Mohon tunggu...
Zulfakriza Z.
Zulfakriza Z. Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang senang ngopi tanpa gula dan tanpa rokok

Belajar berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menapaki Indonesia dari Kilometer Nol

23 Oktober 2016   23:33 Diperbarui: 24 Oktober 2016   06:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu kilometer 0 Indonesia dengan lambang Burung Garuda, sayangnya masih dalam proses rekonstruksi (dokumentasi pribadi)

"Dari Sabang sampai Meuroke, berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. 

Sebuah lirik lagu perjuangan sebagai penyemangat dan memahamkan kita tentang negeri Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang sambung menyambung. Menapaki tanahnya, menyusuri lautannya dan menyapa keindahan dalam keramahan, itulah Indonesia. 

Sabang, sebuah kota yang berada di paling ujung barat Indonesia. Kota yang terkenal dengan destinasi wisata alam bawah laut yang sangat mempesona. Sehingga tidak heran banyak wisatawan dari manca negara bertandang ke kota ini untuk menikmati keindangan alam bawah laut Sabang. Pulau Weh adalah nama pulau dimana kota Sabang berada. Pulau dengan luas wilayah 121 km persegi yang dikelingi oleh beberapa pulau kecil seperti Pulau Klah (0,186 km²), Pulau Rondo (0,650 km²), Pulau Rubiah (0,357 km²), Pulau Seulako (0,055 km²). Di Pulau Weh inilah tertancap tugu Kilometer 0 Indonesia. Tugu seringgi lebih kurang 10 meter dengan lambang Burung Garuda yang menghadap lepas ke Samudera Hindia.    

Secara tatanan geologi, Pulau Weh merupakan pulau vulkanik yang terlihat jelas dengan keberadaan Gunung Api Aktif Jaboi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memberikan kategori Tipe C untuk gunung api ini. Artinya pernah terjadi letusan dalam kurun waktu lebih dari 400 tahun silam. Akan tetapi secara fisik, kita masih menemukan jejak-jejak keberadaan sebuah gunung api aktif dengan adanya sumber air panas dan material vulkanik lainnya. Jika kita menapaki beberapa pantai di Pulau Weh ini, masih ditemukan lapisan-lapisan batuan sempit yang merupakan batuan vulkanik yang bersifat andesitik. Selain itu, kita bisa menemukan sebuah danau yang dikenal dengan nama "Danau Aneuk Laot", sebuah danau yang terbentuk akibat aktivitas tektonik yang merupakan kemenerusan dari Sesar Seulimum.  Danau dengan air tawar yang jernih dan menjadi sumber air bersih bagi masyarakat yang bermukim di Kota Sabang.

Sabang sudah terkenal sejak zaman Belanda bahkan lebih terkenal dibanding Temasek (sekarang Singapura). Belanda memberikan nama Kolen Station dan  menjadikan Sabang sebagai kota pelabuhan yang terpenting pada masa perang dunia ke-2. Artinya secara geopolitik, Sabang memiliki posisi yang strategis dan peranan yang penting dalam jalur pelayaran. Tahun 1895 merupakan tahun yang tercatat dalam sejarah Sabang sebagai pelabuhan bebas. Belanda menyebutnya dengan istilah vrij haven dan dikelola Maatschaappij Zeehaven en Kolen Station yang selanjutnya dikenal dengan nama Sabang Maatschaappij.  Sayangnya tahun 1942 pada saat Jepang menduduki Sabang, infrastruktur pelabuhan bebas Sabang hancur akibat serangan bom dari sekutu. Dan nama Sabang sebagai pelabuhan bebas yang strategis mulai redup dan terpaksa ditutup. 

Setelah kemerdekaan, Sabang dijadikan sebagai pusat angkatan laut Republik Indonesia Serikat dan aset pelabuhan  Sabang Maatschaappij dibeli dan dikuasai oleh pemerintah RIS. Tahun 1965 terbentuk kota praja Sabang yang menjadi titik awal kembalinya Sabang sebagai kota pelabuhan bebas. Sayangnya sampai hari ini, pelabuhan bebas Sabang seperti kata pepatah "hidup segan mati tak mau".  Akan tetapi, meskipun pelabuhan bebas Sabang tidak lagi tersohor seperti masa Belanda dulu. Setidaknya sampai hari ini Sabang memiliki pelabuhan kapal cepat dan kapal lambat juga pelabuhan udara. Sehingga memudahkan kita untuk menikmati keindahan alam bawah laut Sabang yang sangat mempesona.

Pantai Gapang Sabang di senja hari. Foto ini terambil dari Gapang Resort.
Pantai Gapang Sabang di senja hari. Foto ini terambil dari Gapang Resort.
Untuk menapakkan kaki di Sabang, ada beberapa alternatif moda transportasi. Setiap hari ada kapal penyebrangan dari pelabuhan Ule Lhe Banda Aceh ke Pelabuhan Balohan Sabang. Hanya dengan 80 ribu rupiah kita sudah bisa menapakkan kaki di Sabang dalam waktu lebih kurang 50 menit dengan menggunakan moda transportasi kapal cepat. Selaian itu, kita juga bisa menggunakan kapal lambat, tentu harganya lebih murah dan waktu yang sedikit lebih lama. Sayangnya, saya belum sempat menggunakan kapal lambat sehingga tidak tahu berapa harga tiketnya dan lama waktu tempuhnya.

Icon tugu kilometer 0 Indonesia (Dokumentasi pribadi)
Icon tugu kilometer 0 Indonesia (Dokumentasi pribadi)
Salam dari KM 0 Indonesia,  dari ujung barat Indonesia tersapa
Sapaan hangat untuk sebuah negeri,  negeri indah yang kaya raya

Sayang sungguh disayang, negeri kaya hanya cerita
Banyak rakyat yang masih sengsara, seperti halnya negeri yang belum merdeka

Masih tersimpan semangat di dada, semangat optimis untuk bangkit
Masih tersimpan harapan dalam impian, harapan hari esok yang lebih baik...

Salam dari KM 0 Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun