m, dan sudah tidak mampu menampung sampah sebesar 9.810 m3. Sedangkan pada proyeksi 15 tahun mendatang dari tahun 2017 ke tahun 2031 diprediksikan TPA Bulusan sudah kelebihan muatan sebesar 326.164 m3. Dari hasil pengukuran tahun 2017 tinggi timbunan sampah di lapangan mencapai ± 13-14 meter, dan pada tahun 2018 tinggi timbunan mencapai ± 16-17 meter dan sesuai hasil proyeksi dengan didapatkan tinggi timbunan sudah mencapai 16.03 meter. Jadi tinggi kapasitas rencana sudah dilampaui, dan dapat dikatakan bahwa daya tampung TPA Bulusan sudah mati dan perlu dicari pengganti lokasi TPA.

Alhasil, karena saat ini status lokasi TPA masih belum pasti, sehingga kondisi saat ini terjadilah krisis sampah dan banyak kendala dalam pembuangan sampah di Banyuwangi karena protes warga yang merasa terganggu karena ketempatan pembuangan sampah. Sangat miris dan prihatin sekali dengan kondisi ini, sampah-sampah banyak masih yang tertimbun di TPS-TPS yang menyebabkan bau menyengat akibat proses pembusukan sampah organik. Sampah yang dibuang oleh warga Banyuwangi tapi kesulitan tempat pengolahan sampah di wilayah Banyuwangi sendiri. Hal ini sepertinya bisa dianalisa bahwa sepertinya belum ada kajian kelayakan teknis terkait penentuan calon lokasi TPA yang layak secara ekologi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Padahal di Pemerintah sendiri sudah ada SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. “Diharapkan penentuan lokasi TPA di Banyuwangi sesuai dengan kondisi geologis dan hidrologis wilayah Banyuwangi, sehingga bisa menjadi TPA yang tidak hanya pengolahan sampah berbasis sanitary landfill atau controlled landfill baik secara mandiri atau regional tapi juga memperhatikan konsep pembangunan TPA berbasis green ecology landfill, bahkan jika memungkinkan dilengkapi dengan teknologi incenerator yang bisa dimanfaatkan sebagai PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)”, ujar Zulis.

Berdasarkan hasil penelitian Erwanto, Z., Holik, A., & Alvian, J. (2018) “Determination study of landfill location as a potential replacement for Bulusan landfill using Geographic Information System” didapatkan bahwa rekomendasi calon TPA di Banyuwangi berdasarkan acuan SNI 03-3241-1994 terletak pada koordinat geografis 114°21'45.0"- 114°22'13.2" BT dan 8°06'14.5"-8°06'36.3" LS di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi dengan luas 0.4641 Km2 atau 46.41 Ha. Kurang lebih luasan lahan yang dibutuhkan dari hasil seleksi dari Sistem Informasi Geografis tersebut sesuai mendekati dengan kebutuhan lahan TPA yang diproyeksikan 15 tahun kedepan (https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/8751527). “Tentunya hal ini perlu ada kajian kelayakan teknis dan finansial lebih lanjut dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi pada umumnya sebagai pilot project dalam perencanaan pembangunan lokasi TPA baru dengan konsep green eco-landfill”, tandas Zulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun