Mohon tunggu...
Zahratul Iftikar
Zahratul Iftikar Mohon Tunggu... Lainnya - Dokter gigi, ibu 2 anak, pegiat sustainable living, guru tahsin Al-Quran

Raising my children sambil praktek dokter gigi, berkebun, beternak, membaca, menulis dan mengajar baca Quran.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Harga di Balik Jajanan Anak-anak Kita

17 November 2023   21:10 Diperbarui: 18 November 2023   09:15 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenis makanan manis. (stockcreations via Kompas.com)

Jahatnya Gula

Dalam produksi gula pasir, dibutuhkan energi yang besar dan melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) yang besar pula. Penanaman tebunya saja membutuhkan pupuk buatan, pestisida, dan mekanisasi yang melepaskan emisi GRK sebesar 0,29 kgCO2/kg gula pasir. Tebu yang telah dipanen kemudian diolah menjadi gula pasir di pabrik gula. 

Sebuah penelitian yang dilakukan Pabrik Gula Ngadirejo menemukan bahwa setiap ton gula pasir yang diproduksi melepaskan 10.728 ton CO2. Sebuah angka yang besar, tentu saja! 

Produksi gula pasir rafinasi juga membutuhkan banyak sekali air. Untuk membuat satu kilo gula pasir rafinasi, dibutuhkan 1.780 liter air. Yang menyedihkan, 27% dari total air itu merupakan blue water atau air permukaan dan air tanah. Eksploitasi blue water ini meningkatkan resiko kekeringan dan penurunan muka air tanah. 

Tidak berhenti di pabrik gula, gula pasir ini kemudian dioleh menjadi berbagai jajanan anak-anak di pabrik yang lain lagi. Produksinya pun ditambah bahan lain seperti susu, minyak sawit, pewarna, perasa, pengawet, yang tentu semua bahan ini pun membutuhkan energi dan melepaskan emisi GRK yang besar pula.

Setelah diproduksi, aneka jajanan ini dipasarkan sampai ke kampung-kampung kecil. Karena edukasi dan kontrol orangtua yang kurang, anak-anak dapat dengan mudah mengakses dan kecanduan makanan tinggi gula ini.


Ketika konsumsi gula melebihi yang seharusnya, sebagai dokter gigi saya bisa memastikan gigi anak-anak jadi mudah sekali karies. Apabila tidak ditangani, gigi yang karies dapat berlubang besar dan saraf gigi di dalam pulpa menjadi radang. Kalau sudah begini, anak akan kesakitan. 

Ketika gigi ini dirawat, biaya yang harus dikeluarkan pun tidak sedikit. Bahkan satu gigi saja bisa mencapai jutaan rupiah. Padahal kemungkinan tidak hanya satu gigi saja yang rusak karena pola konsumsi tinggi gula seperti ini. 

Itu baru masalah gigi. Belum lagi penyakit tidak menular lain, seperti diabetes melitus, obesitas atau justru stunting yang mengintai. Menariknya, apabila dulu penderita diabetes melitus berusia muda dibanding usia tua adalah 1:10, hari ini rasionya sudah sampai 1:4. Artinya, penyakit DM hari ini bukan lagi penyakit degeneratif karena usia, tapi lebih karena gaya hidup termasuk pola konsumsi yang tidak terkontrol.

Kalau sudah terjangkit DM atau obesitas, tentu membutuhkan pengobatan. Pengobatan ini pun tidak murah. Sudahlah keluar biaya, rugi dalam hal waktu, anak-anak tentu jadi tidak bisa konsentrasi belajar. Apabila mereka kehilangan waktu berkualitas untuk menuntut ilmu, bisa dibayangkan ya masa depannya seperti apa? 

Ketika hal ini menjangkiti sebuah populasi yang besar, bisa dibayangkan pula bagaimana nasib bangsa ini ke depan. Generasi mudanya secara fisik saja sudah lemah, maka harapan akan lahirnya generasi emas seolah hanya seperti mimpi di siang bolong. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun