Mohon tunggu...
Sekarwati
Sekarwati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bukan Sekadar Politik, Ego Proto-Fasisme yang Jauh Lebih Berbahaya

27 November 2018   19:11 Diperbarui: 27 November 2018   19:17 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto:Tribunnews.com

Semisal, tim sukses Prabowo pernah mengabaikan seluruh survei yang tidak menguntungkan kubunya pada Pilpres 2014 lalu, dan lebih mempercayai hasil survei abal-abal. Survei yang ilmiah pun dibuat tandingan karena tidak selaras dengan keinginanya. Padahal itu terbukti salah. Ingat, sujud syukur palsu mereka pasca pencoblosan Pilpres 2014? Nah, itu hasilnya.

Kemudian, untuk perkara yang faktual saja, misal kasus Ratna Sarumpaet, mereka juga lebih memilih mempercayai narasi yang sesuai dengan imajinasinya dibandingkan harus memeluk sebuah fakta. Karena bila saja narasi hoaks kasus Ratna Sarumpaet itu tak segera dibongkar oleh pihak kepolisian, mungkin itulah satu-satunya narasi yang dipercayai oleh kubu Prabowo-Sandi. Sebuah narasi yang diciptakan dari hoaks. Dan, pasti mereka juga akan memusuhi media yang menayangkan sudut pandang lain.

Diakui atau tidak, kelakuan BPN Prabowo-Sandi memusuhi kalangan media seperti itu telah membawa para pendukungnya menjadi sangat partisan. Bahkan, juga mendorong mereka berbuat beringas bila menemui media yang dianggap sesat.

Kita tentu masih ingat sejumlah awak media harus dirisak ketika meliput demonstrasi yang digalang para pendukung Prabowo. Misalnya, wartawan Detik.com yang diintimidasi kala meliput aksi 211. Kemudian, jurnalis Metro TV diserang oleh sejumlah demonstran Aksi Bela Agama 212. Terakhir, adanya intimidasi jurnalis Detik.com saat Aksi Bela Tauhid awal bulan lalu.

Bahkan Kepala Daerah yang mereka dukung pun juga sering bersikap tidak baik kepada para wartawan. Beberapa kali Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, menjawab ketus dan mengancam awak media ketika ditanyakan masalah yang 'dirasa' menyudutkannya.

Seperti, baru-baru ini, dia menyuruh wartawan bertanya yang baik-baik saja, supaya Timnas PSSI juga baik, ketika dikonfirmasi soal prestasi jeblok Timnas Indonesia. di ajang Piala AFF.

Sikap tak transparan, kurang kooperatif dengan wartawan, bahkan hingga memusuhi media tertentu, bisa dengan mudah ditemui dari lingkaran kubu Prabowo-Sandi. Ini bukan tuduhan tendensius, tetapi sebuah fakta.

Bila sikap ini diterus-teruskan, kita tentu saja boleh khawatir dengan apa yang akan diterapkan oleh Prabowo-Sandi bila berkuasa nanti. Segala sesuatu yang berbeda dengan dirinya pasti akan dilarang dan dimusuhi.

Kita bisa memahami diskusi di atas, karena kita tahu betul bahwa Prabowo dibesarkan di era Orde Baru, dimana media yang tak sesuai dengan langgam pemerintah akan dipersekusi dan dibredel.

Dengan ini, jujur saja kita merasa semacam de javu dengan pernyataan beberapa pendukung Prabowo-Sandi bahwa jika mereka menang di Pemilu 2019 nanti, akan mengembalikan Indonesia seperti di era Orde Baru. Kebebasan media akan dibungkam seperti zaman dulu. Membayangkan itu kok rasa-rasanya sungguh mengerikan.

Lantas, apa kabar Wiji Thukul, Wartawan Udin, dan Buruh Marsinah? Jangan sampai kita menyusul seperti mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun