Pernahkah Anda memiliki sebuah mimpi? Mimpi yang sudah Anda idam-idamkan sejak lama, mimpi itu sering tertulis dan bertebaran di buku-buku pelajaran dan dinding kamar Anda, tempat afirmasi diri.
Mimpi itu pula yang sangat didukung oleh orang tua. Lantas jika semua usaha dan ikhtiar serta doa-doa yang telah lama dilambungkan ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, dan lagi-lagi mimpi itu tertunda, bagaimana perasaan Anda?
Menangis dan menyesalinya mungkin adalah hal yang normal dan wajar, patut untuk disalurkan agar tidak menjadi kenangan buruk untuk diri sendiri.Â
Mungkin ada perasaan, "Aku bodoh, Apa usahaku kurang ya selama ini, dosa apa yang menyebabkan segala hal yang kuinginkan tidak pernah berjalan sesuai harapanku?
Apalagi setelah memandang rumput tetangga terasa begitu hijau, lalu ada perasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain "Sepertinya ia mendapatkan apa yang ia mau selama ini dengan cara cepat, Amalan apakah yang selama ini ia kerjakan? Kenapa hidupnya terasa begitu mulus, jodoh, pekerjaan, semua datang dalam waktu yang bersamaan, MasyaAllah".
Sekali lagi, hidup di dunia ini bukanlah sebuah ajang perlombaan, setiap orang memiliki waktu terbaiknya untuk menjadi sukses menurut dirinya sendiri.Â
Tetapi entah mengapa, ada saja perasaan ingin membandingkan diri sendiri dengan keberhasilan orang lain yang hanya membuat luka makin dalam, saya pun sepakat.
Jika ada pertanyaan, apa titik terendah yang pernah kamu alami? Saya akan dengan lantang menjawab, ketika saya mengecewakan harapan orang tua.
Orang tua yang setiap hari memberi semangat dan optimisme tinggi bahwa anaknya akan segera mencapai mimpinya, mereka selalu mengiringi usaha kita dengan doa-doa mustajabnya, namun lagi-lagi pertandingan dimenangkan oleh kegagalan.
Bahkan bagi saya yang cukup sering merasakan kegagalan, rasanya bukan saya jika dalam satu periode waktu tidak diiringi dengan satu dua hal kegagalan.Â