Saengil chugha habnida
Saengil chugha habnida
Saranghaneun uri Appa
Saengil chugha habnida
Usai subuh itu. Dua hari lalu. Uni Tya, Nakdisku berdiri di depan pintu kamarku. Melantunkan lirik berbahasa Korea itu, sambil mengantarkan segelas kopi panas untukku.
Jika berpijak pada nada lagu, kiramologiku menyatakan: itu adalah nyanyian selamat ulang tahun untukku. Rasaku menjadi warna-warni. Padahal masih di kamar tidur, belum tersesat di hutan mini.
Aih, seiring pertambahan angka di lajur usia, semakin berkurang waktu untuk bersama. Hiks...
Jejak Petualangan di Kompasiana
Khusus hari ini, pada tanggal lahir Kompasiana. Aku mau nulis tulisan edisi khusus juga. Menggunakan pantulan segitiga: Aku, Kompasiana dan Segelas Kopi, ketika meracik tulisan ini. Boleh, ya?
Pertama. Kukira Muara, Ternyata Samudera
Nanti. Ketika gulir hari menyentuh titik ke duapuluh delapan di bulan Desember. Menjadi tahun ketiga, aku belajar merenangi selat kata, agar bermuara di Kompasiana.
Ternyata aku keliru. Tempat ini bukan lagi tempat untuk belajar merenangi, tapi juga memaksaku belajar untuk merenungi. Sajian aneka tulisan dan ragam karakter Penulisnya, mengubah sudut pandangku. Kompasiana bukan muara, tapi samudera.
Berkali, aku tersesat menakar rasa. Acapkali aku tersendat memungut makna. Hiks...