Minggu pagi yang sibuk dimulai. Sebelum semua aktivitas dimulai, aku shalat subuh agar aku bisa tenang dalam menjalani hidup hari ini. Seusai shalat aku membereskan rumah dan setelahnya aku bersiap pergi kuliah akhir pekan seperti yang sudah-sudah.
Pagi  ini aku  berangkat dari rumah agak lambat dari biasanya dan jarak yang aku tempuh menuju tempat yang dituju juga menguras tenaga dari biasanya. Jalan yang aku lewati biasanya, digunakan acara perayaan pernikahan. Wajar sih, ini bulan Sya'ban dalam kalender Hijriah.Â
Biasanya pada bulan begini semua jadi kenyang. Kenyang akan makanan, sampai keinginan. Tetapi aku tidak tahu bagaimana bisa  di bulan Muharram  pasti acara perayaan pernikahan tidak ramai seperti sekarang. Dalam kurun tiga belas hari aku sudah lihat yang begini tiga kali, sedangkan di bulan Muharram atau orang Jawa menyebutnya Sasi Sura  orang kebanyakan enggan menikah di  bulan ini, entah mengapa.
Setelah perjalanan yang lebih jauh dari biasanya aku telah sampai di kampus. Eits, ternyata aku belum terlambat. Aku  dan teman-teman belajar dua mata kuliah dalam kurun waktu empat jam. Setelah Dzuhur kami istirahat,
Tiga orang temanku dan aku berencana pergi keluar dari kampus  karena warung dekat sekolah tidak buka hari ini, fakta itu terasa aneh buat diriku.
Kami sudah siap, dan kami pergi beli mie ayam. Sungguh sulit ternyata menemukan rumah makan yang ingin dituju, biasanya mudah ketemu, anehnya sulit aku temukan hari ini. Tapi, temanku yang lain akhirnya membantuku menemukannya dan kami makan enak.
Saat kami pulang, kami harus melewati jalan jalur satu arah, tetapi aku tidak ingat  hal itu dan temanku tidak tahu aturan di jalur satu arah, Kami melakukan kesalahan dengan menuju ke tengah mendekati pembatas jalan, setelah sadar dari lupa aku mencoba membantu temanku keluar dari kesalahan dan kami berhasil. Kami berhenti tepat di atas jembatan tanpa pembatas, arah menuju sebuah gang.Â
Namun entah bagaimana, pada akhirnya temanku kehilangan keseimbangan dan kami jatuh kebawah jembatan. Mungkin jika ini diceritakan oleh dukun mistis, pasti orang akan menyangka itu jembatan ada hantunya.
Saat kami naik ke permukaan, aku baru sadar jika daguku terluka dan darah mengalir darinya ketika aku diingatkan temanku yang naik motor bersamaku. Kami lalu naik becak ke rumah sakit. Aku sebenarnya tidak mengapa dengan luka ini, tetapi aku galau dengan rasa bersalah temanku yang terlalu. Dia berbicara terus, menunjukan rasa bersalahnya. Aku tidak apa, tetapi dia yang nestapa.
Selama perjalanan, aku berdoa agar Allah, memberiku kesempatan untuk hidup, karena aku merasa jika mati, aku mati dalam kekafiran. Didasar hatiku aku menyesal akan perbuatanku. Seandainya aku bisa lebih bijak aku tidak berkeinginan ikut pergi sehingga membuat temanku menuruti keinginanku dan arahanku.
Setelah melewati jalan yang ramai menuju rumah sakit. Akhirnya kami berhasil sampai di tempat tujuan. Segera abang becak mengayuh pedal becaknya memasuki halaman rumah sakit dan berhenti di depan pintu ruang IGD . Â
Dalam batinku bertanya, "bagaimana bisa aku masuk IGD, hanya karena luka ringan ini?".
Namun, waktu aku masuk aku tidak ingin berpikir terlalu keras dan membiarkan orang yang waras yang mikir, bagaimana cara menolongku dari rasa sakit yang sudah tiada terasa kata orang saking dalamnya luka yang diderita. Karena aku enggan mikir aku tidak masalah mereka memintaku untuk bagaimana, yang penting aku sembuh dan tidak menyusahkan orang lama-lama. Bisa strees aku karenanya.
Setelah aku berada di sebuah kamar IGD aku mulai diperiksa dan diberi obat serta perawatan layaknya mengobati bocah umur belasan tahun. Mereka menanyaiku dimana sekolahnya, kenapa aku bisa dapat luka itu,terus siapa yang bakal dikabari duluan. Mungkin pacar, tetapi malangnya aku tidak punya selain laptop dan hp. Bagiku merekalah pacarku, bukan tetangga atau teman, bahkan teman yang ada di dalam handphone atau laptop juga bukan pacarku. Lagipula mereka itu ada di kampus. laptop, Handphone milikku tidak aku bawa baik sebelum masuk IGD ataupun sudah.
Jujur setelah diobati aku ingin segera pulang ke kampus bukan rumah. Karena aku takut kena marah ayah atau ibu lantaran terkejut dengan keadaanku yang sangat buruk ini.. Â Lagipula, aku tak mau kehilangan nilai kehadiran untuk dua kuliah yang tersisa. Namun bukan itu kehawatiranku yang paling utama, tetapi bagaimana jika ada orang yang mengabarkan hal ini kepada ayah atau ibu dan sehingga terburu waktu untuk segera pulang dari luar kota. Tetapi, semua rencana dan kekhawatiranku tidak terjadi.
Bukan masalah jika aku melakukan kesalahan, namun, aku tiada sanggup jika kesalahanku ini membawa masalah bagi yang lain, Namun, aku tidak bisa mencegah kenyataan bahwa apa yang salah padaku membuat mereka menjadikanku  obyek perhatian dan juga masalah.
 Hingga mereka rela dengan sangat rela membuang uang di rumah sakit, meskipun ada ansuransi karena takut lapor polisi lantaran temanku tak membawa SIM dan STNK Lebih menjengkelkan lagi, bila motor dikerek ke kantor polisi. Inilah yang paling ditakukan temanku,  karena dia tak bisa membawa pulang motor untuk seumur hidupnya, jika polisi menggunakan kendaraan roda dua miliknya sebagai bahan pemeriksaan.
Membuang uang dan tenaga mereka untuk merawatku dan memenuhi keinginanku. Beberapa bahkan membuang-buang suara mereka untuk menanyaiku sebab bagaimana dapat perban di dagu dan ada dari beberapa manusia yang tanpa diminta jadi penasihat dadakan yang sok tahu.
Jujur padamu, aku tak ingin menyusahkan dan menjadi obyek perhatian seperti ini Luka ini, tidak sebanding dengan rasa bersalah karena membuat orang menjadi merasa iba dan terseret dalam lelah dan masalah karena memenuhi keinginanku.Â
Bahkan ibuku tidak marah, ketika temanku datang mengabarkan kecelakaan yang menimpaku. Bukannya dari dulu begitu, setiap kali aku terluka secara fisik mereka langsung teriak dan panik.Â
Tetapi, jika aku luka batin lantaran mereka mempertanyakan usaha dan kesungguhanku dalam bertindak, karena tak sesuai harapan, mereka langsung naik pitam dan menganggap akulah yang salah lantaran malas. Itulah manusia, mereka tak pernah memahami sesuatu jika hanya memperhatikan orang lain ketika dia terluka fisiknya bukan batinnya.
Pandangan temanku yang jatuh bersamaku tentang kecelakaan itu. Kecelakaan terjadi lantaran hari itu adalah hari meninggalnya ibunya dan dia tak ingat sehingga dia akhirnya mengalami petaka.Â
Itulah orang Indonesia kadang tingkahnya tak jelas. Jadi orang Islam masih percaya jika yang sudah dikubur masih harus dimintai restu. Inilah apabila sesuatu sudah jadi keyakinan, sehingga semuanya terlihat jadi nyata.
Tetapi untuk diriku kecelakaan ini adalah sebuah pengalaman seru tak terduga .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI