Mohon tunggu...
Zikiya Mahasti
Zikiya Mahasti Mohon Tunggu... Mahasiswa Baru FIKK UNY 2025 Prodi Ilmu Keolahragaan

User ini hanya manusia biasa yang punya mimpi besar.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kesenjangan Cabang Olahraga di Indonesia: Wujud Penyimpangan Nilai Keadilan Sosial pada Pancasila

16 Oktober 2025   12:48 Diperbarui: 16 Oktober 2025   12:47 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur dengan tujuan menyehatkan tubuh serta meningkatkan kebugaran. Minat masyarakat Indonesia terhadap olahraga terbilang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang rutin berjalan kaki, berlari, bersepeda, atau pergi ke pusat kebugaran. Selain itu, sekitar 79% responden dalam suatu survei menunjukkan ketertarikan terhadap berita olahraga terkini, khususnya cabang populer seperti sepak bola dan bulu tangkis.

Di sisi lain, olahraga juga mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, salah satunya sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” Sila yang berlambangkan padi dan kapas ini memuat nilai keadilan yang banyak diwujudkan dalam dunia olahraga, baik secara positif maupun negatif. Contoh penerapannya dapat kita lihat dari persaingan yang sehat, kesempatan yang setara, serta penghargaan terhadap kerja keras setiap individu.

Namun, pada kenyataannya, wujud keadilan dalam olahraga di Indonesia belum sepenuhnya terwujud. Masih banyak bentuk ketidakadilan yang terjadi. Salah satu contohnya dapat kita lihat dari kesenjangan antar cabang olahraga.

Cabang-cabang olahraga yang populer dan banyak diberitakan, seperti sepak bola atau bulu tangkis, biasanya mendapat perhatian serta dukungan finansial dan fasilitas yang lebih memadai. Sementara itu, cabang olahraga yang kurang populer seperti angkat besi, renang, panahan, atau panjat tebing sering kali luput dari perhatian dan pembinaan pemerintah maupun federasi. Padahal, cabang-cabang tersebut memiliki potensi besar untuk berprestasi dan mengharumkan nama bangsa.

Mantan atlet wushu kebanggaan Indonesia, Lindswell Kwok, pernah mengomentari bentuk kesenjangan ini melalui akun Instagram-nya. Pasca kemenangan timnas Indonesia melawan Cina di GBK, para pemain masing-masing mendapatkan jam tangan bermerek Rolex dari Prabowo Subianto. Ia mengkritisi adanya kesenjangan dukungan dan alokasi anggaran dari pemerintah terhadap cabang olahraga wushu, di mana anggaran yang diterima PSSI nyaris mencapai Rp200 miliar, sedangkan wushu hanya mendapatkan jatah sekitar Rp10–30 miliar. Dampak dari alokasi anggaran yang tidak merata ini menyebabkan program latihan atlet wushu junior di Pelatnas yang telah berjalan selama delapan bulan tiba-tiba dihentikan dengan dalih efisiensi.

Kasus tersebut mencerminkan bahwa kesenjangan olahraga di Indonesia memang benar adanya dan bukan hanya isu semata, melainkan masih menjadi masalah yang masih berlangsung hingga saat ini. Minimnya minat dan dukungan membuat cabang olahraga yang kurang populer ini menjadi sepi peminat. Para atletnya sering kali harus menanggung sendiri biaya latihan maupun kompetisi. Lalu bagaimana dengan nasib atlet yang berasal dari keluarga menengah ke bawah? Padahal mereka memiliki potensi besar untuk berkembang, namun harus terhambat oleh keterbatasan ekonomi.

Hal-hal tersebut baru sebagian kecil dari bentuk penyimpangan terhadap nilai keadilan sosial Pancasila di bidang olahraga. Masih banyak ketidakadilan lain, seperti kecurangan oleh wasit, kesenjangan fasilitas dan pembinaan antar daerah, serta nasib para atlet setelah pensiun.

Melihat berbagai penyimpangan tersebut, jelas masih banyak tanggungan yang harus segera dicari solusinya. Harapannya, pemerintah, federasi, media, dan masyarakat dapat bekerja sama untuk mengurangi kesenjangan di dunia olahraga. Dengan demikian, olahraga selain menjadi ajang kompetisi, juga dapat mencerminkan nilai keadilan sosial Pancasila secara utuh.

Lebih dari itu, kita sebagai generasi muda juga harus ikut berperan aktif. Keikutsertaan ini dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti menghargai dan mengapresiasi setiap bentuk pencapaian tanpa membandingkan popularitas cabang olahraga. Apabila semangat dan nilai keadilan benar-benar dimaknai dan ditanamkan di dunia olahraga, cita-cita Pancasila untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah hal yang mustahil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun