Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden PKS Tuding Capres Hanya Dua Pasang Salah Satu Penyebab Polarisasi

31 Desember 2022   09:27 Diperbarui: 31 Desember 2022   10:06 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Sumber Foto Kompas.com

Pada pemilu mendatang, PKS punya keinginan dan harapan. Disarikan dari Kompas.com tayangan 30/12/2022, lewat Sang Presiden Ahmad Syaikhu PKS ingin semua pihak dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Juga kedepankan harmoni dan keutuhan diatas kepentingan partai atau kelompok. Untuk itu, PKS berharap ada tiga pasangan calon yang bertarung pada pilpres 2024.

Cuma yang menjadikan saya tergelitik, bersamaan dengan keinginan dan harapan itu, Syaikhu juga singgung soal polarisasi. Pakai kambing lagi. Yaitu pilpres 2019. Kata Syaikhu, polarisasi berkepanjangan ditengah masyarakat pada pemilu 2019, salah satu penyebabnya adalah karena hanya ada dua kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Benarkah munculnya polarisasi pada perhelatan pemilu di sebabkan oleh kandidat yang hanya terbatas dua pasang..? Saya melihatnya kok tidak begitu. Entah kalau para Kompasianer sekalian. Mungkin sepakat dengan pendapat Pak Syaikhu. Tapi kalau saya berbeda. Bagi saya, polarisasi tidak ditentukan oleh jumlah kandidat yang bertarung. Lalu oleh apa..?

Tak lain karena sikap seluruh elemen yang terkait pemilu. Terutama calon, tim sukses dan para pengurus partai. Mereka-mereka inilah yang patut dipertanyakan. Jika dalam perhelatan pemilu sampai muncul polarisasi. Apakah partisipasi mereka disertai sikap mengedepankan harmoni dan keutuhan..? Atau semata demi kepentingan partai atau kelompok sebagaimana maksud Pak Syaikhu..?.

Ya benar. Mau berapapun jumlah calon, kalau tak ada perubahan sikap, yang namanya polarisasi pasti muncul dalam perhelatan pemilu. Sebaliknya walaupun hanya dua kandidat. Sekuat apapun pertarungan dan sekeras bagaimanapun persaingan, jatuhnya tetap harmonisasi. Tak akan muncul kelompok islam lawan golongan kafir misalnya. Atau istilah lain yang senada dengan itu.

Anda dan juga Pak Syaikhu masih ingat pilkada DKI Jakarta 2017 silam..? Jumlah kandidat yang bertarung bukan hanya dua. Malah ada tiga. Tapi polarisasi tercium sangat tajam sekali. Lebih dari itu, justru terang-terangan ada di depan mata. Hingga ketika itu, muncul istilah “ayat dan mayat”.

Pada perspektif  yang lebih luas. Ingat tidak pilpres di Amerika Serikat..? Selama beberapa dekade, pilihan presiden di negara adidaya itu hanya di ikuti oleh dua pasang calon. Yaitu kandidat yang di usung oleh Partai Republik dan Partai Demokrat. Dan selama itu pula tak pernah terjadi polarisasi sehebat di Indonesia.

Baru muncul di era capres Donald Trump. Mengapa..? Ya karena sikap Trump yang memang sengaja, tentu hanya untuk kepentingan menang rebutan vox pop, mengajak para pendukung menciptakan garis demarkasi. Anggap lawan sebagai musuh yang harus dihabisi. Bukan kawan tanding sebatas menjalani proses rutin sirkulasi pergantian pimpinan negara.

Dalam pandangan saya, alasan Pak Syaikhu kurang tepat. Terlebih kalau melihat kewenangan. Ingat, yang berhak menentukan jumlah kandidat pilpres adalah partai sendiri. Termasuk PKS dimana Pak Syaikhu ada didalamnya. Kalau demikian faktanya, mengapa keinginan PKS tidak di bicarakan saja secara serius di lingkup internal forum partai-partai..?. Misal di gedung parlemen.

Saya kira, upaya demikian lebih positif, proporsional dan regulative. Daripada lempar pendapat ke media, tuding jumlah kandidat yang hanya dua jadi penyebab kuatnya polarisasi. Ini seakan-akan hendak menciptakan isu krusial. Siapa tahu ditangkap oleh khalayak. Untuk kemudian jadi semacam pressure agar keinginan PKS jadi gol. Ya bukan begitu caranya Mas Brow.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun