Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi yang kian cepat, tradisi lokal seperti Rolas-an di Tegal, Jawa Tengah, tetap tumbuh dan lestari sebagai bentuk ketahanan identitas bangsa. Tradisi ini merupakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Rolas-an berasal dari kata "Rolas" dalam bahasa Jawa yang berarti "dua belas", hal ini merujuk pada tanggal pelaksanaannya. Perayaan ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Tegal sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam praktiknya, Rolas-an dilangsungkan secara gotong royong dalam persiapan sebelum pelaksanaan kegiatan, seperti menghias tempat acara, memasak, dan mengatur keperluan lain untuk kegiatan tersebut. Â Persiapan ini dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat, tanpa memandang usia, status sosial, atau pendidikan. Warga akan berkumpul di masjid, mushala, atau rumah-rumah tokoh masyarakat. Untuk menggelar acara pengajian Maulid Berzanji, pembacaan shalawat, tausiah, hingga pembagian berkat (makanan) yang dibawa pulang sebagai simbol suatu keberkahan.
Rolas-an bukan hanya perayaan keagamaan saja, akan tetapi ia memiliki fungsi sosial dan pendidikan yang kuat. Karena dalam kegiatan ini, tercermin nilai-nilai luhur seperti toleransi, semangat gotong royong, kebersamaan, serta kesadaran akan pentingnya menjaga suatu harmoni sosial. Rolas-an juga menunjukkan implementasi dari sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kegiatan ini, warga menjadikan momentum Maulid Nabi sebagai pengingat untuk meneladani akhlak dan perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kebersamaan warga dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan menunjukkan praktik langsung dari sila ketiga Pancasila, yaitu persatuan Indonesia. Tanpa adanya semangat persatuan dan kerja sama, akan mustahil pelaksaan kegiatan ini berjalan secara konsisten setiap tahunya. Dalam suasana Rolas-an tidak ada kompetisi dan individualisme, yang ada hanyalah semangat saling berbagi, saling mengasihi, dan memperkuat hubungan antar sesama. Seperti disebutkan oleh Samidi (2021) dalam penelitiannya, tradisi maulid di berbagai daerah merupakan sarana untuk memperkuat identitas sosial masyarakat. serta mempererat hubungan antar individu melalui media buaya dan agama.
Meski memiliki banyak nilai-nilai baik yang terkandung, Rolas-an menghadapi tantangan serius di era digital. Generasi muda cenderung lebih akrab dengan budaya global daripada nilai-nilai lokal. Tidak sedikit yang menganggap bahwa tradisi ini ketinggalan zaman. Namun, alih-alih ditinggalkan tradisi ini perlu dilestarikan dan diadaptasi. Pelestarian berarti mempertahankan nilai-nilai dan makna spiritualnya, sedangkan adaptasi mencakup bagaimana cara penyampaiannya agar sesuai dengan zaman. Misalnya, dengan  mendokumentasikan kegiatan Rolas-an di media sosial, membuat podcast atau vlog edukatif tentang Sejarah Maulid, mengemas berzanji dalam bentuk kreatif supaya menarik generasi muda. Setiyaningsih (2022) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi SAW di Indonesia merupakan suatu bagian dari hasil akulturasi ajaran sufi yang telah mengedepankan nilai-nilai kebaikan, kedamaian, dan keberagaman budaya lokal yang tetap menjunjung tinggi akidah ajaran Islam. Yang berarti, sejak awal tradisi Maulid Nabi sudah mengandung ke fleksibilitas yang memungkinkan tradisi ini beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan eksistensinya.
Untuk menjaga tradisi ini, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan tokoh agama dapat bekerja sama untuk menjadikan Rolas-an sebagai model Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Bahkan, sekolah bisa menjadikan tradisi ini sebagai bagian dari praktik kerja lapangan untuk pelajaran PPKn dimana siswa dilatih untuk memahami nilai-nilai kebangsaan melalui pengalaman nyata.
Tradisi Rolas-an bukan hanya tentang memperingati Maulid Nabi, tetapi juga merupakan cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan Pelajaran kewarganegaraan yang hidup di Tengah Masyarakat. Ia mengajarkan kita bahwa menjadi warga negara yang baik tidak hanya berarti taat hukum saja, tetapi juga aktif dalam menjaga kerukunan, melestarikan adat dan budaya, serta membangun solidaritas sosial. Oleh karenanya, menjaga tradisi Rolas-an bukanlah seketar menjaga suatu tradisi, tetapi juga menjaga jadi diri bangsa. Sebab dalam tradisi inilah kita belajar menjadi manusia yang religius, nasionalis, yang cinta akan Tuhan-Nya sekaligus cinta tanah air.
REFERENSI
Setiyaningsih, Sri Isnani., & H., Luluk Asekhatul (2022) Lebaran Maulid Tinjauan Bentuk dan Nuansa Pelaksanaan Tradisi Masyarakat Demak. Project Report. LP2M UIN Walisongo, Semarang.
Samidi. (2021). Tradisi Maulid dan Pembentukan Identitas Sosial Masyarakat Jawa. Jurnal Sosial Keagamaan, 15(2), 113–126.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI