Abstrak
Perkembangan teknologi digital membawa perubahan besar dalam pola interaksi sosial remaja. Artikel ini membahas fenomena pergeseran dari interaksi langsung (tatap muka) menuju interaksi digital (melalui media sosial), serta dampaknya terhadap pola pertemanan, identitas sosial, dan tingkat individualisme remaja Indonesia. Fenomena ini ditinjau menggunakan teori interaksionisme simbolik, teori peran sosial, dan teori disorganisasi sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan menyebabkan melemahnya hubungan sosial nyata, meningkatnya tekanan sosial, serta perubahan nilai solidaritas di kalangan remaja. Penelitian ini menyoroti pentingnya literasi digital dan kontrol sosial keluarga sebagai faktor kunci untuk menjaga keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata remaja.
Kata Kunci:Â remaja, sosiologi, media sosial, individualisme, tekanan sosial, interaksi sosial.
Pendahuluan
Remaja merupakan kelompok usia yang berada pada fase pencarian jati diri dan penerimaan sosial. Dalam sosiologi, fase ini sangat penting karena di sinilah individu belajar menyesuaikan diri dengan nilai, norma, dan ekspektasi masyarakat. Namun, pada dekade terakhir, perubahan pola komunikasi akibat teknologi digital telah mengubah cara remaja berinteraksi. Jika pada masa sebelumnya interaksi sosial terjadi di ruang fisik seperti sekolah, taman, atau lingkungan rumah maka saat ini sebagian besar interaksi terjadi melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan WhatsApp.
Fenomena ini membawa dua sisi:
• Konektivitas tinggi yang memungkinkan remaja memperluas jaringan sosial.
• Kerentanan sosial, seperti isolasi emosional, tekanan untuk diakui, dan meningkatnya individualisme.
Dalam konteks Indonesia, hal ini terlihat jelas: remaja lebih sering berinteraksi lewat layar dibanding tatap muka, dan mulai mengalami penurunan empati sosial serta peningkatan tekanan sosial dari dunia digital.
Landasan Teori
2.1 Teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)