Mohon tunggu...
Muhammad Asep Zaelani
Muhammad Asep Zaelani Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja Sosial Perusahaan, NU dan Gusdurian

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Zakat dan Keberpihakan Sosial

17 Oktober 2017   10:39 Diperbarui: 17 Oktober 2017   11:04 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka (QS At-Taubah (9): 103)

Zakat fitrah memang menjadi zakat yang paling di kenal oleh masyarakat kita. Padahal selain zakat fitrah, masih ada zakat yang lain. Yaitu zakat harta (maal), baik yang diperoleh dari hasil perniagaan, pertanian, peternakan, pertambangan dan lain sebagainya. Zakat sendiri merupakan ibadah yang masuk kedalam rukun Islam. Kedudukannya mempunyai peran yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dalam beberapa ayat Al Quran, perintah zakat selalu disandingkan dengan perintah shalat.

Zakat juga bisa dilihat sebagai sebuah ibadah individu, namun berpengaruh langsung terhadap kehidupan sosial masyarakat. Selain berdimensi vertikal (hablumminallah),zakat juga berdimensi horisontal (hablumminannas).Bagi para wajib zakat (muzakki),dengan menunaikan zakat, dia sedang melatih dirinya untuk menekan ego, mengasah kepedulian sosial dan kesadaran diri bahwa di dalam harta yang dimilikinya terdapat hak-hak orang lain yang harus ditunaikan. Sehingga dengan berzakat, hartanya bisa benar-benar bersih, suci dan terbebas dari sesuatu yang bukan miliknya. Sebagaimana tujuan zakat yang tercantum dalam QS At-Taubah ayat 103, "Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka".

Sementara itu, bagi para penerima zakat (mustahik), zakat bisa menjadi solusi atas permasalahan sosial yang sedang dihadapinya. Penunaian kewajiban zakat dapat menjembatani kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Dengan kata lain, zakat membantu menciptakan kehidupan sosial yang lebih seimbang dan berkeadilan. Si kaya berkewajiban untuk menolong si miskin. Si mampu berkewajiban untuk membantu si lemah. Sehingga pada akhirnya bisa lebih meningkatkan tali persaudaraan sesama umat Islam.

Dalam salah satu hasil penelitian, perkiraan potensi dana zakat yang bisa dihimpun di Indonesia tahun 2016 mencapai 400 T. Dan angka  tersebut diyakini akan terus mengalami kenaikan. Dengan jumlah dana sebesar itu, tentu banyak hal yang bisa dilakukan untuk membantu pengentasan kemiskinan yang ada di tengah masyarakat. Namun sangat disayangkan, dana yang berhasil dihimpun oleh berbagai lembaga amil zakat (LAZ) selama ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Artinya perlu dilakukan berbagai upaya yang maksimal agar potensi dana zakat tersebut bisa benar-benar terhimpun secara optimal.

Di Indonesia sendiri zakat sudah memiliki payung hukum yang kuat. Yaitu melalui Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dengan adanya payung hukum tersebut diharapkan pengelolaan zakat di Indonesia bisa terus mengalami perbaikan. Baik dari sisi pengelolanya, proses penghimpunannya maupun proses pendayagunannya.

Dari sisi pengelolanya, lembaga amil zakat harus terus berbenah diri menjadi sebuah lembaga yang profesional, akuntabilitas, transparan dan inovatif. Sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mereka semakin tinggi. Sedangkan dari sisi penghimpunannya, disamping terus melakukan berbagai kampanye tentang kewajiban masyarakat untuk membayar zakat, salah satu tugas berat lainnya adalah merubah perilaku masyarakat yang terbiasa untuk menyalurkan zakat secara langsung menjadi dititipkan melalui lembaga amil zakat. 

Karena tentu saja, zakat yang dihimpun dan disalurkan melalui lembaga amil zakat mempunyai dampak yang jauh lebih besar dan memberdayakan dibanding zakat yang disalurkan secara langsung dan sendiri-sendiri. Sedangkan dari sisi pendayagunaannya, zakat yang disalurkan oleh lembaga amil zakat harus mulai memakai pendekatan pemberdayaan. Sehingga penyaluran zakat tidak lagi bersifat memberikan ikan kepada para mustahik, tapi memberikan kail, mereka diajarkan cara memancingnya dan juga ditunjukan tempat untuk memancingnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun