Bismillahirrahmanirrahim
Ikhlas merupakan pencapaian tertinggi yang dapat dilakukan oleh seorang hamba Allah. Begitu tingginya derajat ikhlas, hanya Allah yang dapat mengetahui keikhlasan hati seseorang. Bahkan malaikat pun yang menemani dan mencatat amal kebaikan kita setiap waktu, tidak mengetahui apakah seorang hamba ikhlas atau tidak. Karena itulah mengapa Setan akan selalu menggoda umat manusia, terkecuali pada hamba hambanya yang ikhlas. Sebab setan tidak bisa mengganggu orang-orang ikhlas, yang hanya mengharap ridho Allah. Sebenarnya bagaimana dan seperti apakah ikhlas itu. Apakah ikhlas adalah suatu perkara yang teramat sulit dan berat dilakukan. Berikut disampaikan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) Hafizahullah tentang bagaimana caranya agar kita bisa mengaplikasikan ikhlas pada perbuatan dan ibadah kita.
Kajian ikhlas dalam ilmu Fiqih sedikit lebih rumit dibandingkan ilmu Hikmah.  Diantara penjelasan ilmu Fiqih, ikhlas itu dapat dilakukan dengan tidak berharap pahala atas amalan. Kemudian tidak mempedulikan orang yang menghina atau memuji. Pembahasan Fiqih  membutuhkan penjelasan rumit karena memang kita bukanlah ahli fiqih. Beda halnya jika kita membahas ikhlas menggunakan pendekatan dalam Ilmu Hikmah dalam kitab Hikam, karangan Ibnu Atthailah Assakandari.  Maka lebih dapat disederhanakan untuk mudah dipahami. Bahwa ikhlas itu adalah mengingat ingat semua merupakan pemberian Allah, anugerah Allah dan kehendak Allah
Dalam beramal penting untuk berlaku ikhlas. Tanpa ikhlas maka suatu amal akan sia-sia. Jika kita tidak ikhlas dalam beramal seperti mengharap imbalan atau balasan, maka logika yang dibangun adalah, bagaimana bisa kita menuntut upah pada Allah. Sementara kita bisa beramal saja itu atas kehendaknya Allah.
Saat ini kita bisa melakukan zakat adalah dengan kehendak Allah, kita bisa sholat itu atas hidayah dari Allah. Bagaimana bisa ketika kita ditakdir dikehendaki melakukan sholat dan zakat, namun juga menuntut upah kepada Allah yaitu surga.
Sesungguhnya setiap amal yang dapat kita lakukan adalah berasal dari Allah atau kehendak Allah. Setelah kita bisa melakukan itu semua, jika lalu menuntut kepada Allah untuk memberikan upah, itu merupakan suatu hal yang patut dipertanyakan. Karena bagaimana bisa kamu meminta upah atas suatu amal yang Allah sendiri bersedekah kepadamu, dalam memberikan amal itu.
Bagaimanakah engkau meminta balasan atas suatu keikhlasan, padahal Allah sendiri yang memberi hidayah keikhlasan itu sendiri kepadamu
Menurut Mazhab Tarekat Abu Hasan Asyadzili, Ikhlas itu mudah dan dapat dilatih. Â Hanya orang yang belum mengerti saja yang belum bisa melakukan keikhlasan.
Suatu keadaan yang tidak mencerminkan keikhlasan misalkan seorang guru bisa menjadi alim tentunya itu karena keinginan Allah, bisa mengajar itu atas kehendak Allah. Kemudian setelah menjadi alim dan bisa mengajar lalu menuntut akan pemberian Allah
Contoh lainnya misalkan pada Kang Rukhin, salah satu murid Gus Baha. Kang Rukhin diberikan uang 1 Milyar untuk digunakan sebagai modal berdagang oleh gurunya. Setelah dipakai berdagang, dia mendapat keuntungan dari uang yang semula berjumlah 1 Milyar menjadi 3 Milyar. Setelah berkembang lalu Rukhin datang kembali pada gurunya dan mengatakan bahwa karena dirinya (Kang Rukhin) memiliki prestasi bisa mengembangkan uang 1 Milyar tadi menjadi 3 Milyar, lalu dia meminta upah lagi pada gurunya sebesar 3 Milyar lagi. Sebagai bentuk hadiah atas bisnisnya yang sukses. Permintaan hadiah setelah berbagai fasilitas yang diberikan itu merupakan sebuah permintaan yang tak logis juga sebagai kesalahan cara berpikir.
Begitu halnya pada seorang Guru. Seorang guru yang menjadi alim itu sebab ilmu yang berasal dari Allah. Bisa mengajar itu atas kehendak Allah. Apabila para murid tak mengerti hak dari seorang guru, maka sang Guru tadi tak perlu berkecil hati dengan bersikap ikhlas hanya mengharap ridho Allah. Sebab ilmu dan segalanya adalah pemberian dan kehendak Allah