Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tenun Lombok, Batik Kaganga dan Kisah Sunyi Perempuan "Penjaga" Tradisi

16 Maret 2020   20:28 Diperbarui: 16 Maret 2020   21:50 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Dokpri. gadisku dan suprise Mbak Leya

Batik Kaganga tak lagi sakral dan berkelas! Siapapun bisa memesan dan mendisainnya, dan diproduksi di pulau Jawa. Bagaimana perajin batik tulis Kaganga? Tertatih dan menempuh jalan sunyi. Membatik bukan lagi pekerjaan utama, karena pelanggan yang langka.

Kisah sunyi batik Kaganga juga dialami oleh Batik Basurek dari kota Bengkulu (dengan aksara arab) atau corak Batik Diwo dari kabupaten tetangga, Kepahiang dengan ciri khasnya daun teh dan biji kopi.

Apa benang merah kisah kain tenun dari Lombok dan batik Kaganga Rejang Lebong? Perajinnya didominasi perempuan! Perempuan sebagai penjaga tradisi kebudayaan.

Sumber foto : facebook Mbak Leya Cattleya
Sumber foto : facebook Mbak Leya Cattleya
Perempuan "Penjaga" Tradisi

Banyak narasi yang menulis tentang perempuan penjaga Kebudayaan. Baik dilakukan oleh para feminis atau aktivis hak-hak perempuan dan isu gender.

Perempuan sebagai ibu rumah tangga adalah "penjara suci tanpa terali besi". Apapun eksistensi perempuan di ruang publik. Maka urusan di rumah adalah profesi abadi dan tanpa henti.  Secara konvensional atau kesepakatan dengan pasangan, mau tak mau menjadi posisi tawar dan nilai tentang keperempuanan seorang perempuan.


Namun, keadaan itu kemudian menjadikan perempuan sebagai "penjaga dan perawat" tradisi budaya. Akhirnya, perempuan lebih mampu menjaga kebudayaan karena dominan struktur sosial adalah patriarki.

Ketika kaum lelaki bekerja di luar atau merantau. Maka perempuan "dipaksa" memenuhi kebutuhan juga menjalani kebiasaan dalam keseharian. Perempuan menjadi benteng pertahanan budaya lokal dari konflik komunal dan arus global.

Misalnya? Penggunaan bahasa daerah yang ditularkan kepada anak, berbagai resep makanan yang turun temurun, beragam tradisi pengobatan tradisional, hingga aneka mantra dan ritual yang hidup di masyarakat.

Begitu juga keterampilan sederhana yang dimiliki perempuan, yang digunakan untuk keperluan rumah tangga di rumah atau anggota keluarga. Semisal anyaman termasuk membatik dan menenun.

Tanpa sadar, perempuan menjadi cerminan praktek kebudayaan yang dihidupi oleh masyarakat. Tak keliru jika kemudian kusebut, perempuan sebagai pelaku sekaligus penjaga tradisi budaya, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun