Mohon tunggu...
Zulfa
Zulfa Mohon Tunggu... Pustakawan - pustakawan

bergelut dengan buku dan sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rustamadji

15 Desember 2019   23:23 Diperbarui: 15 Desember 2019   23:18 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namanya Rustamadji. Seorang pemuda kelahiran Randublatung Blora. Sebuah kabupaten yang nyaris seluruh wilayahnya ditutupi dengan lebatnya hutan jati, kala itu.


Diantara luasnya wilayah Blora, Rustamadji bermukim di sebuah desa yang tempatnya sangat terpelosok. Bahkan kalau menggunakan bahasa hiperbola, bisa dibilang terisolir. Dusunnya merupakan dusun terakhir di wilayah desanya. Dan entah mengapa, di keempat penjuru mata angin, yang membatasi wilayahnya dengan dusun lain adalah pesawahan dan sungai. Tidak ada jalan. Entah apa maksud leluhurnya mendirikan pemukiman disana. Apakah mereka mengasingkan diri atau semacamnya. Yang pasti, Rustamadji muda tumbuh besar tanpa pernah merasakan jalan.


Rustamadji pernah bersekolah di luar kota. Bahkan dia sudah lulus sarjana. Sarjana tarbiyah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengalaman bersekolah di Yogyakarta, membuatnya tahu bahwa ada sesuatu bernama listrik. Rangkaian kabel dan bohlam, yang membuat malam hari menjadi terang. Tanpa perlu menyalakan ublik1, yang selalu menyisakan jelaga di dalam hidung, saat dia bangun di pagi hari.  Atau sibuk memompa strongking2, saat cahaya putihnya yang menyilaukan mulai meredup.


Rustamadji muda bertekad, desaku harus bisa merasakan listrik dan jalan.
Rustamadji saat itu sudah bekerja sebagai guru sekolah teknik (setara SMP). Penghasilannya sebagai pegawai negeri sangat kecil. Hanya cukup untuk menebus beras dan sedikit tambahan biaya hidup. Beruntung ibunya telah memberi dia jatah sepetak sawah untuk digarap. Lumayan untuk tambahan penghasilan. Karena dia harus menyekolahkan 3 orang anak.
Tiga orang anak itu jugalah yang menjadi salah satu penyemangat bagi Rustamadji, untuk mewujudkan mimpinya. Listrik dan jalan.


Tidak bosan-bosannya Rustamadji muda mendatangi kantor kecamatan. Menceritakan keluh kesah, mewakili penduduk desanya yang belum memiliki jalan. Menceritakan perjuangan anak-anak di desanya untuk mencapai sekolah. Yang berada di desa terdekat, namun dibatasi sungai yang dalam. Menyeberangi sungai yang sedang banjir. Mengandalkan bambu panjang yang dibentangkan. Kedua sisinya dipegang oleh para pemuda yang paling kuat. Kemudian, secara bergantian, anak-anak itu menyeberang, sambil menenteng baju dan tas sekolah mereka agar tidak basah.


Rustamadji muda juga rajin mendatangi perusahaan listrik. Berharap agar terangnya lampu segera menghiasi rumah-rumah di desanya.
Setahun berlalu. Rustamadji mulai khawatir. Khawatir bahwa desanya yang dicintai tidak akan pernah mencicipi kemajuan, melalui listrik dan jalan.
Hingga hari itu tiba.


Kunjungan ke kantor kecamatan berbuah manis. Pak camat berjanji akan memasukkan anggaran pembangunan jalan masuk ke desanya. Meskipun mungkin hanya jalan makadam3. "Mboten menopo Pak, maturnuwun sanget"4. Senyum mengembang di wajahnya yang sawo mayang. Tinggal satu langkah lagi, listrik.


Rustamadji melanjutkan lakunya ke kantor PLN yang letaknya di kota kabupaten. Sepeda onta yang dia pinjam dari kakak iparnya yang bekerja sebagai perangkat kecamatan dipacu tanpa kenal lelah. Difikirannya hanya satu. Listrik.
Allah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.


Petugas PLN yang sering ditemuinya memberikan kabar baik, dan kabar buruk. Kabar baik karena akhirnya permohonan Rustamadji untuk pemasangan listrik di desanya akan dikabulkan. Kabar buruk, karena syarat pemasangan listrik adalah, kesediaan seluruh penduduk desa untuk membayar iuran pemasangan listrik. Lima ratus ribu rupiah. Jumlah yang besar kala itu. Rustamadji tidak tahu, bagaimana warga desanya mendapatkan uang sebanyak itu. Karena hampir seluruh warga desanya hanya berprofesi sebagai petani.


Bukan Rustamadji kalau mudah menyerah.
Rustamadji menjaminkan surat rumah dan tanahnya, untuk mencari pinjaman ke bank. Warga desa membayar ke Rustamadji dengan mencicil. Hanya tinggal meyakinkan semua orang bahwa untuk mencapai sesuatu yang lebih, maka diperlukan usaha lebih. Jer basuki mowo beyo5.


30 tahun berlalu
Desa Rustamadji telah menjadi desa maju. Jalan berbatu sudah berubah menjadi jalan aspal. Segala macam peralatan elektronik sudah bisa ditemui.
Tidak ada lagi jelaga di pagi hari. Tidak ada lagi bertaruh nyawa, menyeberang sungai yang sedang banjir, hanya untuk berangkat sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun