Mohon tunggu...
Bajang Sasak
Bajang Sasak Mohon Tunggu... lainnya -

Pram pernah berkata, "tulis, tulis, dan tulis meskipun tidak diterima penerbit. Suatu saat pasti berguna".

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara DKI dan RI: Akankah Jokowi Bermain Dua Kaki?

7 April 2014   19:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusan pencalonan Jokowidodo, gubernur DKI Jakarta,memang menuai banyak pro dan kontra dari seluruh elemen masyarakat. Sebab posisinya sebagai gubernur yang diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terus melilit rakyat Jakarta ternyata kandas oleh ambisi sebagai presiden. Apa mau dikata pepatah mengatakan “nasi sudah menjadi bubur”. Ia resmi menjadi salah satu kompetitor Prabowo, Wiranto, dan Ical yang lebih dahulu mendeklarasikan diri untuk bersaing di pemilu eksekutif mendatang.

Berkaitan dengan hal itu, Jokowi yang sampai saat ini masih menjabat gubernur DKI Jakarata, mungkin sedikit dilema. Mengapa demikian? Jokowi dihadapkan pada dua pilihan. Yang pertama melepas jabatannya sebagai gubernur DKI dan yang kedua mengambil cuti panjang sebagaimana yang pernah disarankan oleh Ahok, wakilnya sendiri.

Berpedoman pada hasil survey yang telah dilakukan oleh banyak kalangan, Jokowi masih menjadi idola pada pilpres mendatang. Jika hasil poling ini memang benar terjadi, maka tidak ada masalah yang akan terjadi oleh karena mahkota DKI I akan berganti menjadi RI I. Namun hasil mutlak belumlah ditetukan, yang menentukan adalah hasil pemilihan pada pilpres mendatang. Jokowi bisa saja tersungkur dalam arena pertarungan dan harus merelakan mahkota RI I melayang ke capres lain.

Untuk mengantisipasi hal ini, Jokowi bisa bermain dua kaki. Ia tetap fokus pada kontestasi pilpres dan mengambil cuti panjang selama proses pemilu. Ini lebih menguntungkan jika realitasnya nanti ternyata Jokowi benar-benar tidak keluar sebagai pemenang. Namun tentu keputusan ini akan mendapat banyak tentangan baik dari rakyat Jakarta maupun diluar Jakarta dan jelas akan mengurangi citra Jokowi sebagai pemimpin yang dikenal merakyat. Cap sebagai pemimpin opurtunis akan melekat di benak semua masyarakat. Apalagi ketua Fraksi Grindra DPRD DKI Jakarta sudah melontarkan sebuah pernyataan bahawa Jokowi tidak boleh lagi menginjakkan kaki di DKI jika kalah dalam pemilu presiden nanti (baca: kompas.com edisi 07/042014).

Memang jika keputusan yang diambil Jokowi nanti tetap mempertahankan posisinya sebagai gubernur, terkesan dia tidak mau kehilangan sebuah jabatan dan kembali menjadi rakyat biasa. Lalu jika disebut opurtunis? Wajar saja. Kalau dia tida mau melepas jabatannya sebagai gubernur DKI dan serius ingin membenahi persoalan disana kenapa harus digadaikan untuk mendapatkan kursi presiden? Dan jika ternyata dia tidak mendapatkan mahkota RI I serta kembali ke posisi sebagai gubernur bukankah itu namanya oportunis dan hanya mencari sebuah jabatan? Jika ada yang lebih tinggi kenapa harus ambil yang rendah. Jika yang tinggi gagal kenapa tidak sikat saja yang rendah daripada nganggur. Mungkin begitu pertimbangan Jokowi jika dihadapkan pada pilihan tersebut.

Kita tunggu saja bagaimana keputusan Jokowi setelah pemilu legislatif 9 April nanti. Karena hasil inilah yang akan menentukan. Apakah PDIP sebagai gerbongnya akan meraup suara yang fantastis dan meningkatkan optimisme Jokowi atau malah sebaliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun