Mohon tunggu...
zahira zadine
zahira zadine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Law Student

Saya adalah mahasiswa dengan minat dalam bidang hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pro-Kontra Presidential Threshold: Pertempuran Evil dan Angel

24 Juni 2022   12:58 Diperbarui: 24 Juni 2022   13:04 3904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang kita ketahui Presidential Threshold, ambang batas minimal dukungan atau suara yang mesti dimiliki untuk memperoleh hak dalam pemilu pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2004. Pada Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR. Namun menjelang pada pemilu 2009, aturan mengenai ambang batas ini diubah. Saat itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol yang memiliki minimal 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam pemilihan legislatif. Aturan tersebut secara lebih detail diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2008. Hingga lewat pada satu dekade pemilu, pengaturan ambang batas tersebut tak berubah. Namun menjelang pada pemilu tahun 2009, aturan mengenai presidential threshold kembali diubah. Diatur dalam Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".

Banyak pro dan kontra terkait penerapan Presidential Threshold yang terkesan sangat diskriminatif dari pengertian demokrasi. Karena dengan ini, tidak semua orang berhak mencalonkan diri sebagai presiden. Menerapkan ambang batas presiden dengan persentase yang tinggi sama dengan membatasi jumlah calon yang mengorbankan hak rakyat untuk mendapatkan alternatif pilihan calon selain yang ditawarkan oleh partai-partai besar yang memiliki mayoritas kursi di DPR. Penetapan ambang batas perolehan suara dan perolehan kursi di DPR bagi partai politik yang mencalonkan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 telah menurunkan nilai demokrasi dan mencederai pemenuhan hak konstitusional parpol (khususnya parpol baru, yang tidak mengikuti pemilihan sebelumnya). Oleh karena itu, semakin banyak calon, semakin banyak alternatif pilihan sehingga demokrasi dalam kontestasi pemilihan presiden semakin berkualitas yang merangsang partisipasi pemilih.

Namun di lain sisi, untuk kepentingan negara. Pemberlakuan President Threshold ini juga sangat berarti. Penerapan Presidential Threshold memfasilitasi dan menjaga efektivitas proses pemilihan umum. Penerapan Presidential Threshold akan memperkuat sistem presidensial dengan menilai sistem multipartai. Memang, penerapan Presidential Threshold akan memudahkan pelaksanaan pemilu dengan membatasi jumlah politisi berdasarkan threshold 20%-25%. Berdasarkan naskah akademik penyelenggaraan pemilihan umum dalam konteks beberapa sistem kepartaian di parlemen, yang terpenting adalah konsentrasi kursi di parpol, bukan jumlah parpol.

Namun yang kini menjadi perbincangan adalah, apa dengan menaiknya angka ketentuan President Threshold, partai politik terpilih dapat menjamin kualitas seorang presiden? Jika dilihat dari keberlangsungan sistem President Threshold masa kini, pilihan partai yang menduduki kursi DPR itu salah satunya pasti partai yang memang memiliki dukungan besar atau tidak partai-partai kecil yang berkoalisi. Selalu terjadi ketimpangan yang begitu besar bukan?

Kini perdebatan besar dimulai. Jaminan kualitas apa yang diberikan oleh negara, oleh partai politik dalam pemberlakuan Presidential Threshold? Tak jauh jauh dari politik balas budi. Kandidat satu si buruk rupa dan satunya lagi seorang charming yang terkenal namanya. Si Angel dan Si Evil. Rakyat tidak memiliki banyak pilihan seakan-akan  dalam sistem presidential threshold tersirat adanya pembatasan saluran politik pemilih dan dalam derajat tertentu melahirkan voters turn out yakni menjadi golongan putih (tidak memilih pasangan calon manapun). Lalu bagaimana cara negara ini bisa bangkit?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun