Mohon tunggu...
Sekarwati
Sekarwati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bukan Sekadar Politik, Ego Proto-Fasisme yang Jauh Lebih Berbahaya

27 November 2018   19:11 Diperbarui: 27 November 2018   19:17 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto:Tribunnews.com

Belakangan ini, jagad dunia maya sempat dikagetkan dengan kabar mengenai boikot Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi terhadap salah satu media nasional, Metro TV. Ini preseden buruk sekaligus menegaskan sikap anti-perbedaan pendapat dari kubu Prabowo-Sandi.

Upaya boikot itu diketahui lewat surat ber-kop Prabowo-Sandi dengan nomor 02/DMK/PADI/11/2018 perihal 'Menolak Permohonan Wawancara Metro TV' yang tersebar luas di media sosial. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo, pada 22 November 2018.  

Dalam surat itu, seluruh komponen BPN dan anggota parpol koalisi pendukung Prabowo-Sandi diminta untuk menolak seluruh undangan maupun wawancara dengan Metro TV. Adapun alasannya karena apa yang disiarkan oleh Metro TV terkesan tidak seimbang dan cenderung tendensius.

"Mereka seperti apa? Silakan tanya ke masyarakat. Selama ini mereka disuguhi tayangan apa terkait pilpres? Bagi kami, tayangan Metro TV terkesan tidak berimbang dan cenderung tendensius. Sementara mereka menggunakan frekuensi publik dalam siarannya. Frekuensi publik ini milik semua warga negara, jadi objektivitas harus dijaga," kata Kepala Media Center Prabowo-Sandi, Ariseno Ridhwan.

Sebelum muncul surat instruksi boikot seperti di atas, rencana pemboikotan Metro TV oleh BPN Prabowo-Sandi sudah tercium sejak awal bulan November lalu. Kala itu Ketua BPN Djoko Santoso menyatakan akan memboikot salah satu media nasional yang dinilainya kerap merugikan tim pemenangan Prabowo-Sandi. Selang beberapa Minggu kemudian, rencana itu benar-benar direalisasikan.

Boikot sepihak yang dijalankan oleh BPN Prabowo-Sandi ini sama sekali tidak menunjukkan sikap yang dewasa. Pasalnya, mereka secara sepihak menutup akses kepada media yang dianggap tidak sependapat dengannya. Hal ini bukanlah sikap seorang demokrat sejati.

Dalam praktik jurnalistik, kalaupun ada pertanyaan yang mendesak dari sebuah media, bukan berarti itu artinya menyerang pribadi secara tendensius. Bisa saja itu merupakan bagian dari suara kelompok masyarakat yang mungkin tidak bersepakat dengan Prabowo-Sandi. Asalkan itu dilakukan dengan masih mengindahkan kaidah jurnalisme profesional, maka harusnya tidak menjadi masalah.

Kemudian, bila ada perbedaan pendapat (atau 'merasa' ditekan dan/atau disudutkan) dengan suatu pemberitaan media, lantas kita memboikot media tersebut, maka terang saja itu merupakan tindakan yang kekanak-kanakkan. Kasus seperti harusnya dilaporkan ke Dewan Pers agar diselesaikan secara prosedural. Bukan main boikot.

Pertanyannya, bila nanti ada media lain yang juga mengajukan pertanyaan atau mengeluarkan pemberitaan yang serupa dan 'dirasa' menyudutkan pihak BPN Prabowo-Sandi, apakah akan diboikot juga? Kemudian seandainya ada 8 dari 10 media yang bersikap sama,  lantas apakah semuanya akan diboikot oleh BPN Prabowo-Sandi? Ini tentu saja konyol.

Sikap boikot media seperti itu bukan hanya bersumber dari perasaan tidak suka saja. Lebih jauh lagi, itu berakar dari kebencian terhadap segala sesuatu yang tidak sejalan dengan dirinya. Mereka inginnya semua orang itu harus manut-patuh sesuai dengan cara pikir mereka sendiri. Ini yang berbahaya, karena mengandung gejala proto-fasisme.

Bila diperhatikan dengan seksama, tidak kali ini saja kubu Prabowo-Sandi membenci segala sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Ada kecenderungan tim 02 ini hanya suka memilih segala sesuatu yang sejalan dengan mereka saja. Hal itu bisa terlihat dari beberapa kejadian lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun