Ampun gusti ampuni hambamu ini
Bila ada uang abang disayang
Bila tak ada, jatah kopi pun hilang
Lama-lama kalau begini rontok hatiku
Bisa talak tilu talak tilu
Alala tum jahe jahe aca aca nehi nehi
Aduh biyung inyong ora sudi
Bila sifatmu terus begitu
Pulang saja kau pulang ke rumah orang tuamu
Alala tum jahe jahe aca aca nehi nehi
Aduh biyung inyong ora sudi
Bila dirimu terus begitu
Aku pulangkan kamu
Jahe jahe alala tum jahe jahe
Nehi nehi aca aca nehi nehi
Jahe jahe alala tum jahe jahe
Aca aca aca nehi nehi nehi
Alala tum jahe jahe aca aca nehi nehi
Aduh biyung inyong ora sudi
Bi-bila sifatmu terus begitu
Aku pulangkan kamu
Alalala tum jahe jahe aca aca nehi nehi
Aduh biyung inyong ora sudi
Bila sifatmu selalu begitu
Aku pulangkan kamu
Dapat terlihat pada lirik lagu tersebut, potongan lirik yang berbunyi : "Mamama mau makan mau minum bikin sendiri, cuci baju celana nyetrika pun sendiri. Apabila tanggal tua mendekati, aku bagai bujangan yang tak punya istri." menjelaskan bahwa tokoh suami dalam lagu mengeluh akan kegiatan sehari-hari termasuk domestik yang dilakukan sendiri dan seolah merasa tidak punya istri apabila berada pada tanggal tua (minggu-minggu awal bulan yang bukan fase minggu menerima gaji). Sama halnya dengan potongan lirik yang berbunyi : "Nasib, memang nasib jadi begini. Semuanya apa-apa kulakukan sendiri. Lama-lama mumet juga, eh, kalau begini bisa talak tilu, talak tilu."
Kedua potongan paragraf lirik tersebut seolah menggambarkan seorang istri yang identik dengan pekerjaan domestik dan menerima uang bulanan saja. Digambarkan pada lirik apabila sang istri tidak mampu melakukan pekerjaan domestik akan diceraikan.Â
Hal ini sesuai pada teori Nurture pada konteks gender yang berarti kegiatan perawatan / pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak, sehingga menyatakan bahwa adanya perbedaan gender yakni maskulin dan feminim yang ditentukan oleh sosial dan pengaruh faktor budaya.Â