Mohon tunggu...
zulfanny najla
zulfanny najla Mohon Tunggu... ums

pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Optimalisasi Fungsi Perpustakaan Sekolah melalui Penataan SDM dan Pembaharuan Bahan Bacaan

1 Juli 2025   22:42 Diperbarui: 1 Juli 2025   22:41 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Artikel opini ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Manajemen Perpustakaan

Nama : Zulfanny Najla Aida Riady

NIM    : A510230204

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Perpustakaan sekolah dasar seharusnya menjadi pusat denyut literasi dan pembelajaran mandiri di lingkungan sekolah. Di sinilah anak-anak dapat menjelajahi dunia melalui buku, melatih daya pikir kritis, dan membangun kemandirian belajar. Namun, dalam praktiknya, banyak perpustakaan di sekolah dasar masih diperlakukan sekadar sebagai gudang buku, bukan pusat pembelajaran yang hidup dan berkembang. Pengalaman dari lapangan, seperti di SD Negeri Sondakan, menunjukkan bahwa tantangan utama terletak pada dua hal: tidak adanya pustakawan tetap dan minimnya pembaruan koleksi buku. Kondisi ini menjadi ironi ketika di saat yang sama, literasi menjadi isu nasional yang terus digaungkan oleh berbagai pihak. Maka, menjadikan perpustakaan sebagai jantung kegiatan literasi bukanlah sekadar jargon, tetapi kebutuhan nyata yang harus diwujudkan melalui langkah konkret.

Perpustakaan yang dikelola secara profesional memiliki kekuatan besar dalam mendukung pendidikan dasar. Pustakawan bukan hanya penjaga buku, tetapi juga fasilitator literasi yang mampu merancang program membaca, membimbing siswa menelusuri informasi, dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Sayangnya, banyak sekolah belum memiliki tenaga khusus untuk tugas ini. Pengelolaan perpustakaan sering kali dibebankan kepada guru secara bergilir, yang tentunya sudah memiliki beban mengajar sendiri. Selain itu, koleksi buku yang tersedia pun sering kali tidak lagi relevan. Buku-buku yang usang dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman justru menurunkan minat baca siswa. Padahal, buku yang menarik dan sesuai usia dapat menjadi pintu masuk bagi anak untuk mencintai membaca. Tanpa pembaruan koleksi yang terencana, perpustakaan akan kehilangan daya tariknya.

Untuk itu, dua langkah utama perlu segera diambil. Pertama, penempatan pustakawan tetap di setiap sekolah dasar. Sekolah dapat mengupayakan pelatihan khusus bagi guru yang diberi tugas khusus sebagai pustakawan, atau bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan tenaga kepustakawanan yang profesional. Kedua, perlu dibuat sistem pembaruan koleksi buku secara berkala. Evaluasi tahunan terhadap koleksi yang ada dapat menjadi dasar untuk penambahan buku, baik melalui dana BOS, kemitraan dengan perpustakaan daerah, ataupun donasi masyarakat.

Ketika adanya pustakawan tetap dan pembaruan koleksi secara konsisten, perpustakaan tidak hanya akan hidup secara fisik, tetapi juga fungsional. Ia akan menjadi ruang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk bertumbuh dalam dunia literasi. Bahkan lebih jauh, akan tercipta ekosistem belajar yang inklusif, di mana siswa datang ke perpustakaan bukan karena disuruh, tetapi karena ingin. Karena mereka merasa dihargai, dilayani, dan diberi ruang untuk tumbuh. Kita tidak bisa berharap siswa menjadi generasi literat bila fasilitas dasar seperti perpustakaan tidak dikelola dengan serius. Jika ingin melahirkan generasi pembelajar sepanjang hayat, maka perpustakaan sekolah dasar harus diletakkan kembali di posisi strategisnya---sebagai jantung sekolah yang terus berdetak dan menghidupkan semangat belajar di setiap siswanya.

Di SD Negeri Sondakan, saat ini belum terdapat pustakawan tetap. Pengelolaan dilakukan secara bergilir oleh guru, yang tentunya sudah memiliki beban kerja tersendiri dalam kegiatan belajar-mengajar. Meskipun sistem ini mencerminkan kolaborasi internal sekolah, ketidakhadiran pustakawan tetap dapat menghambat keberlangsungan program literasi secara konsisten dan profesional. Ketiadaan pustakawan menyebabkan pengelolaan perpustakaan berjalan kurang optimal dan tidak memiliki arah yang jelas dalam strategi pengembangan literasi.

Demikian pula dalam hal koleksi buku. Berdasarkan temuan lapangan, sebagian besar koleksi yang tersedia adalah buku-buku lama yang tidak diperbarui secara rutin. Ini bertentangan dengan prinsip pengembangan koleksi yang mengharuskan adanya seleksi dan evaluasi berkala. Padahal, koleksi yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan pembaca akan menyebabkan rendahnya daya tarik perpustakaan dan menghambat peningkatan minat baca siswa.

Oleh karena itu, dua solusi utama harus segera dilakukan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun