Mohon tunggu...
Zerli Rororatu
Zerli Rororatu Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah UNAIR

Seorang insan dengan ketertarikan informasi untuk dapat dibagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Warna Dalam Politik

4 Januari 2025   16:10 Diperbarui: 4 Januari 2025   16:19 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Julius Caesar on Horseback, Writing and Dictating Simultaneously to His Scribes. Painted by artist Jaques de Gheyn II (1565–1629). Wikimedia Commons

Warna menjadi salah satu elemen dasar dalam berkomunikasi. Warna mampu melampaui batas bahasa dan budaya dalam memengaruhi persepsi dan emosi. Dalam politi, warna bukan lagi sebatas elemen estetika, melainkan warna menjadi sebuah simbolis yang mencerminkan ideologi dan identitas kolektif.

Sejak peradaban kuno hingga modern, warna tidak pernah kehilangan perannya dalam membangun hubungan antara kekuasaan dan rakyat. Warna selalu berevolusi sebagai sebuah simbolisme.

 “Ungu kerajaan”, sebuah frasa yang muncul pada zaman Romawi. Ungu menjadi tanda-tanda kebesaran kekaisaran Romawi. Mulai dari jubah kaisar, tinta ungu untuk tanda tangan kaisar, tali sutra ungu sebagai segel dokumen resmi, dan pakaian tradisional senat serta para petinggi lainnya. Warna ungu ini berasal dari siput murex sangat sulit didapatkan, sehingga penggunaanya hanya pada jajaran berstatus elit. Warna ungu juga digunakan untuk mengecat jubah Kristus dan selendang Perawan Maria.

Selain ungu, merah juga melambangkan keberanian dan kekuasaan militer Romawi. Tunik/merah yang dikenakan prajurit Romawi mampu menimbulkan ketakukan bagi lawan di medan perang. Selain itu, penggunaan warna biru dan hijau sebagai asosiasi warna yang dimiliki pembalap kereta melambangkan loyalitas yang mampu menumbuhkan identitas komunitas. Warna putih, hitam dan hijau secara berurutan melambangkan kesucian, duka mendalam, dan kesuburan.

Memasuki abad pertengahan, makna warna menjadi lebih kompleks. Penggambaran ksatria dalam warna hitam, merah, dan hijau memiliki makna yang berbeda. Ksatria hitam digambarkan sebagai niat baik dan keberanian. Sedangkan ksatria merah digambarkan sebagai seorang pengkhianat dan ksatria hijau digambarkan sebagai ksatria muda pembuat onar. Sedangkan warna biru berevolusi dalam menggambarkan pakaian Perawan Maria.

The Wilton Diptych, painted at the end of the fourteenth century, shows the Virgin Mary in a deep blue.
The Wilton Diptych, painted at the end of the fourteenth century, shows the Virgin Mary in a deep blue.

Lain hal dengan pengambaran ksatria hijau, umat islam mengartikan hijau sebagai simbolisme yang positif. Simbolisme positif yang dimaksud dikaitkan dengan kebahagian, kekayaan, dan harapan. Warna hijau juga dikaitkan dengan keturunan Muhammad. Putih, hitam dan merah dikaitakan dengan dinasti Umayyah, Abbasiyah, dan Almohad.

Eugène Delacroix: Liberty Leading the People Liberty Leading the People, oil on canvas by Eugène Delacroix, 1830; in the Louvre, Paris. Britannica
Eugène Delacroix: Liberty Leading the People Liberty Leading the People, oil on canvas by Eugène Delacroix, 1830; in the Louvre, Paris. Britannica

Memasuki era modern di abad ke-18, Revolusi Prancis membawa evolusi warna melalui “Tricolore”. Tricolore terdiri atas warna merah, putih dan biru. Merah melambangkan keberanian revolusioner, putih mencerminkan keadilan, dan biru yang menandakan rakyat jelata. Tricolore dipergunakan sebagai alat proganda atas identitas gerakan revolusi. Warna kuning pada era ini juga menjadi ambigu karena diadopsi dari berbagai gerakan. Kuning dianggap sebagai penghianatan dan juga kestiaan dalam konteks lain di beberapa kerajaan Eropa.

Pada abad ke-19, Karl Marx bersama pengikutnya membawa warna merah sebagai simbol gerakan sosialis dan komunis. Sebuah warna yang melambangkan solidaritas pekerja yang melawan penindasan kapitalisme. Eropa Barat menginisiasi warna biru sebagai konservatisme. Sedangkan warna hitam diasosiasikan dengan anarkisme sebagai bentuk penolakan otoritas tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun