Mohon tunggu...
Yutta Sihing Gusti
Yutta Sihing Gusti Mohon Tunggu... Mahasiswa Strata I Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta konsentrasi Media dan Jurnalistik

Lewat laman ini, akan saya tuliskan isi dan gagasan pikiran yang menjadi keresahan tersendiri. Ada baiknya pikiran tertuang dalam media dan terbaca oleh orang lain. Jangan sampai pikiran hanya menjadi sebatas pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Wartawan Perang : Ketika Nyawa Seharga Informasi

3 Maret 2025   00:43 Diperbarui: 3 Maret 2025   00:43 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret wajah Hendro Subroto, seorang wartawan perang (Sumber :  grid.id)

Berdasar pada hasil wawancaranya dengan Majalah Tempo, Maret 2001, Hendro mengaku bahwa liputaannya pada peristiwa pengangkatan jenazah korban G30S/PKi di Lubang Buaya, 4 Oktober 1965 menjadi pengalaman yang tidak terlupakan baginya.

Liputan tersebut disiarkan TVRI selama 3 hari berturut-turut, diserta narasi yang mengungkapkan betapa kejinya cara pembunuhan PKI kepada 6 jenderal tersebut. Liputan tersebut membakar amarah rakyat, yang kemudian menjadi dalih pembantaian dan prosekusi kepada orang-orang PKI dan mereka yang dituduh sebagai komunis.

Tahun 1992, Hendro memutuskan untuk pensiun dari wartawan TVRI. Namun, Hendro tetap aktif dalam liputan dan menulis. Ia menjadi kontributor resmi untuk tulisan-tulisan teknologi militer pada beberapa majalah asing, antara lain Military Aviation Air Force yang terbit di Inggris.

Karya tulis Hendro di antaranya adalah, buku Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur (1996), Perjalanan Seorang Wartawan Perang (1998), Dewan Revolusi PKI : Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan Indonesia (2007), dan Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009).

Joe Galloway

Potret karakter Joe Galloway (kiri) dalam scene film
Potret karakter Joe Galloway (kiri) dalam scene film "We Were Soldier Once" (2002)  (Sumber : Paramount)

Joseph "Joe" Galloway lahir di Bryan, Texas, 13 November 1941. Ia lahir dari keluarga dengan latar belakang militer. Ayahnya bekerja di Angkatan Darat Amerika Serikat selama Perang Dunia ke-II dan dua kakek buyutnya pernah bertempur di Perang Saudara Amerika. Joe mengambil jurusan jurnalisme di Victoria Collage. Ia pertama kali bekerja untuk The Victoria Advocate di Texas, sebelum menjabat di United Press International (UPI) pada tahun 1961. Selama di UPI, Joe mendapati dirinya bekerja di Tokyo, Jakarta, New Delhi, Singapura, Moskow, Los Angeles dan, sebagian besar di Vietnam.

Joe dikirim ke Vietnam sebagai koresponden perang pada tahun 1965 selama 16 bulan. Joe tiba di Vietnam dengan Korps Marinir AS, tetapi segera berpergian dengan Batalyon I, Resimen Kavaleri Ke-7 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Hal Moore.

Joe berfokus untuk menceritakan kisah para prajurit yang tinggal bersamanya dan menggunakan pengalaman mereka sebagai inti dari liputannya. Seperti seorang koresponden perang lainnya, Joe dibekali dengan senjata untuk menjaga dirinya dari serangan musuh.

Dari artikel yang dimuat pada laman alinea.id, Joe sempat mengutarakan penyataan, "Saya dibesarkan di Texas. Jika anda menembak saya, itu benar-benar membuat saya marah. Saya akan balas menembak." V Nguyn Gip, seorang mantan Deputi Perdana Menteri Vietnam pernah bertemu dengannya dan mengungkapkan, "Ah ya, reporter yang membawa senapan. Aku mendengar tentang anda."

Joe pernah melakukan reportase saat pertempuran di lembah Ia Drang, pertempuran besar pertama antara Angkatan Darat AS melawan Vietnam Utara bersama Kolonel Moore. Ia Drang memainkan peran yang sangat penting dalam perang. Joe menjelaskan di tahun-tahun setelahnya, "pertempuran tersebut meyakinkan H Ch Minh (Mantan Presiden Vietnam Utara) bahwa dia bisa menang." Amerika dalam kondisi tersebut bergantung pada penggunaan helicopter dan bentuk dukungan udara lainnya. North Vietnamese Army (NVA), menyadari bahwa mereka dapat dengan mudah melawan ketidakseimbangan kekuatan ini dengan melawan Amerika secara cepat dan jarak dekat. Akhirnya, kedua belah pihak mengklaim kemenangan dalam pertempuran tersebut.

Walaupun bukan seorang prajurit, Joe menjadi bagian integral dari tim ketika pertempuran Ia Drang menjadi mematikan. Pada hari kedua pertempuran, Joe bahkan meloncat ke kobaran api untuk menyelamatkan seorang tentara, Pfc. Jimmy Nakayama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun