Sumpah Pemuda sebagai Simbol Cinta Bahasa?
Jika menilik alur sejarah yang telah disepakati. Poin ketiga dari "Soempah Pemoeda" pada 28 Oktober 1928 itu adalah :
"MENJUNJUNG TINGGI BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA"
Pada tahun 1928 itu. Anak bangsa masih berjalan pada rute "Perjuangan dan Pergerakan" membangun identitas sebagai saudara sebangsa. Belum sebagai sebuah negara, kan?
Dalam bayanganku, karena situasi dan kondisi yang dialami orang per orang atau kelompok pada masa itu, akhirnya melahirkan benih rasa yang sama. Berjuang dan bergerak bersama, kemudian berujung ikatan cinta. Sebagai anak bangsa.
Kalau meminjam kajian-kajian psiko-sosio, orang yang berada pada situasi atau rasa yang sama, lebih mudah saling mengikat diri. Kemudian menjadi kekuatan bersama, yang bisa saja tak terkendali.
Secara kiramologi, saat itu, mungkin banyak alasan atau adu argumentasi yang terjadi. Sehingga memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Padahal, tak mengecap jalur pendidikan atau keilmuan bahasa yang sama.
Mengingat pada masa itu belum ada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, tak Ada aturan Ejaan Van Ophuisen, Ejaan Soewandi, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) hingga KBBI atau sejenisnya, kan?
Namun, kesepakatan untuk memasukkan item bahasa Indonesia di antara butir-butir sumpah, Menjadi keputusan pilihan serta semangat yang luar biasa. Bahasa Indonesia dijunjung untuk dijadikan "simbol" perekat!