Masyarakat jawa mempunyai adat dan tradisi yang kuat, misalnya saat punya gawe/hajatan, ada rangkaian upacara adat yang dilaksanakan, tak lupa menyertakan berbagai aneka Ubo rampe seperti kembang setaman, nyambung tuwuh nyiram tuwuh dan lain-lainya. Sebegai generasi jawa tentunya kita juga punya kewajiban moral untuk ikut melestarikan budaya jawa yang terkenal adiluhung, nguri-uri kabudayan jowo, kalau bukan kita lalu siapa lagi?memang tidak semua produk budaya nenek moyang itu bagus, akan tetapi banyak warisan yang layak untuk dilestarikan, supaya tidak ribut2 setelah budaya kita diklaim oleh negeri sebelah, baru ingat dan tersadar akan warisan budaya sendiri.
Budaya adalah alat interaksi sosial yang efektif. Budaya/adat istiadat dan keyakinan/agama itu berbeda, jadi tidak ada pertentangan antara agama (dalam hal ini agama Islam sebagai agama mayoritas di Jawa) dan budaya/adat Jawa. Sepanjang ruh dari budaya tersebut berisi akidah islam sebagaimana diajarkan para wali-wali di tanah jawa sejak jaman dulu. Ibaratnya agama/spiritualitas adalah isi, sedang budaya/adat-istiadat adalah wadahnya, seperti air ia bisa berbentuk gelas bila dituang dalam gelas, bisa berbentuk teko bila dituang dalam teko. Demikian juga agama Islam, ia bisa menjadi ruh/isi bagi budaya/adat istiadat dimanapun, tanpa harus mengeliminasi budaya tersebut dengan budaya arab. Hal ini bisa kita lihat dalam budaya bersih Desa tasyakuran memanjatkan puja-dan puji pada Tuhan YME, menjaga harmoni dengan alam serta menjalin talisilaturrahmi sesama manusia. Ada juga prosesi perkawinan jawa yang sarat makna dan simbol, menyertakan berbagai uborampe yang juga mengandung makna filosofi, contohnya uborampe bunga.
Bunga adalah salah satu perlengkapan yang penting Dalam upacara adat jawa , jadi ketika para pakar marketing di barat mengenalkan bunga sebagai simbol komunikasi sosial yang efektif melalui ungkapan ”say it with flower” maka nenek moyang kita jauh sebelumnya sudah memperkenalkan bunga dalam kebudayaanya. Bunga Selain mempunyai nilai seni juga mengandung makna filosofi yang tinggi.
Adapun makna-makna bunga tersebut adalah sbb :
1.Kembang KANTHIL, singkatan dari KANTHI LAKU TANSAH KUMANTHIL Simbol pepeling/pengingat bahwa untuk meraih ngelmu iku kalakone kanthi laku. Maksudnya, untuk meraih ilmu spiritual serta meraih kesuksesan lahir dan batin, setiap orang tidak cukup hanya dengan memohon-mohon doa. Kesadaran spiritual tak akan bisa dialami secara lahir dan batin tanpa adanya penghayatan akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari (lakutama atau perilaku yang utama). Bunga kanthil berarti pula, adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna Kumanthil pula pengabdian yang mendalam tiada terputus. Yakni mencurahkan kasih sayang dan manfaat kepada seluruh makhluk, kepada kedua orang tuanya dan para leluhurnya,
2. Kembang MLATHI, singkatan dari RASA MELAT SAKA NJERO ATI. Artinya adalah dalam berucap dan berbicara hendaknya kita selalu mengandung ketulusan dari hati nurani yang paling dalam. Lahir dan batin haruslah selalu sama, menolak kemunafikan. Artinya menolak ucapan yang sekedar “abang2 lambe” mung kanggo panthes2an wae. Bahkan di Padepokan sufi di kota penulis terpampang plakat sebagai pepeling yang berbunyi BIASAKNO KULINAKNO PANGUCAPMU PODO KARO ISINE ATIMU artinya biasakanlah berbicara jujur sesuai nuranimu. Meskipun karena kejujuran itu engkau ditertawakan sebagai manusia culun, lugu dan bodoh. Tetapi engkau akan memperoleh derajat tinggi di hadapan Allah SWT dan didalam hati nurani seluruh mahluk di muka bumi.
3. Kembang KENANGA, Keneng-a! Capailah segala keluhuran yang telah dicapai oleh para pendahulu. Berarti generasi penerus seyogyanya mencontoh perilaku yang baik dan prestasi tinggi yang berhasil dicapai para leluhur semasa hidupnya. Kenanga, kenang-en ing angga. Bermakna filosofis agar supaya anak turun selalu mengenang warisan leluhur tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat, dan lain yang baik-baik
4. Kembang MAWAR, Mawi-Arsa Dengan kehendak atau niat. Menghayati nilai-nilai luhur hendaknya dengan niat. Mawar, atau awar-awar ben tawar. Buatlah hati menjadi “tawar” alias jembaring ati atau mampu mewadahi segala cobaan hidup. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih (ihlas), dan menerima cobaan hidup dengan ikhlas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI