Mohon tunggu...
Zainullah Shomad
Zainullah Shomad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Ekonomi Islam IAIN Jember

Don't Think To be The best. But Think To do The Best

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kaidah Fiqih Eliminasi Kesulitan

6 Mei 2019   00:35 Diperbarui: 6 Mei 2019   03:57 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kaidah fiqih yang keempat ini berisi tentang eliminasi kesulitan bagi manusia. Dalam keadaan tertentu, ketetapan Allsah sulit dilaksanakan oleh manusia. Oleh karena itu, kebolehan berbuka puasa ramadhan bagi yang sakit atau dalam perjalanan, jamak dan qashr sholat merupakan suatu upaya untuk menghindari kesulitan bagi yang sakit atau dalam perjalanan. Dalam kaidah ini juga mencakup dasar kaidah yang digunakan sebagai pedoman yang berguna untuk menghilangkan  kesulitan (al-dhararu yuzaalu).
"kesukaran itu mendatangkan kemudahan"
Masyaqah ialah kesukaran yang hasil dari mengerjakan sesuatu perbuatan, diluar dari kebiasaan. Masyaqah ini menimbulkan hukum rukhsah atau takhlif syari'at dan dia melengkapi darurat (idltirar) dan sebagaimana melengkapi hajat. Dengan kaidah ini dimaksudkan agar syari'at Islam dapat dilaksanakan oleh hamba atau mukallaf kapan dan dimana saja, yakni dengan memberitahukan kelonggaran atau keringanan disaat seorang hamba menjumpai kesukaran dan kesempitan. Contoh dari kaidah ini, shalat dzuhur hanya dua rakaat hukum asalnya haram, tetapi karena berpergian jauh, maka hukumnya berubah menjadi sunnah, sebab ia diperbolehkan untuk mengqashar shalatnya.
Rumusan Masalah
Pengertian Kaidah Tentang Eliminasi Kesulitan ?
Bagaimana Dasar-dasar Kaidah ?
Apa Macam-macam Kemudharatan ?
Pengertian Distribusi Perdagangan
Tujuan
Mengetahui Pengertian Kaidah Tentang Eliminasi Kesulitan
Mengetahui Dasar-dasar Kaidah
Mengetahui Macam-macam Kemudharatan
Mengetahui Distribusi Perdagangan

BAB II
PEMBAHASAN
Kaidah Tentang Eliminasi Kesulitan
Kaidah fiqh yang keempat ini berisi tentang eliminasi kesulitan bagi manusia. Dalam keadaan tertentu, ketetapan Allah sulit dilaksanakan oleh manusia. Oleh karena itu, kebolehan berbuka puasa ramadhan bagi yang sakit atau dalam perjalanan, jama' dan qashr sholat merupkan suatu upaya untuk menghindari kesulitan bagi yang sakit atau dalam perjalanan. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kaidah ini hanya mencangkup persoalan rukhshat (keringanan, kebalikan dari 'azimah), kaidah ini masih memungkinkan memiliki cakupan yang cukup luas yang belum terjadi ketika kaidah ini dibuat.
Dalam kaidah ini juga mencangkup dasar kaidah yang digunakan sebagai pedoman yang berguna untuk menghilangkan atau mengeliminasi kesulitan yaitu al-dhararu yuzaallu( kesulitan harus dihilangkan).

Dasar-dasar Kaidah
Seperti kaidah lainnya, kaidah ini memiliki landasan atau dasar dari Al-Qur'an dan Sunnah. Allah berfirman :

"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri." (QS Al-Baqarah : 231)

Misalnya seorang suami yang sudah tidak suka dengan istrinya, kemudian dia mentalak istrinya. Istrinya menjalani masa iddahnya, sebelum masa iddahnya selesai suaminya kembali merujuknya. Kemudian suaminya kembali mentalaqnya (talak kedua). Sang wanita tersebut kembali menjalani masa iddahnya, lalu sebelum masa iddahnya berakhir suaminya kembali merujuknya. Suaminya melakukannya terus menerus hingga talak tiga. Hal ini dilakukan oleh suami karena dia bermaksud memberikan kemudharatan kepada istrinya agar dia terkatung-katung dalam waktu yang lama sehingga tidak ada laki-laki lain yang bisa menikahinya. Perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan, Allah memerintahkan jika ingin kembali maka kembalilah dengan cara yang baik untuk membangun rumah tangga yang baik, namun jika tidak ingin lagi bersama maka ceraikanlah dengan cara yang baik dan jangan memberikan kemudharatan kepada sang istri. Dalil lainnya adalah Allah berfirman,

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya."(QS Al-Baqarah : 233)

Demikianlah apabila seorang suami dan seorang istri bercerai, terkadang mereka akan melampiaskan kebenciannya kepada sang mantan istri/suami tersebut kepada anaknya agar sang mantan istri/suami sedih. Hal ini tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan kemudharatan.
Adapun sabda dari Nabi Muhammad SAW

"Tidak boleh berbuat dharar, begitu pula tidak pula berbuat dhirar." (HR Ibnu Majah no. 2340, shahih)

Lantas apa makna dharar dan dhirar di dalam hadits di atas? Para ulama berbeda pendapat di dalam makna kedua lafadz dharar dan dhirar.
Dharar adalah memberi kemudharatan kepada orang lain agar dirinya mendapatkan manfaat dengan hal tersebut. Seperti orang yang menanam mangga di halaman rumahnya lalu tumbuh menjulang hingga ke halaman rumah tetangganya. Tetapi yang boleh mengambil buah tersebut hanya dia, adapun tetangganya tidak.
Sedangkan dhirar adalah memberi kemudharatan kepada orang lain tetapi dirinya tidak mendapat manfaat. Seperti ketika dia mengendarai mobil di tengah jalan yang digenangi oleh air lalu terciprat sehingga mengenai pejalan kaki yang lewat di jalan tersebut.
Dharar adalah memberikan kemudharatan kepada orang lain dengan status dia yang memulai. Sedangkan dhirar adalah memberikan kemudharatan dengan status membalas kemudharatan dari orang lain dengan kemudharatan yang lebih parah.
Kesimpulan dari perbedaan-perbedaan pendapat ini yaitu walaupun para ulama berbeda pendapat dalam memaknai dharar dan dhirar, intinya segala kemudharatan apapun bentuknya adalah hal yang terlarang yang harus dihilangkan.

Macam-Macam Kemudharatan
Pada dasarnya, secara umum kemudharatan terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:
Kemudharatan yang memang diizinkan oleh syariat. Seperti praktek hudud, hukum qishash, dan hukuman ta'zir dari ulil amri, secara dzhahir semua ini adalah bentuk mudharat tetapi hakikatnya mendatangkan maslahat.
Kemudharatan yang menimpa banyak orang dan susah dihindari (  ). Seperti, asap kendaraan dan bunyi klakson di jalan raya, ini merupakan kemudharatan yang juga dimaafkan karena hampir tidak mungkin menghilangkannya. Atau contoh lain, dalam jual beli, seorang penjual yang menjual apel 1 keranjang maka tidak bisa dijamin 100% pasti bagus semua.
Kemudharatan dimana orang yang ditimpa kemudharatan itu telah memafkan. Contoh, seorang wanita yang akan menikah dengan lelaki miskin, sehingga dia (si istri tersebut) akan mendapat kemudharatan. Namun jika walinya ridha maka hal ini tidak masalah.
Contoh-Contoh Penerapan Kaidah
Sebelumnya telah disampaikan beberapa dalil sekaligus contoh langsung yang diberikan oleh Allah tentang kaidah ini. Contoh-contoh lain dari kaidah sangat banyak, intinya segala hal yang bisa menimbulkan kemudharatan harus dihilangkan. Akan tetapi, berikut ini beberapa contoh tentang kaidah ini yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari:
Dua orang yang telah selesai melakukan transaksi jual beli. Misal, seorang pembeli membeli sebuah mobil kepada seorang penjual dengan harga yang jauh melebihi harga pasaran. Setelah si pembeli mengetahui bahwa dia dibohongi dan merasa dirugikan dengan harga jual yang terlalu mahal (ghabn) tersebut, maka dia berhak mengajukan khiyar ghabn ke pengadilan. Bentuknya dengan diberikan kesempatan kepadanya untuk memilih apakah dia tetap lanjutkan pembelian, atau dia batalkan, atau dia memilih tetap membeli tetapi mengambil ganti rugi. Atau dalam kasus yang lain dia ditipu, maka dia berhak mengajukan khiyar tadlis. Atau dia membeli barang tetapi barang tersebut cacat, maka dia berhak mengajukan khiyar 'aib, dengan bentuk penawaran yang sama dengan khiyar ghabn. Semua bentuk khiyar ini disyariatkan salah satunya dalam rangka untuk menolak kemudharatan.
Seseorang yang memonopoli suatu jenis barang atau makanan lalu dia menyimpannya. Ketika harga pasar barang tersebut naik, dia menjualnya dengan harga yang tidak wajar. Maka pemerintah berhak untuk memaksanya agar menjualnya kembali dengan harga yang wajar.
Distribusi Perdagangan
Distribusi Perdagangan adalah suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada faktor-faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan, antara ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk itu islam datang memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan. Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan yang layak. Atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai berikut:
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar tetap sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu memikul tanggung jawab perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
4. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar tercapai maslahah bagi seluruh masyarakat.
Dalam menjalankan disrtibusi ada beberapa nilai yang ada diantaranya: Akidah, Moral, Hukum Syariah, dan Keadilan. Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem ekonomi islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun