Mohon tunggu...
Muhammad Asep Zaelani
Muhammad Asep Zaelani Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja Sosial Perusahaan, NU dan Gusdurian

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Optimalisasi CSR Sektor Pertambangan Pasca Membaiknya Harga Batubara

17 Oktober 2017   08:48 Diperbarui: 17 Oktober 2017   21:01 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Oktober ini Pemerintah melalui Kementerian ESDM menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) senilai US$93,99 per ton, atau naik 2,13% dibandingkan HBA pada bulan September 2017 yang senilai US$92,03 per ton. Harga tersebut merupakan level tertinggi yang pernah dicapai dalam delapan bulan terakhir ini. Sejak awal tahun hingga bulan September, HBA memang masih mengalami fluktuasi harga, namun apabila dirata-ratakan harga batubara acuan berada dikisaran US$ 84,22 per ton. Artinya bisnis emas hitam mulai memperlihatkan trend yang positif dan menemukan harga yang cukup stabil.

Dengan terus membaiknya harga batubara, tentu menjadi angin segar bagi semua pihak, tidak hanya bagi para investor, namun juga bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang selama ini masih mengandalkan pertumbuhan perekonomian dari sektor pertambangan.

Dampak negatif dari lesunya harga batubara yang terjadi kemarin bisa terlihat dari banyaknya perusahaan yang terpaksa harus menghentikan operasionalnya. Harga jual batubara dipasaran tidak sebanding lagi dengan biaya produksi yang harus mereka keluarkan. Sehingga pada akhirnya terjadi gelombang perumahan karyawan yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Imbas dari lesunya harga batubara dirasakan juga oleh sektor usaha yang lainnya, seperti jasa transportasi/travel, penginapan/hotel, tempat hiburan, penyewaan rumah/barak, rumah makan/kafe dan catering. Secara umum mereka mengalami penurunan hasil yang cukup signifikan.

Optimalisasi CSR dalam Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat

Kembali bergairahnya industri batubara bisa dijadikan sebagai momentum yang tepat oleh pemerintah daerah untuk mendorong para pengusaha untuk lebih berkomitmen terhadap pembangunan masyarakat lokal. Misalnya saja dalam proses penerimaan karyawan, perusahaan harus memprioritaskan para pekerja lokal. Atau dengan cara membuka kesempatan yang lebih fair dan transparan bagi para pengusaha lokal untuk menjadi penyedia kebutuhan barang dan jasa yang mendukung operasional perusahaan dilapangan.

Hal lain yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah daerah adalah pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR). Sudah menjadi rahasia umum kalau selama ini pelaksanaan CSR sektor pertambangan masih belum dilakukan secara optimal. Baik dari sisi pengalokasian anggaran maupun dari sisi perencanaan dan pelaksanaan program yang dijalankan.   

Keluarnya Peraturan Menteri ESDM No 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebenarnya bisa dijadikan sebagai payung hukum yang cukup komprehensip bagi Pemerintah Daerah untuk bisa mengoptimalkan pelaksanaan CSR di sektor pertambangan.

Permen ESDM No 41 Tahun 2017 memberikan kewenangan yang lebih kepada Pemerintah Daerah (Gubernur) untuk menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Cetak Biru PPM merupakan dokumen yang berisi perencanaan strategis pembangunan terpadu yang memuat arah kebijakan PPM di wilayah Provinsi, yang nantinya harus menjadi acuan utama bagi perusahaan pertambangan dalam membuat rencana dan pelaksanaan program CSR di wilayah operasionalnya.

Di pihak perusahaan juga diwajibkan untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Rencana Induk PPM yang disusun oleh perusahaan harus didasarkan pada data-data yang diperoleh dari hasil pemetaan sosial (social mapping). Pemetaan sosial wajib dilakukan untuk mendapatkan gambaran kondisi awal masyarakat sekitar tambang (kesehatan, pendidikan, sosbud, lingkungan kehidupan masyarakat, infrastruktur, kemandirian ekonomi, kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang kemandirian ekonomi). Baru kemudian diselaraskan dengan Cetak Biru PPM yang sebelumnya telah disusun oleh pemerintah daerah.

Dalam proses penyusunannya, perusahaan diwajibkan juga untuk melakukan konsultasi atas Rencana Induk PPM dengan direktur jenderal atas nama menteri sesuai kewenangannya, gubernur, serta melibatkan bupati/walikota setempat dan masyarakat sekitar tambang. Sehingga dari sini terlihat bahwa perusahaan tidak bisa lagi membuat rencana program yang asal-asalan. Semua proses harus dilakukan secara serius, lebih transparan, partisipatif, terukur dan terarah. Termasuk dengan mempertimbangkan aspek keadilan, wawasan lingkungan dan menghargai budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat.

Rencana Induk PPM yang disusun perusahaan bersifat jangka panjang, sehingga harus diturunkan lagi dalam bentuk Penyusunan Program PPM Tahunan. Penyusunan Program PPM Tahunan adalah rencana aksi pelaksanaan program PPM Tahun berjalan sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran biaya yang telah disetujui sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Program PPM Tahunan sekurang-kurangnya memuat : Rincian Rencana Kegiatan, Waktu Pelaksanaan, Pembiayaan Program PPM Tahunan, Kriteria Keberhasilan dan Realisasi Program PPM Tahunan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun