Mohon tunggu...
ZIEL MAHQWA SUNARTO UINJKT
ZIEL MAHQWA SUNARTO UINJKT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa agribisnis

Seorang mahasiswa agribisnis yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

INDONESIA: MIMPI SWASEMBADA PROTEIN HEWANI ?

21 Juni 2021   19:14 Diperbarui: 21 Juni 2021   19:32 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Swasembada protein hewani sudah dicanangkan pemerintah Indonesia sejak tahun 2000. Rencana jangka panjang terus dilakukan untuk mencapai goals swasembada protein hewani pada beberapa tahun diantaranya 2005, 2010 atau bahkan seperti pada tahun 70-an dimana kala itu Indonesia bisa mengekspor sekitar 70 ribu ekor sapi. Hal ini merupakan angka yang fantastik. Namun, sampai saat ini Indonesia belum pernah lagi mencapai hal tersebut. Jangankan ekspor, swasembada yang selalu digaungkan pun belum pernah terealisasi, padahal tren permintaan terhadap produk ternak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

            Wahyudi et al., (2021) berpendapat bahwa, permintaan terhadap daging sapi terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang terus meningkat dan naiknya konsumsi daging sapi per kapita. Sementara itu, jumlah produksi dalam negeri pada tahun 2014-2018 selalu naik turun setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Indonesia melakukan impor daging dengan tren yang cenderung meningkat setiap tahun. Tidak hanya daging sapi, jeroan pun ikut diimpor. Menurut Yusdja dan Ilham (2017: 192-193), Indonesia mengimpor jeroan terutama hati sapi dengan laju pertumbuhan mencapai 74,2 persen per tahun. Fakta yang sangat mencengangkan bahwa Indonesia ingin swasembada protein hewani, tetapi pasokan untuk memenuhi permintaan produk ternak saja belum memadai.

Impor dan Tantangan Lainnya

            Swasembada merupakan upaya mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri. Dalam swasembada protein hewani, pemerintah memfokuskan perhatian pada produk ternak hasil daging sapi. Rusdiana dan Praharani (2019) mengatakan, pemerintah berusaha membuat kebijakan yang bertujuan mengembangkan usaha sapi potong menuju swasembada protein hewani asal daging sapi. Artinya, komitmen Pemerintah adalah untuk mengejar kebutuhan pangan hewani asal daging sapi serta meningkatkan pendapatan peternak.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, ketersediaan daging sapi dan kerbau di Indonesia masih mengalami defisit sebesar 294,62 ribu ton. Defisit ini disebabkan oleh lebih rendahnya produksi daging sapi dan kerbau yakni sebesar 422,53 ribu ton dibandingkan dengan kebutuhan akan daging sapi dan kerbau itu sendiri sebesar 717,15 ribu ton. Lalu, untuk menutup itu semua, Indonesia melakukan impor. Setiap tahun Indonesia tidak lepas dari kegiatan ini yang sangat berkontradiksi dengan renacana pembangunan untuk swasembada protein hewani. Tidak sampai situ, impor daging sapi ini mengalami lonjakan dari tahun 2018 ke 2019. Diambil dari data BPS tahun 2020, pada tahun 2018 Indonesia melakukan impor daging sapi sebanyak 3.614 ton, kemudian pada tahun berikutnya angka naik drastis berkali lipat, yakni sebesar 201.554,33 ton impor daging sapi pada tahun 2019.

            Angka impor saat ini memang masih dikatakan cukup jauh dalam perencanaan swasembada ternak, yakni berkisaran 10% saja dari permintaan. Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah konkret yang berorientasi pada pembangunan produksi ternak berkelanjutan. Pembangunan ini perlu terintegrasi antar elemen salah satunya oleh masyarakat itu sendiri.

            Masyarakat banyak yang belum mengetahui pentingnya mengonsumsi produk hasil ternak. Padahal salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah pemenuhan protein dari daging hewan ternak. Menurut Bashar (2016), produk peternakan merupakan sumber protein penting dalam bentuk zat besi, zinc, vitamin B12, dan retinol yang terabsorbsi. Daging dan susu hasil produksi ternak merupakan sumber pangan yang kaya akan kandungan thiamin, kalsium, vitamin B6, ribo flavin, vitamin A, dan mineral lain yang dibutuhkan dalam jumlah banyak selama periode petumbuhan manusia. Pemahaman yang rendah mengenai hal ini banyak ditemui pada masyarakat ekonomi rendah yang faktanya banyak tinggal di daerah pedesaan. Jayanti dan Sjaf (2017) menyebut, mayoritas masyarakat pedesaan menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, salah satunya subsektor peternakan. Maka, memang perlu rasanya pemerintah untuk melakukan pembangunan ternak basis kerakyatan.

Langkah Orientasi Pembangunan

            Pembangunan pertanian yang difokuskan pemerintah selama ini hanyalah peningkatan produksi tanaman pangan saja, padahal menurut Vidiayanti (2004), pembangunan pertanian juga harus bergeser kepada peningkatan pembangunan subsektor pertaniaan lain yang mempunyai potensi besar dalam meningkatkan perekonomian nasional maupun daerah. Misalnya, pembangunan subsektor perternakan yang mempunyai potensi sebagai penyedia kebutuhan daging dan susu nasional yang berkorelasi dengan langkah untuk peningkatan gizi masyarakat.

            Pembahasan swasembada protein hewani, khususnya daging sapi sulit direalisasikan. Produksi ternak  sapi potong masih jauh  dari  target  yang diperlukan konsumen. Fondasi  untuk  menuju swasembada pangan hewani dari daging adalah percepatan peningkatan  populasi  sapi  khususnya indukan sapi sebagai basis sumber produksi. Murfiani (2017) mengatakan, kinerja  usaha sapi potong di Indonesia masih rendah. Sehingga, diperlukan strategi untuk mempercepat usaha sapi potong melalui sistem pembibitan dan penggemukan yang efektif dan efisien.

            Menurut Hadi dan Ilham (2002), dalam jangka pendek pengembangan pembibitan perlu diprioritaskan di Pulau Jawa. Dalam jangka panjang, usaha pembibitan perlu diarahkan ke daerah-daerah luar Jawa karena mempunyai sumber pakan yang cukup, lahan yang cukup luas untuk membangun “pasture”, dan mempunyai prasarana transportasi yang cukup baik. Pembibitan ini juga merupakan solusi penting dalam menanggulangi masalah impor daging sapi.

            Kebijakan Pemerintah dalam membuat program swasembada daging sapi belum berhasil dilaksanakan. Menurut Kusumaningrum (2020), hal ini dikarenakan penyebaran ternak sapi potong belum mengacu pada ketentuan yang ada, di mana proses penyebaran ternak hanya mempertimbangkan faktor ekologi dan belum mempertimbangkan faktor pendukung seperti sumber daya manusia, kelembagaan, teknologi dan perkembangan infrastruktur wilayah. Selain itu, menurut Rusdiana dan Praharani (2019), diperlukan fasilitas bagi peternak melalui bantuan dana atau modal usaha sehingga usaha peterrnak tetap berjalan lancar. Kedepannya, diharapkan usaha peternakan sapi potong di Indonesia dapat berorientasi pasar ternak dan daging sapi.

            Pemerintah juga harus membangun usaha peternakan rakyat dengan pendekatan agribisnis yang meliputi integrasi antar sub-sub sektor dari hulu ke hilir. Lebih mendalam, Yusdja dan Pasandaran (1994) mengatakan, kebijakan pengembangan agribisnis peternakan harus memandang empat unsur berikut, yakni unsur kebijakan subsektor pangan dan perikanan dalam mendukung industri sapi potong, kebijakan pengadaan teknologi sapi potong, kebijakan sektor budidaya dan kebijakan perdagangan. Keempat unsur tersebut merupakan satu paket kebijakan yang utuh.

 

Simpulan        

            Pembahasan swasembada protein hewani bukan sekadar persoalan pemenuhan permintaan daging ternak, namun lebih luas tentang upaya pencerdasan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.  Tantangan yang muncul dalam pembangunan sektor peternakan selama ini dikarenakan hanya diarahkan pada wilayah produksi saja. Dengan demikian, diperlukan reorientasi sektor peternakan kedepan. Sehingga, sektor ini tidak lagi dilihat secara parsial melainkan didekati secara holistik yang mencakup segala hal mulai dari praproduksi, produksi, pascaproduksi, pemasaran dan diversifikasi produknya. Langkah ini perlu kerja sama antarpihak baik pemerintah, swasta maupun kita sebagai masyarakat yang beradab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun