Rupanya, selain Kartini, ada yang berusaha memperjuangkan pendidikan bagi rakyatnya, namun para bupati rupanya tidak suka dengan ide-ide semacam itu. Tidak apa-apalah bila anak bupati mendapatkan pendidikan, namun jika rakyat yang mendapatkan pendidikan? Oh, tunggu dulu! Sekarang belum saatnya!
Kartini geram dengan perilaku semacam ini. Dan mungkin ia akan lebih geram lagi jika melihat perilaku seperti itu masih ada hingga SEKARANG. Rakyat tidak boleh maju jika proyek 'memajukan' rakyat itu tidak menguntungkan pemerintah.
Perempuan istimewa masa kini
Apa yang ada di pikiran Kartini dan apa yang berusaha ia wujudkan, hendaknya kita tanamkan dalam diri kita. Karena rupa-rupanya apa yang ia pikirkan dan yang ia khawatirkan masih berlaku hingga sekarang. Kita semua, para perempuan sangat boleh melanjutkan perjuangan Kartini yang belum sempat ia selesaikan.
Misalnya, dengan tidak takut untuk memiliki cita-cita. Meski banyak sekali halangan karena kodrat kita berbeda dengan laki-laki, bukan berarti kita tidak memiliki kekuatan yang sama dengan mereka. Saya tahu, beberapa perempuan masih takut untuk bercita-cita tinggi karena ... ujung-ujungnya bakal di dapur. Yah, mohon maaf, kalau kita masih merayakan hari kartini dengan lomba memasak dan berkebaya tentunya kita tidak akan sadar jika perempuan memiliki kekuatan di luar dapur.
Sudah saatnya perempuan, baik yang tinggal di rumah maupun berkarir, mulai berani menuliskan pemikiran-pemikirannya dan tunjukkan bahwa pemikiran dan perjuangan kita bisa membawa negara kita menjadi lebih baik. Tanpa perlu membawa tombak, tanpa perlu mendirikan sekolah, kita bisa membawa perubahan, kok!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI