Diam-diam, aku sering terkejut, kagum, dan terpesona!
Mereka yang dulu biasa saja, saat ini malah menjadi sosok luar biasa. Sebaliknya, temanku yang dulu kuanggap luar biasa, sekarang malah terjebak pada situasi tidak biasa. Hiks...
Atau sebetulnya, bukan curiga! Tapi, aku terlalu cepat mengambil kesimpulan, sehingga keliru menilai karakter teman semasa sekolah dulu, ya?
Semakin dewasa, dan sekarang sudah menjadi orangtua. Aku memahami. Butuh waktu, untuk mengenal potensi diri. Susahnya, kesadaran memiliki kemampuan itu, acapkali datang terlambat.
Adakah cara mempercepat itu? Seharusnya ada, kan? Tapi aku belum tahu! Namanya cara, tentu melalui proses, kan? Tak bisa sim salabim, hompimpa atau abrakadabra!
Namun, jika menyimak pengalaman dari masing-masing temanku itu, ada beberapa unsur yang bisa dijadikan wahana menemukan potensi diri:
Pertama. Orangtua dan Keluarga.
Unsur dominan di masa kecil. Karena intensitas waktu antara anak dan orangtua serta keluarga. Sehingga pengaruh mereka bisa mewarnai diri dan motivasi sang anak. Namun, bakal gagal jika tak ada komunikasi dan kompromi. Anak mau ini, orangtua mau itu.
Di masa kini, sejak balita anak-anak usia dini sudah "dijauhkan" dari orangtua. Entah melalui beragam permainan dan aneka gawai, sehingga anak sibuk dengan dunianya sendiri, atau dimasukkan ke lembaga pendidikan pra sekolah.
Pilihan dengan pola ini, Anak bisa saja berhasil. Namun daya rekat dan kedekatan dengan orangtua dan keluarga, mungkin saja berujung nihil, kan?