Mohon tunggu...
Zulfan Fauzi
Zulfan Fauzi Mohon Tunggu... Novelis - Prosais, penulis

Penulis asal Gambut, daerah yang terjebak di antara Banjarmasin dan Banjarbaru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Membaca Hujan

11 Maret 2024   09:13 Diperbarui: 11 Maret 2024   09:27 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di hadapan Kartika kini adalah siluet keluarga bahagia, seperti yang sering ditampilkan dalam sinetron. Anak lelaki itu tertawa bahagia, ia dihadiahi mainan baru oleh ayahnya, sementara si suami merangkul bahu istrinya, dan menariknya lebih dekat, mata mereka bertemu, tatapan mereka penuh cinta, lalu sebuah kecupan dari si suami di dahi istrinya meluruhkan segala kesedihan di dada si istri.

Si suami kembali seperti dulu, ia kembali jadi sosok penyayang, si istri terharu dan bahagia, semua lebam di tubuhnya seakan tak berarti apa-apa. Semua kesabarannya terbayar, ketabahan dirinya telah teruji, dan doa-doa yang terus ia panjatkan sepanjang malam kini telah bermuara. Si suami kembali menjadi kekasih yang mati-matian mencintai dan memperjuangkannya lagi.

Kartika menjelaskan apa yang lihat kepada Rendra, dan Rendra dengan setengah bergumam mencatat.

"Si anak lelaki mendapat robot-robotan berwarna merah dari ayahnya." Catat Rendra di buku tulisnya.

Kartika terhenyak mendengar apa yang digumamkan oleh Rendra. Namun, ia tidak ambil pusing. Ia kini menuju kamar utama, dan hanya ada lampu lima watt yang bersinar redup menjadi sumber cahaya di sana.

Lalu, semua yang ada di dalam kamar itu menguap dalam pandangan Kartika setelah terkena tetesan air hujan. Seperti sebuah film, sekumpulan siluet itu pun membentuk adegan cerita, dan kali ini tampak akan terjadi klimaks. Di sudut kamar, si bocah lelaki itu memeluk robot-robotannya sambil menangis melihat orang tuanya bertengkar hebat. Sebuah tamparan dengan telak menghantam pipi si istri hingga terjatuh ke ranjang.

Si suami mendapat masalah lagi di kantornya, kali ini proyek ratusan juta yang sudah ada di dalam genggaman lepas begitu saja. Si istri yang berkeinginan untuk membantu suami, dengan meminta bantuan saudara dan beberapa kawan malah semakin membuat suaminya murka. Ia menganggap mulai tidak dihargai sebagai laki-laki, dan untuk mempertahankan hierarkinya dalam keluarga, si suami pun melakukan kekerasan.

Si istri menangis di atas ranjang, si suami kemudian melepaskan ikat pinggangnya, dan dengan tega melecut punggung perempuan yang ia kasihi tersebut. Ketika mata si istri itu bertemu dengan tatapan anaknya, si bocah lelaki itu langsung meloncat mencoba menahan tangan ayahnya agar tidak melecut ibunya lagi, tapi si suami yang sudah gelap mata sama sekali tidak peduli. 

Semakin si istri mencoba bertahan untuk tidak berteriak kesakitan, karena tidak ingin anaknya kelak mengalami trauma, semakin keras pula si suami mendera. Ia merasa kelelakiannya diinjak-injak. 

Si istri yakin suaminya masih yang dulusetidaknya seperti itulah yang ia harapkan. Si suami hanya sedang marah kepada dunia, tapi saat ia marah dunia tidak ada di hadapannya, dan ia memilih untuk melampiaskan amarahnya kepada istri yang selalu ada untuk dirinya.

Si ayah yang tidak lagi menjadi dirinya itu pun mendorong anaknya yang terus mencoba mencegahnya agar tidak mencambuk istrinya. Anak itu kemudian terjatuh dan kepalanya membentur lantai, lalu tidak sadarkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun