Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Penulis & Konten Kreator Multi Talenta

Melihat berbagai peristiwa dari berbagai manusia dan berbagai sudut pandang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jiwa Manusia antara Psikologi, Agama, dan Filsafat

2 Desember 2022   16:37 Diperbarui: 2 Desember 2022   16:43 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from: HIDUPKATOLIK.com 

Jika membahas tentang kejiwaan manusia tentu sangat erat kaitannya dengan Psikologi yang selama ini dikenal sebagai ilmu yang mempelajari seputar kejiwaan, secara bahasa Psikologi berasal dari kata 'Psyche' yang artinya jiwa dan 'Logia' artinya ilmu. 

Sehingga apabila ingin mempelajari tentang fenomena kejiwaan Psikologi menjadi sarana ilmu yang tepat untuk digunakan, tidak hanya itu Psikologi juga mengkaji setiap makna dibalik setiap tindakan dan perilaku manusia. 

Ilmu ini juga meneliti tentang alasan yang digunakan manusia, dibalik semua perilaku dan tindakan yang dilakukan. Melansir dari Liputan 6 dalam artikel yang ditulis oleh Ayu Rifka Sitoresmi istilah Psikologi, juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan kaitannya dengan lingkungannya. 

Psikolog sekaligus Guru Besar Fakultas Psikologi UI Prof. Dr. Singgih Dirgagunarsa Kolopaking menatakan bahwa, Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. 

Kemudian Wilhelm Mundt Psikolog, Dokter dan Fisiolog asal Jerman, menyatakan bahwa Psikologi merupakan ilmu yang membahas berbagai pengalaman yang pernah dialami manusia.

Lalu pertanyaannya adakah kaitan antara Psikologi dengan ilmu Agama atau bahkan Filsafat yang juga seringkali membahas tentang aspek Jiwa dalam diri Manusia?, Imam Ghazali Teolog sekaligus Filsuf Muslim asal Persia, menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tersusun dari Jiwa dalam tubunhya. 

Jiwa merupakan aspek non-material yang ada dalam diri setiap manusia, akan selalu ada di kehidupan manusia meskipun mengalami begitu banyak perubahan. 

Jiwa inilah yang menghasilkan kemampuan manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan Psikis sekalius menghidupkan semua makhluk hidup, jasad/fisik bersifat material sedangkan jiwa bersifat spiritual. 

Mengutip dari Alif.id dalam artikel yang ditulis oleh Salman Akif Faylasuf jiwa berada di dalam dirinya sendiri, jiwa bukanlah suatu keadaan atau eksistensi, melainkan jiwa adalah suatu Dzat. 

Bagi Imam Ghazali jiwa adalah makhluk spiritual yang sangat lembut (lathifa rabbaniyah ruhaniyah), jiwa menjadi inti sekaligus hakikat dari manusia dan kehidupannya. 

Jiwa akan tetap hidup dan tidak akan mati seperti jasad/fisik meskipun jiwa memang terhubung dengan jasad, setiap jiwa diciptakan oleh Allah di alam ruh/arwah, kemudian dihembuskan ke dalam jasad ketika benih manusia masuk ke dalam Rahim.

Filsuf ternama Yunani Kuno Aristoteles merumuskan 3 aspek Anima atau Jiwa dalam diri manusia yang sebenarnya juga dimiliki oleh hewan dan tumbuhan, jadi bagi menurutnya setiap makhluk hidup memiliki jiwa karena jiwa adalah inti dari setiap unsur kehidupan. 

Melansir dari Wislah.com pertama adalah Anima Vegetativa, yakni memerlukan makan, minum, dan berkembang biak, ini adalah Anima atau Jiwa yang ada dalam tumbuhan. 

Kedua adalah Anima Sensitiva yang mampu menyimpan pengalaman, memiliki nafsu, ini ada di dalam hewan di samping juga memiliki kemampuan Anima Vegetativa, ia juga memiliki kemampuan untuk berpindah-pindah tempat. 

Ketiga adalah Anima Intelektiva yang memiliki kemampuan seperti halnya hewan, namun ditambah dengan kemampuan berpikir dan berkeinginan, dengan begitu bisa dikatakan bahwa jiwa adalah bagian dari unsur kehidupan. 

Arti jiwa (Psyche) sebagai unsur kehidupan juga dijelaskan oleh Drever (1960), Anima Vegetativa merupakan tingkatan paling rendah, sedangkan Anima Intelektiva adalah yang tertinggi. 

Orang yang sedang berlari apakah berarti ada sesuatu yang harus segera diselesaikan?, apakah orang yang sedang tidak senang hati selalu ditandai dengan sikap menggerutu?, semua itu merupakan kondisi-kondisi yang bisa dilihat sebagai gambaran kondisi kejiwaan manusia. 

Karena jiwa memang tidak terlihat sehingga muncul pertanyaan seperti di atas yang bisa saja dijawab, namun sifatnya masih belum konkrit melainkan hanya asumsi.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun