Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meminta Maaf? Serius Enggak, Sih?

22 April 2020   17:56 Diperbarui: 23 April 2020   07:10 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sikap permintaan maaf. (sumber gambar: womanchange.com)

"Aku berharap mesin waktu benar-benar ada. Supaya aku bisa kembali ke masa lalu, untuk menghapus semua penyesalanku. Aku tahu, kata maaf tak akan menebus kesalahanku kemarin. Namun aku tak akan putus asa meminta maaf, hingga kau memaafkanku."

Reaksi apa yang terpikirkan saat membaca permintaan maaf di atas? Sebuah ungkapan penyesalan? Sekedar ucapan simbolik? Atau malah lebay?

Begitulah. Salah satu interaksi paling mendalam yang acapkali terjadi antar manusia selain ungkapan cinta, adalah permintaan maaf.

Pada hari-hari terakhir ini, akan ditemukan berbagai ungkapan menggunakan kata maaf, tah? Apalagi sebentar lagi, akan memasuki Bulan Suci Ramadan 2020.

Secara naluriah, manusia dilengkapi "benteng" rasa, yang mampu menilai bagaimana ungkapan permintaan maaf itu. Jejangan permintaan maaf tapi bukan maaf?  Aku tulis, ya?

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Emang Ada Permintaan Maaf Non-Maaf?

Dalam beberapa literatur menyatakan, permintaan maaf adalah jika ungkapan pengakuan yang disertai penyesalan, tanggungjawab, serta melakukan restitusi atau memperbaiki kesalahan. Tapi, ada istilah permintaan maaf non-maaf.  

Di Wikipedia.org. permintaan maaf non-maaf ini dikenal dengan istilah nonpology atau fauxpology. Dimaknai sebagai bentuk permintaan maaf yang tidak mengungkapkan penyesalan. Hal ini terjadi dalam hubungan masyarakat.

Ada yang berpendapat, permintaan maaf non-maaf itu tidak mengakui ada yang salah, tapi untuk menghindari ketersinggungan orang lain. Secara lugas, ungkapan ini acapkali dilakukan oleh politisi dan pejabat publik.

"Maaf, jika kami harus..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun