Sumber Tabel.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perkembangan tasawuf dan tharikat di Aceh tidak lepas dari perkembangan politik di kerajaan Aceh, alasannya sangat beragam, diantaranya adalah semua kebijakan yang lahir dari kerajaan Aceh mayoritasnya diterbitkan oleh qadhinya kerajaan yakni Hamzah Fansuri, Ar-raniry, dan banyak tokoh tokoh ulama lainnya. Secara umum, segala pergelokan dan peradaban Aceh pada masa itu sangat diperankan oleh para ulama-ulama dayah yang membentuk pergerakan-pergerakan di masyarakat baik di bidang agama, sosial, ekonomi, politik, kesehatan dan lain sebagainya,
Dengan ini dapat dipastikan bahwa jika membahas pergerakan keagaan di Aceh tidak lepas dari perkembangan tasawufnya yang salah satu dipelopori oleh Hamzah Fansuri dengan dengankonsep wahdatul wujudnya, Syamsudi Assumatrani, dan Arraniry dengan konsep wahdatul Suhudnya (kesaksian), serta syeikh Abudrrauf Assingkili juga tidak terlupakan dalam perkembangan tasawud diAceh.
Hubungan tasawuf dengan masyarakat Aceh pada masa kerajaan sangatlah erat kaitannya, karena masyarakat Aceh pada masa itu sangat bersemangat mempelajari ilmu tasawuf yang dikembangkan oleh ulama-ulama yang berkahrismatik tinggi sehingga seiring dengan perkembangan ilmu tasawuf pada masa itu ilmu tharikat yang dikembangkan juga terus berkembang. Melaui ilmu tasawuf dan tharikat ini secara otomatis membentuk paradigma berfikir, tingkah laku serta kebudayaan masyarakat pada masa itu. Bukti kebudayaan yang ada pada masa itu adalah banyaknya pesantren-pesantren yang didirikan oleh ulama-ulama tersebut walaupun tidak hanya mengajarkan ilmu tasawuf semata.
3.2. Saran
Materi yang disampaikan di atas adalah sebuah pemikirannya penulis sebagai bentuk usaha memahami perkembangan tasawuf di Aceh dengan ilmu dan pengalamanya penulis secara pribadi, jika kita pelajari subtansial sebuah sejarah perkembangan sebenarnya banyak tafsir yang diinterpretaasikan yang sesuai dengan pengalaman, ilmu, umur, dan lingkungan penulis, dengan demikian penulis berharap kepada para pembaca untuk sudi kiranya meulusuri subtansial materi ini lebih jauh lagi, sehingga kepuasan pembaca dalam mengonsumsi ilmu akan didapat.
Zulfata, Aceh Dalam Paradigma (Banda Aceh: Zoom 2013), hal.4
Sehat Ihsan Shadiqin, Tasawuf Aceh, Banda Aceh: Bandar Publishing 2008), hal.33
Otto Syamsudin Ishak, Sang Martir Tengku Bantaqiah, (Jakarta : Yappika yayasan Msyarakat Sivil untuk demokrasi 2003), hal.27
Hartono Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks ke Indonesiaan, (Yogyakarta :LKIS 2003 ), hal. 28
Hermansyah, Aliran Sesat di Aceh Dulu dan Sekarang, (Banda Aceh: Lembaga Penelitian IAIN Ar-raniry & Ar-raniry press 2011), hal:17